ENAM
"SAH! "Teriak semua orang yang berada di dalam masjid.
Di sana terlihat sepasang pengantin baru yang kini sah menjadi suami istri dalam agama maupun negara. Wanita cantik dengan riasan yang sederhana diwajahnya nampak menitihkan air matanya terharu tepat di hari ini dirinya menjadi istri dari seorang pria yang ia cintai. Ia tak menyangka jika dirinya menikah diusia yang masih muda tapi yang lebih membuat hatinya miris adalah tak ada orang tuanya di hari pernikahannya ini mungkin ini sudah takdirnya, ia harus ikhlas dan tabah saatnya menjalani kehidupan yang baru serta lingkungan baru.
Lelaki di sebelahnya menjulurkan tangannya lalu wanita itu pun meraihnya pelan dan mencium punggung tangan suaminya, suara tepukan tangan menggema di dalam masjid. Tempat yang menjadi saksi bisu pernikahan mereka yang digelar di sana walau pernikahan mereka tanpa resepsi sesuai keinginan lelaki yang baru menikah itu.
Di luar masjid itu terpampang jelas tulisan dengan ukuran besar dan masih banyak lainnya dari sanak keluarga, kerabat dan sebagainya.
WELCOME
TO THE WEDDING OF
PANDU WIJAYA KUSUMA
&
ZENA NAMIRA ARNALDA
Ya, akhirnya Pandu memutuskan untuk menikahi Zena setelah dua minggu akhirnya. Tentu saja keputusan itu membuat kesehatan Anggun serta Estu pulih kembali, kedua orang tua Pandu sempat dilarikan di rumah sakit karena kesehatan mereka berdua menurun drastis. Anggun yang mempunyai penyakit maag, kemarin lalu sempat makan tak teratur hingga membuat dirinya dilarikan ke rumah sakit begitu pula Estu, ayah Pandu dilarikan di rumah sakit karena penyakit asmanya kambuh.
Kini Pandu tersenyum tipis kala orang tuanya tengah tersenyum lebar dari sana menatapnya yang sedang duduk berdampingan dengan Zena yang sepertinya wanita itu kelihatannya ikut senang. Walau pernikahan tanpa resepsi tapi bagaimana pun mereka tetap sah secara agama dan negara. Pandu sengaja melakukan itu karena memang pernikahan ini tak diinginkan olehnya walau begitu pernikahan yang diselenggarakan di masjid tetap dirias sebagus mungkin dan mewah itu yang diinginkan Anggun dan Estu.
Banyak tamu yang datang di acara ijab qobul tapi tetap acara ini hanya sebentar saja karena Pandu tak ingin berlama-lama dengan alasan bekerja. Anggun yang melihat wajah datar Pandu dari kejauhan hanya mengusap dadanya menghadapi sikap anak laki-lakinya yang nampak tak berbahagia, tak seperti Zena yang kini tengah tersenyum lebar menambah kecantikan diwajahnya kala banyak orang yang mengucapkan selamat atas pernikahannya dengan Pandu. Untuk teman-teman Pandu, Pandu tak mengundang mereka serta tak memberitahukan mereka sebab karena acara reuni membuat dirinya menikah hari ini bersama sosok yang tak diharapkannya.
...
"Zena, kamu mau makan apa? "tanya Irene menatap Zena yang sedang duduk di ruang makan.
" Emm. "Zena melirik Pandu yang tengah mengobrol bersama saudaranya di dapur, Pandu tengah memasak nasi goreng seafood kesukaannya.
Pandu memang pintar dalam urusan dapur karena sedari kecil Anggun selalu mengajarkan dirinya tentang memasak walau dirinya laki-laki.
Irene mengikuti arah pandang Zena dan ia pun mengangguk paham mengapa Zena kelihatannya sangat gelisah.
"Pandu? "panggil Irene membuat dua pria muda yang tengah bergurau itu pun menoleh padanya.
" Kenapa mbak? "tanya Pandu menatap bingung pada Irene.
" Kamu masak sedikit apa banyak? "tanya Irene pada adiknya.
" Masak yang pas untuk dua porsi mbak dan itu buat Aldo, emang mbak mau? "tanya balik Pandu pada Irene.
" Yah mbak, kalau mbak mau. Aldo malah gak jadi incip masakan mas Pandu dong? "Aldo mendesah kecewa. Tujuannya datang ke pernikahan kakaknya ini pun juga merindukan masakan enak dari Pandu.
" Bukan mbak yang mau tapi istrimu Ndu, lihat dia sepertinya ngidam ingin nasi goreng buatan kamu, "ujar Irene sambil merangkul Zena yang kini kedua sisi pipinya berubah memerah malu.
" Apa sih mbak. "Zena menepuk pelan salah satu sisi pipi kakak iparnya itu.
