DUA PULUH DUA

3085 Words
DUA PULUH DUA kriiing~~~ Bunyi alarm menggema di dalam kamar tak membuat sosok lelaki berparas tampan itu segera bangun dari tidurnya yang pulas tapi tidak di lain tempat, seorang wanita yang tengah tidur itu merasa terganggu dengan kebisingan suara alarm entah asalnya dari mana dan itu membuatnya langsung bangun walau masih mengantuk rasanya. Wanita itu memposisikan untuk duduk sejenak melirik dua anaknya yang masih tidur. Ia mengira suara alarm itu dimatikan oleh sang empunya tapi ternyata tidak. Wanita itu ialah Zena langsung beranjak berdiri dan berjalan mencari arah suara alarm yang memekakan telinganya. Ternyata suara itu berasal dari kamar tamu yang letaknya tak jauh dari kamarnya, ia menekan tuas pintu dan melihat siapa yang tidur di dalam kamar tamu rumah ini. Maniknya menatap sosok suaminya yang tertidur terlentang di kamar itu, ia melirik asal suara itu yang ternyata dari ponsel suaminya. Zena mulai melangkah pelan  mendekati tempat tidur itu dan mematikan alarm dari ponsel suaminya. Zena menghela napasnya menatap wajah damai suaminya ketika tidur, lehernya masih terasa sakit akibat perlakuan kasar dari suaminya dan ketika mengingat kejadian kemarin itu sungguh miris sekali. Tak menyangka Pandu main tangan dengannya. Ketika Zena berbalik tak sengaja sebuah benda jatuh akibat tangannya tak sengaja menyenggolnya dan itu membuatnya langsung panik karena ia tau jika benda itu pasti milik Pandu lantas hal itu segera tangannya mengambil benda tersebut tapi... "Sebuah undangan pernikahan? "Zena menatap kertas undangan yang berbahan tebal. " Gak mungkin... "Zena menggelengkan kepalanya tak percaya ketika membuka kertas undangan itu, terdapat nama suaminya dengan kekasihnya. Kedua mata Zena berkaca-kaca melihat itu, ia juga melirik tanggal undangan pernikahan itu tersebut dan ternyata itu hari ini. Tetes demi tetes air matanya jatuh seketika, ia tak bisa berkata apa-apa lagi, dadanya terasa desak sekali juga hatinya terasa teriris dan itu sangat sakit. Sakit sekali hingga Zena hampir saja menjatuhkan tubuhnya ke bawah kalau saja ia tak mengingat masih ada suaminya yang tengah tidur di atas kasur depannya. "Ini sangat mengecewakan sekali, kenapa dia mengkhianatiku walau aku tau dia tak membalas cintaku tapi bukan begini caranya menikah secara diam-diam bahkan tepat hari ini dia akan menikah. Ya Allah, sakit sekali hatiku... Mengapa dia sangat begitu tega padaku, apa salahku padanya? Mengapa dia tak menceraikan aku saja segera daripada menikah secara diam-diam seperti ini. "Zena meletakkan kembali kertas undangan itu ke tempat semula yaitu di atas meja nakas dekat ranjang tidur. Maniknya tak sengaja lagi menatap tangan Pandu yang tengah menggenggam sebuah wadah berbentuk kotak berwarna merah berukuran sedang. Ia mengambil kotak itu yang diyakini di dalamnya berisi cincin, dengan pelan ia mengambilnya serta membuka kotak itu dan benar sekali dugaannya. Kotak itu berisi dua cincin pernikahan dan air matanya kembali menetes ketika melihat nama dua orang terukir manis di antara dua cincin berlian tersebut. Tangan Zena bergetar ketika mengembalikkan kotak cincin itu tepat di tangan Pandu. Wanita itu akan kembali ke kamar tapi salah satu kakinya tak sengaja menginjak sesuatu di lantai hingga membuatnya terjatuh tersungkur ke bawah disertai suara teriakan dari mulut Zena. "Awhh." Zeena meringis ketika kakinya merasa sakit sekali dan suara