" Wah kalau buat mbak Zena mah gapapa deh, kasihan bumil lagi masa-masanya ngidam. Yaudah, mas Pan aku mau kesana dulu ya! "lelaki muda di sebelah Pandu pun menepuk pundak Pandu lalu berlalu pergi meninggalkan ketiga orang yang masih di ruang dapur itu.
" Pandu, Mbak habis ini kembali ke kilinik lagi. Jaga Zena dengan baik! "perintah Irene yang dibalas anggukan kepala saja oleh Pandu.
Kini di ruang dapur hanya mereka berdua saja. Rumah yang ditinggali mereka berdua saat ini ialah milik Pandu yang baru saja jadi. Pandu mengambil piring dan gelas, piring itu sudah diisikan nasi goreng buatannya lalu tanpa pepatah kata ia meletakkannya tepat di depan Zena. Zena menatap heran pada Pandu yang terlihat diam sedari tadi bahkan Pandu hanya mau berbicara panjang lebar dengan saudaranya saja.
"Tunggu mas! "Zena beranjak berdiri dari duduknya.
Suara Zena yang memanggil namanya membuat Pandu langsung membalikkan badannya ke belakang. Pandu menaikkan sebelah alisnya bingung menatap Zena.
" Emmh, aku tidak mengidam tapi hanya merindukan masakanmu saja, "cicit Zena menatap sendu pada Pandu.
" Lalu? Ada lagi yang kamu tanyakan? "tanya Pandu dan pertanyaan itulah membuat hati Zena terluka.
" Bukan itu, mengapa sifat kamu tak acuh padaku. Apakah ada yang salah denganku? "tanya Zena pada Pandu.
Pandu yang mendengar pertanyaan itu pun terkekeh pelan dan berkata," Kamu masih belum peka dengan situasi ini dan itu yang membuat diriku muak padamu! "
" Peka? Maksudnya? "tanya Zena yang benar-benar tak tau apa-apa.
" Kamu adalah orang ketiga! Jangan bangga menikah denganku! Karena aku tak menginginkanmu! "
Deg!
Ucapan dari mulut Pandu membuat hati Zena sakit hati. Kedua mata Zena berkaca-kaca menatap Pandu. Pandu ternyata membohonginya, ya kemarin lalu sebelum pernikahan ini terjadi Pandu akan mencoba menerima ini dan serius dengannya lalu katanya juga ia telah memutuskan hubungannya dengan Cala.
"Oh kalau Cala, percakapan yang ku tunjukkan kemarin itu hanyalah kebohongan semata. Percakapan WA kemarin yang ku tunjukkan itu benar nomer ponsel Cala, aku sudah merencanakan ini sebelumnya untuk memanipulasi kalian semua," ucapannya dengan nada tegasnya.
"Apa? Jadi kamu membohongiku? Tega kamu mas! "tumpah sudah air mata Zena membasahi permukaan kedua sisi pipinya.
" Kalau iya, kenapa?"
"Hiks hiks." Zena kembali ke tempat duduknya tadi lalu ia tangkupkan wajahnya dengan kedua tangannya, menangis itu yang bisa dilakukan Zena saat ini.
"Inget! Kamu itu orang ketiga yang menghancurkan hubunganku dengan Cala tapi sayangnya tak semudah itu kamu merusak hubungan kita. Inget! Pernikahan ini palsu, nanti malam aku akan bicarakan kontrak pernikahan ini. Aku pergi dulu! "Dengan wajah yang datar, lelaki itu pergi dari rumah meninggalkan Zena menangis sendirian di ruang dapur.
Selang beberapa menit kemudian Zena pun menyudahi tangisannya, ia tak mau terlalu memikirkan itu yang membuat kepalanya makin pusing apalagi sang buah hati dirinya dan Pandu, ah Pandu? Apakah mungkin lelaki itu menerima kehadirannya? Zena menggelengkan kepalanya, walau ia menjadi istri yang tak diharapkan oleh Pandu tapi dihati kecilnya yang terdalam, Zena ingin Pandu mengakui jika anak yang dikandung itu juga anaknya.
Rumah dengan d******i warna putih sesuai keinginan Pandu bahkan arsitek yang merancang rumah ini ialah teman Pandu sendiri. Rumah yang tak terlalu mewah namun lahan yang dimiliki rumah itu sangat luas sekali, terdapat halaman depan dan belakang jika di depan terdapat tanaman bunga yang nampak cantik sedangkan di halaman belakang akan dibangun gazebo dan rumput hijau, intinya di halaman belakang rumah Pandu nantinya dijadikan tempat untuk istirahat serta berkumpul dan biasanya dijadikan pesta baberque keluarga. Rumah ini masih sedikit ada perbaikan ya seperti yang dibilang sebelumnya, halaman belakang rumah ini masih dalam masa perbaikan. Rumah ini tak bertingkat sebab kata Pandu, nantinya ribet dan tak mau capek naik turun tangga.