rintihannya itu berhasil membangunkan Pandu yang sedang tertidur pulas. "Zena! "geram Pandu ketika mendapati Zena tengah tersungkur di samping kasurnya. Zena mendongakkan kepalanya menatap takut-takut pada Pandu yang kini tengah berdiri di hadapannya. " Bangun kamu! "bentak Pandu pada Zena. Zena bersusah payah bangun namun tubuhnya tersentak ketika Pandu menarik bahunya secara kasar untuk berdiri dan itu membuat kedua bahunya terasa sangat sakit. " Lancang sekali kamu ya datang ke kamar ini! Kamu gak ada kapok-kapoknya ya kemarin! "Pandu menatap nyalang pada Zena membuat bulu kuduk Zena berdiri karena saking takutnya, mengingat kemarin Pandu berbuat seperti itu padanya dan kini ia telah kembali membuat Pandu marah. " Cepat pergi dari sini! Aku muak melihat wajah sok polosmu itu! "Pandu mendorong tubuh Zena secara kasar tak peduli kaki Zena yang tengah sakit. Zena meringis di dorong kasar seperti itu oleh Pandu dan hampir saja kepalanya terbentuk dinding samping pintu. Setelah Zena keluar dari kamarnya dengan kasar juga Pandu menutup pintu itu hingga berdentum sangat keras. Zena terkejut melihatnya, matanya masih menangis tapi segera ia mengusapnya dan berjalan tertatih-tatih menuju kamarnya. Hari ini masih jam 02.00 dini hari dan itu tak membuat Zena kembali tidur karena tengah memikirkan kertas undangan tadi. Ia masih belum percaya sepenuhnya kalau itu nama suaminya tapi mengingat juga jas kemarin itu seperti jas pengantin dan malah membuatnya makin ia berpikir keras. Zena memandang wajah cantik si kembar ketika tertidur pulas seperti itu, ia tersenyum melihat bibir si kembar yang tiba-tiba melengkungkan senyuman yang indah dan siapapun pasti ikut tersenyum ketika melihat senyuman dibibur mungil mereka. "Kamu tau saja nak kalau bunda sedang bersedih, melihat kalian tersenyum seperti ini, bunda jadi ikut tersenyum. Sengaja ya bikin bunda tersenyum dan gak sedih. "Zena mengusap si kembar pelan. Zena melihat koper besar miliknya yang memang ia letakkan di atas lemarinya. " Apakah aku harus pergi? "Zena masih memikirkan itu sebelum akhirnya sebuah keputusan yang tepat menyambut pikirannya. " Kalau ini yang terbaik buat Zena dan si kembar, baiklah Zena akan menuruti pikiran Zena ini. Untuk pergi dari sini. " Zena langsung mengambil kursi, letaknya berada di pojok kamarnya selanjutnya ia gunakan kursi itu untuk mengambil koper miliknya yang berada di atas lemari. " Berat juga. "gumam Zena yang masih berusaha mengambil kopernya. Bahunya tadi masih sakit, lehernya apalagi dan kakinya juga masih sakit sungguh itu membuatnya merasa kesakitan bersamaan saat mengambil koper besar miliknya. " Sedikit lagi, "ucap Zena yakin ketika menarik koper itu secara perlahan-lahan namun saat hampir saja koper itu bisa diambil, kakinya yang ikut mundur itu oleng ke belakang karena ia tak tau jika salah satu kakinya berada di ujung kursi tumpuhan bersamaan dengan itu seseorang menangkapnya dari belakang. Zena menjerit dan memenjamkan kedua matanya karena takut. Tapi saat merasakan sebuah dekapan kuat dari belakang membuat tak jatuh jatuh ke lantai, ia tak bisa membayangkan bagaimana ia nanti jika jatuh ke bawah. Zena melirik tuk melihat siapa yang menolong ternyata Pandu. Keduanya saling memandang tapi hanya sebentar karena Pandulah yang lebih dulu membuang mukanya karena tak bisa melihat wajah Zena lebih lama lagi. Terbesit getaran hebat di dalam hati Pandu ketika sekelebat ingatannya tentang kemarin. Ada perasaan bersalah namun tak bisa dirinya mengakui kesalahannya pada Zena.  "Kamu ini! "Pandu bersuara pelan namun tegas. " Maaf. "Zena menundukkan wajahnya tapi saat mendengar suara tangisan anaknya lantas segera menatap si kembar dan menghampiri anaknya.  " Kelakuanmu ini ada ada saja! "Pandu pun masuk ke dalam kamar mandi. Zena langsung menyusui si kembar yang menangis kencang. Salma haus sedangkan Silma ingin ditimang karena si kakak itu tak mau di susuinya. " Silma kok nakal ya, minta gendong tapi adiknya masih haus. "Zena bingung dengan kondisi ini. Salma masih menyedot putingnya meskitak menangis lagi. Zena mendekat pada Silma dan mengusap tubuh anaknya itu tapi tetap saja anaknya itu tak kunjung berhenti menangis. Pintu kamar mandi terbuka, Pandu menghela napasnya pelan mendengar suara tangisan anaknya. Lelaki itu mendekati kasur dan langsung menggendong Silma secara lembut. Zena menatap suaminya yang tengah menimang Silma dan mengajak anaknya berbicara. "Silma gak tidur? Masih pagi lho. "Pandu menatap gemas pada Silma yang bukannya tidur malah menatapnya. Tapi ketika Pandu berhenti mengajak Silma bicara, Silma menangis mengerucutkan bibir mungilnya dan itu membuat Pandu terkekeh pelan. Pandu menciumi Silma dan itu membuat tangisan Silma terhenti lalu menatapnya.  Zena memandangimerekadenganperasaaanyahang senang dan tenang hatinya. Walau disisilain menjadi ragu apakah ia tetap pergi? Sedangkan si kembar merasa senang jika bersama ayahnya namun mengingat Pandu yang akan menikah  membuat Zena tetap memutuskan apa yang sudah ia putuskan secara matang. "KamuNgapainngambilkoper? "tanya Pandu pada Zena. Zena gelapan ketika Pandu memincingkan kedua matanya mengarah padanya. " Aku hanya ingin memindahkan koper itu ke tempat lain. " Pandu hanya diam saja, maniknya kembali menatap Silma yang kini tangan anaknya itu memukuli wajahnya. Pandu merasa jika mereka akan pergi tapi segera ia mengenyahkan pemikiran konyol itu. Zena tak mungkin pergi karena ia tau wanita seperti Zena hanya bergantung pada seorang suami dan tak bisa hidup mandiri.  Dia bersikap biasa saja padaku padahal sebelumnya bersikap kasar dan juga tak ada rasa penyesalan dimatanya--ucap Zena dalam hati ketika melirik Pandu. "Silma sepertinya tidak mau tidur, aku tidurkan saja dia di kasur. "Pandu pun meletakkan Silma di atas kasur. Zena menatap Salma yang masih menyusu walau sudah memenjamkan matanya. Wanita itu terkesiap saat Pandu mencium Salma dan yang membuat Zena gugup seketika adalah pipi Pandu menempel pada payudaranya yang sedang  disusu oleh Salma. Setelah mencium si kembar Pandu bergegas Pergi dengan berlari kecil keluar dari kamar ketika merasa ia menyenggol sesuatu. Silma tak tidur sedangkan Salma sudah tertidur pulas sambil mengecap sisa-sisa s**u dibibirnya. Salma sudah diletakkan di atas kasur kini Zena berganti menatap Silma yang sedang menendang-nendang semangat. "Ini mainanmu. Jangan nganggu adek ya. "Ucap Zena  pada Silma sambil memberi mainan ditangan mungil Silma. Sengaja Zena menjauhkan jarak si kembar karena ia tau, Silma yang suka menganggu adiknya walau masih bayi Silma suka merampas barang adiknya itu hingga membuat Salma menangis yang mana memang Salma memang mudah menangis alias paling cengeng dari Silma.  