Zena memasuki kamarnya yang mana memang kamarnya bukan kamar pengantin pada umumnya, tak ada hiasan bunga-bunga berbentuk hati seperti film-film dan sebagainya. Sekarang Zena paham mengapa Pandu sedari tadi diam dan bersikap biasa saja saat ijab qobul tadi bahkan Pandu dimatanya tersenyum karena keterpaksaan, Zena ingat itu.
Seperti biasa Zena berjalan ke arah cermin besar, Zena yang saat ini tengah memakai celana pendek sepaha serta kaos oblong berwarna putih kemudian tangannya menyibak ujung bawah bajunya. Terlihat perutnya masih datar dan pasti kurang beberapa bulan lagi perutnya akan membuncit.
"Sehat-sehat ya nak, bunda yakin ayahmu menerima kehadiranmu, "ucap Zena tersenyum manis menatap perutnya sambil mengusap perut datarnya pelan.
Lalu Zena menatap pantulan cermin di hadapannya itu sembari tersenyum lebar. Cermin itu terletak di ruang ganti baju Zena yang mana memang kamar ini sangat luas bahkan ada ruangan khusus seperti ruang ganti baju, ruang pakaian, ruang sepatu serta lainnya.
"Aku harus kuat menghadapi kenyataan pahit ini," ucapnya dengan nada yang yakin.
...
"Ini apa? "Zena menatap bingung lipatan kertas ditangannya. Lipatan kertas itu dari Pandu dan diserahkan padanya.
Zena membaca sekilas isi lembaran kertas putih itu lalu ia menatap Pandu kala menjelaskan isi lembaran kertas itu yang ditulis tangan oleh Pandu sendiri.
"lembaran kertas itu berisi tentang pernikahan kita. Pernikahan kita? Ah mungkin kamu yang menganggap, bagiku pernikahan ini hanyalah palsu pasti pernikahan ini pun tak bertahan lama," ujar Pandu dengan nada sinisnya.
Sebenernya hati Pandu tak tega kala sorot kedua mata Zena memancarkan jika gadis itu tengah terluka atas perilakunya namun bagaimana pun jelas yang lebih terluka diposisi ini adalah Cala, kekasihnya.
Zena menatap miris lembaran kertas itu dan ia pun mulai membacanya.
1. Dilarang tidur satu kamar kecuali jika ada orang tuaku di rumah ini atau jika kita menginap ke rumah orang tuaku
2. Tidak adanya berhubungan intim
3. Bersikap romatins saat ada orang tuaku dan saudaraku
4. Dilarang mencampuri urusanku begitupula denganku yang juga tak ikut campur dengan urusanmu
5. Jika kita mempunyai masalah, jangan sampai orangtuaku tau
6. Minta uang hanya ke aku, kamu tak diperbolehkan bekerja
7. Anggap saja kita tak saling mengenal saat di luar rumah dan pernikahan ini dirahasiakan
Yang wajib kamu ketahui
Setelah anak itu lahir, kita akan cerai dan aku akan menikah dengan Cala
"Tanda tangan di pojok bawah kertas itu! "suruh Pandu menatap ke arah Zena.
" Kamu yakin dengan semua ini? "tanya Zena dengan suaranya bergetar menatap miris isi surat itu yang membuat hatinya tambah sakit saja.
" Kenapa? Ada yang kurang? "tanya Pandu lagi.
" Bolehkan aku meminta satu hal? "
" Apa memangnya? "
Zena menginggit bibir bagian bawahnya lalu menatap mohon pada Pandu.
" Tolong jangan begini, perlakukan aku layaknya aku seorang istri yang kamu anggap dan kamu sayangi demi anak kita, anak yang ku kandung ini bisa merasakan kasih sayang yang utuh saat masih selama ada di dalam perutku. Aku ikhlas jika nantinya saat anak yang ku kandung ini lahir, aku menerima saat kamu meminta perceraian, "Ucap Zena disertai isakan kecil.
" Tolong pikirkan ini lagi! "
Pandu terdiam menatap punggung Zena makin menjauh meninggalkannya di tempat ia berdiri. Pandu menyadari jika ini sangat kelewatan tapi entah mengapa rasanya sangat sulit jika memberlakukan Zena layaknya istri yang ia cintai. Itu sangat berat dan sama saja dirinya mengkhianati Cala yang masih berada di luar kota untuk bekerja.
"Kenapa aku berada disituasi yang sangat sulit ini? "decak Pandu sambil mengacak rambutnya kasar.
...
Note:
Jikalau aku gak update entah hari apa, mungkin saat itu sinyalku lagi jelek ya:)
Follow :
Ig & w*****d : Believe_nw