Zena menatap kopernya lalu dengan bersusah payah ia membersihkan kopernyahingga bersih menggunakan kain lap. Di sisi lain... "Sayang gimana sih kamu, jam segini belum juga ke hotel! " " Iyaya sayang bentar, aku akan ke sana. " " Jas kamu kenapa? Jadi gosong kayak gitu. " " Maaf sayang aku lalai. " " Untung saja masih punya cadangan lain tapi sayang itu jas mahal lhoh, kita aja pesennya jauh-jauh hari. " " Jangan sedih dong, maafin aku ya. " " Hmm baiklah, yaudah aku mau siap-siap. Jangan telat lhoh! " " iyaya. " " Love you calon suami. " " Love you too calon istri. " Klik Pandu menatap layar ponselnya yang dimatikan secara sepihak oleh seseorang berada di seberang sana. Ia tak menyangka sebentar lagi akan menikah lagi bersama seorang wanita yang ia cintai namun bukankah ini terlalu cepat baginya?  Apalagi ia menikah secara diam-diam walau begitu ia tak mempermasalahkan nya, ia tetap menikahi Cala walau kedua orang tuanya tak datang tapi ada pamannya yang datang. Ia berhasil melabui pamannya untuk datang dipernikahan keduanya hanya memberikan segebok uang pada pamannya.  ... Aku pergi selama dua minggu Itulah pesan suaminya sebelum pergi dini hari tapi itu tak membuat Zena sibuk memikirkan pesansingkatdariPandu dan yang terpenting saat ini caranya untuk pergi dari rumah mertuanya Sebelum memasukan baju-bajunya dansi kembarnya tak lupa ia mengunci kamarnya. Takut kalau tiba-tiba ada orang masuk ke dalam kamarnya, Zena melihat Silma yang masih membuka matanya dan terkekeh pelan ketika mainannya jatuh diatas perutnya. "Mungkin Silma ingin menemani bundanya berkemas."Zena tersenyum dan mencium wajah Silma. Kemudian Zena mulai memilih pakaian si kembar untuk di masukkan ke dalam koper berukuran besar, ia sengaja menggabungkan menjadi satu agar terlihat simple karena nantinya ia juga memakai tas bayi. "Aku akan kembali ke Malang. "Zena menatap pigura yang baru saja ia beli saat sehabis mengajak si kembar foto bersama. Ia meletakkan pigura itu di meja nakas, sengaja ia tinggalkan di sini agar kelak suaminya setelah menikah dengan Cala tak akan melupakan si kembar. Tidak apa-apa jika suaminya melupakannya namun ia tak mau jika suaminya melupakan si kembar. Lagi-lagi air mata Zena terjatuh ketika melihat pakaian si kembar yang dibelikan oleh Pandu yang pernah juga dipakai si kembar ketika pemotretan kemarin. Ia sengaja menaruh di atas kasur sebab agar suaminya juga bisa menghirup bau khas si kembar kala nantinya si kembar sudah tak lagi di sini. Beberapa menit kemudian akhirnya semua sudah beres di dalam koper itu dan sekarang waktunya ia menyusui Silma yang mulai haus dan mengantuk. Setelah selesai Zena segera menyembunyikan koper besarnya ketika mendengar suara ketukan pintu dari luar. "Zena! "panggil Anggun. Zena pun langsung membuka pintu itu dan terlihat jika Anggun sudah berpakaian rapi. " Ibu mau kemana? " " Ibu ada urusan penting, oh ya tolong nanti suapin bapak ya. Bapak sudah bangun dan mandi. " Estu memang tengah sakit dan itu membuatnya malas jika harus bergerak sendiri. " Oh ya bu nanti Zena yang suapin. " " Obat bapak ada di lemari obat, tinggal ngambil aja gak dikunci kok. " " Iya bu. "Zena kembali menutup pintu kamarnya dan matanya tak sengaja menatap pigura yang berada di meja nakas, terdapat foto dirinya dan Pandu selepas ijab kobul dulu. ... " Sini ibu yang bawa. "koper miliknya diraih oleh bu Tantri. " Bu ini berat lhoh. " " Gapapa, ibu kuat kok. " Zena tersenyum dan digendongannya ada Salma tengah menatapnya sedangkan Silma digendong oleh pembantu rumah Estu. " Bu, beneran bu mau pergi. Ibu yakin? "tanya seorang pembantu di rumah ini, ia tak rela majikannya yang baik hati itu akan pergi dari rumah ini. "Iya Vera, jaga bapak ya di sini. " Pembantunya masih muda itu menangis melihat Silma yang kini digendong oleh Bu Tantri ketika bu Tantri  masuk ke dalam taksi. " Jaga kesehatan ya bu, Vera bakal tunggu ibu balik lagi. " Zena tersenyum dan menganggukkan kepalanya pelanlalu masuk ke dalam taksi. Taksi itu melaju ketika bu Tantri menyuruhnya. " Bu Tri yakin ikut ke Malang? " " Ibu pengen ikut kamu nak, bantuin kamu. Kasihan ngelihat kamu ngurus si kembar sendirian pasti bakal susah lagian ibu sudah tak punya siapa-siapa lagi."Bu Tantri justru merasa senang ketika ditawari Zena untuk ikut ke Malang. "Terima kasih ya bu telah membantu Zena pergi dari sini. " " Keputusan mu memang baik nak, daripada kamu dikhianati. Dulu ibu juga hampir bernasib sama denganmu, bedanya jika suami mu menikah diam-diam sedangkan mantan suamiku menikahi seorang gadismuda dihadapanku sendiri. " Zena terdiam dan merasa sedih juga mendengar cerita masa lalu bu Tantri kemudian ia menatap Salma yang tersenyum lebar menatapnya. " Kamu gak ditalak sama Pandu? " " Tidak bu. " " Lalu Bagimana nantinya, pasti kamu masih suami istri dengannya. " " Gapapa bu, mungkin suatu saat nanti mas Pandu ngirim surat perceraian karena kita dulunya pernah janji kalau anak ini lahir, mas Pandu bakal menceraikan aku bu. "Zena mengulum senyum tipis walau berat rasanya meninggalkan sang suami tapi bagaimana lagi, Pandu tak pernah mau menganggapnya sebagai wanita satu-satunya di hidupnya. " Selamat tinggal mas, selamat tinggal semuanya,"gumam Zena menatap jendela luar yangsekarang mulau gerimis. Hujan saat ini seperti mengerti jika hatinya juga gerimis. Di tengah perjalanan tiba, Zena sengaja menyuruh sang taksi untuk melewati jalan yang ia inginkan. "Pak pelan-pelan kalau lewat jalan itu ya. " " Ya bu. " Dan ketika Zena melewati jalan itu, sebuah rumah mewah yang tengah dipenuhi beberapa orang yang sedang memasuki rumah itu. " Pak berhenti dulu ya! " " Baik bu. " Mobil taksi itu berhenti tepat di samping rumah mewah itu dan Zena pun keluar dari taksi. Wanita itu berjalan mendekat ke arah sana tapi ia tidak sampai masuk hanya saja ia melirik lewat jendela besar yang berada di samping pintu luar. Zena tersenyum miris dan benar dugaannya jika suaminya  akan melangsungkan ijab kobul bersama seorang wanita yang menjadi kekasih suaminya itu. Melihat raut wajah Pandu sangat senang berbeda dengan pernikahan bersamanya dulu senyum pun hanya sebentar saja itupun secara paksa. "Semoga mas bahagia dipernikahan mas ini, Zena ikhlas. "setelah itu dengan cepat Zena kembali menuju taksi dan masuk ke dalam taksi. Zena menangis tanpa suara  di dalam taksi, Bu Tantri yang berada di sebelahnya mencoba menguatkannya dan memberi kata-kata yang bisa membuatnya tenang kembali. Zena menatap Salma yang tengah tersenyum sambil mencoba meraih wajahnya. Jari telunjuk Zena pun diarahkan ke telapak tangan anaknya dan Salma menggenggam kuat jarinya seakan ikut menguatkan bundanya yang tengah dikhianati ayahnya. Tanpa mereka ketahui sebuah mobil polisi melintas di depan mereka, mobil itu mengarah memasuki rumah mewah itu yang menjadi tempat ijab kobul Pandu serta Cala. Di sisi lain... "Sudah siap mas Pandu, mbak Cala. "seorang penghulung itu menatap sepasang calon pengantin yang tengah berbahagia itu. " Di mulai saja. " Kini mereka pun bersiap-siap apalagi seorang penghulu itu yang akan bersalaman dengan Pandu. " Saya nikahkan--" "HENTIKAN PERNIKAHAN INI! "teriak seorang wanita paruhbaya  dari arah pintu luar. Kompak semua yang berada di dalam rumah mewah itu menghadap ke arah asal suara  tersebut. Mereka semua terkejut melihat banyaknya polisi datang di sini apalagi tiga polisi itu langsung menangkap Cala dengan cepat. "Apa ini? Apa maksudnya? "Pandu menatap beberapa polisi lagi dan ia juga tak percaya jika Anggun datang bersama beberapa polisi itu. " apa apaan ini! "teriak Cala panik. " Pak jelaskan perilaku wanita ini pada anak saya! "Anggun menatap kecewa pada Pandu, bisa-bisanya menikah secara diam-diam dan ia merasa marah adiknya datang menjadi saksi anaknya dipernikahan ini. " Lepaskan aku! Pandu tolong lepaskan aku dari mereka! "teriak Cala tengah memberontak ketika kedua tangannya mulai dibrogol oleh polisi itu. " Ibu Cala ini melakukan penipuan yaitu menjual emas batangan palsu dan merugikan banyak orang di daerah rumahnya, melakukan korupsi di perusahaannya, bu Cala ini bersama suaminya telah berbisinis perdagangan anak di luar kota dan terakhir bu Cala menjadi tersangka kasus kematian Asha, anak angkatnya. "polisi itu menjelaskan secara rinci tentang kesalahan yang dibuat oleh Cala. Sembari menjelaskan beberapa orang yang menjadi saksi atas perilakunya itu masuk ke dalam rumah itu. Pandu menggelengkan kepalanya tak percaya, dia menatap Cala yang tengah meronta dan meminta tolong padanya agar dilepaskan. "Gak gak mungkin, pasti kalian salah! "Pandu masih belum percaya atas apa yang terjadi saat ini. " itu semuanya benar! "teriak seorang yang tengah digiring oleh dua polisi di samping kanan kirinya itu. Seorang laki-laki berwajah blesteran tengah tertawa tak tau malu di lihat banyak orang. " Cala itu adalah istriku, semua orang yang menjadi kerabat Cala saat ini palsu. Aku dan istriku melakukan perdagangan anak. "Laki-laki tertawa senang setelah mengucapkan kalimat itu seolah tak takut jika ia akan tinggal dijeruji besi nantinya. " Semua itu benar pak Pandu! " Lagi datanglah seorang asisten Cala sekaligus orang yang merawat Asha. Pandu menatap asisten itu tak percaya. " Asha meninggal dunia karena ulah saya dan bu Cala! " " GAK! ITU BOHONG! PANDU PERCAYALAH PADAKU! " Calamakin meronta dan menangis ditempatnya berdiri. Ia ketakutan  membayangkan dirinya memasuki sel tahanan nanti. " Kamu masih belum percaya Pandu? "suara Anggun itu membuat Pandu menghadap pada Cala. Cala tersenyum ketika Pandu mendekatinya. " APA BENAR SEMUA INI CALA! "Bentak Pandu menatap tajam pada wanita itu. Cala melunturkan senyumannya itu. " JAWAB! " Cala malah tertawa setelah terdiam tadi dibentak olehnya. " Hahaha iya benar itu semua! "Cala berteriak dan tertawa layaknya orang gila lalu beberapa polisi menyeret para undangan yang diduga juga teman Cala sama-sama melakukan hal yang disebutkan tadi. Tubuh Pandu bergetar hebat tak menyangka kejadian ini sangat memalukan sekali, ia mengira hari ini menjadi hari kebahagiamnya tapi ternyata malah membuatnya makin membenci dirinya sendiri. Banyak orang yang menjadi tamu penting itu nampak menghina acara ini.  Anggun menatap seorang kakek tua disana, tanpa suara Anggun mengucapkan kata terimakasih kepada kake tersebut.  "TIDAK! TIDAK MUNGKIN! "Teriak Pandu parau lalu tak lama, ia menjatuhkan tubuhnya di atas lantai itu. " PANDU! "
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD