DUA PULUH SATU

3428 Words
DUA PULUH SATU Malam harinya si kembar tak tidur dan malah menggerakkan tubuhnya seperti mengajak ibunya bermain. Zena sesekali menguap lebar karena merasa ngantuk sekali tapi malah si kembar tak tidur dan menatapnya. "Nak kalian pinter banget nyiksa bunda. "Zena mencoba tersenyum walau matanya sudah memerah karena menahan rasa kantuknya itu. " Bunda sudah ngantuk banget nih, kamu kok belum tidur? Natap bunda terus. Bunda cantik yah? "Zena tersenyum semanis mungkin dan yang membuat Zena terkejut serta terkekeh kecil, si kembar juga ikut tersenyum. " Haduhh manisnya anak bunda ini, bunda cium satu satu nih. "Zena mencium si kembar secara bergantian. " Uduh uduh nendang-nendang gitu. Suka yah? "Zena mencoba menguatkan matanya agar terbuka walau rasanya ingin ia penjamkan matanya sekarang. Zena yang tadinya berposisi duduk kini berganti ikut membaringkan tubuhnya di sampingnya anaknya Silma. Silma pun menoleh sebentar ke  bundanya dan tersenyum lebar. " Haduh bunda udah ngatuk berat. "Zena tak sadar, ia sudah memejamkan matanya karena saking tak kuasanya menahan rasa ngantuk. Tak beberapa lama terdengar suara pintu kamarnya terbuka. Ingin sekali ia membuka matanya tapi ketika mendengar suara Pandu membuatnya menghela napasnya lega walau pikirannya bertanya-tanya, bukankah Pandu menginap dan pulang besok? Kemarin memang Pandu berpamitan padanya karena menginap di rumah temannya. Zena menyipitkan matanya dan tetes demi tetes air matanya jatuh seketika melihat Pandu mengajak si kembar berbicara. Rasa senang menyelimuti hatinya menatap suaminya tengah mengajak bicara si kembar. "Bundamu sudah tidur, kalian kenapa masih belum tidur hm?"Pandu melirik Zena yang terlihat kelelahan bahkan tertidur ketika menjaga si kembar. "Seneng banget ya ketemu ayah, dari tadi lonjak-lonjak gitu. "Pandu terkekeh pelan melihat raut wajah si kembar yang senang menatapnya bahkan tangan kedua anaknya sama-sama mencoba memegang wajahnya. Pandu mendekatkan wajahnya dan dipukuli pelan oleh anaknya itu. " Kamu kok gak tidur sih, ayah juga ngantuk. "kedua tangan Pandu mengusap tubuh si kembar pelan. " Lhoh udah nguap ya, barengan gitu. Kalian lucu banget sih pengen fotoin kalian tapi ponsel ayah habis baterainya. "si kembar sudah mulai mengantuk kemudian Pandu melihat jika si kembar mulai saling merengek itu membuat Pandu panik. Pandu juga terkejut melihat Zena yang langsung bangun dan mengambil Salma yang memang berada di sebelah wanita itu tidur. " Cupcup iyaya sayang. "Zena melepaskan kancing bajunya, ia memakai daster sehingga mudah baginya untuk menyusui si kembar. Zena tidak menyadari jika Pandu menatapnya apalagi Zena mengeluarkan payudaranya dari bra miliknya. Pandu meneguk ludahnya pelan, ia segera membuang arah wajahnya ke lain padahal di dalam hatinya ia ingin....emm melihatnya. Salma sudah tenang karena mendapatkan sumber makanannya kini hanya Silmalah yang  masih menangis karena merasa haus. "Mas, Zena boleh minta tolong? "Zena menatap ragu pada suaminya yang berusaha menenangkan Silma. Pandu melirik istrinya sekilas," apa? ' "Gendongin Salma arahkan ke sini, aku mau menyusuinya juga. " " Apa? Emang kamu bisa? " " Mangkanya aku minta mas bantuin Zena. " " Yaya. "Pandu pun menggendong Silma adan mengarahkan Silma pada Zena. Zena mengeluarkan payudaranya lagi dari branya, ia tak tau jika Pandu berulang kali meneguk ludahnya melihat benda kenyal kesayangan seorang laki-laki ketika melihat perempuan. " Haus banget ya? Sampai kuat gitu nyedotnya. "Zena meringis sakit pada kedua putingnya itu. Pandu melihat si kembar yang mulai tertidur tapi tak kunjung menghentikan menyusui bundanya. " Apa kamu sering begini? " " Setiap hari waktu tengah malam. "Zena tersenyum menatapnya lalu kembali menatap kedua anaknya itu. " Apa gak lelah? "Reflek Pandu bertanya, hatinya merasa khawatir melihat wajah lelah Zena berbeda dengan pikirannya yang malah menyesak beetanya. Ia tebak pasti Zena kesenangan dirinya tanyai. " Enggak kok ini semua demi anak. "Zena tersenyum lebar, ia merasa suaminya tengah mengkhawatirkannya. Kenapa Zena makin dewasa ya? - batin Pandu. Ia memang dulu tak menyukai Zena karena sifatnya yang terlalu kekanak-kanakan dan manja. "Mas kayaknya si Silma udah gak nyusu, tolong ya mas. " Kini Silma pun digendong Pandu dan di letakkan di atas kasur. Pandu yang melihat jika Zena masih menyusui Salma pun berbaring di samping Silma dan memeluk anaknya itu bibir mungil Silma tengah mengecap sisa-sisa susunya tadi.  Pandu mencium dan menghirup aroma bayi dari Silma entah mengapa ia merasa jika si kembar akan pergi jauh darinya tapi mungkin itu hanya firasatnya saja. Pandu mulai memejamkan kedua matanya karena ia juga sudah merasa ngantuk sekali. Tak lama setelah itu Zena membaringkan Salma di atas kasur dekat dengan Silma. Wanita itu tersenyum menatap Pandu yang tengah tertidur lelap dan tangannya memeluk Silma. Wajah mereka sangat mirip apalagi jika berdekatan seperti sekarang. Zena mendekat ke arah Pandu, wanita itu baru tau jika laki-laki itu masih memakai sepatu. Ia pun berjongkok dan melepaskan sepatu suaminya itu beserta kaos kaki berwarna hitam polos. Kemudian ia masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci wajahnya dan gosok gigi sebelum tidur setelah selesai maniknya menatap Pandu membuatnya duduk di dekat Pandu yang berbaring itu. "Wajah mas sama banget kayak mereka. "Tak sadar Zena memegang wajah Pandu, sungguh ini pertama kalinya memberanikan diri memegang wajah Pandu yang terlihat tampan sekali apalagi ketika tidur seperti ini. " Apaan sih kamu! "sentak Pandu sambil menepis tangan Zena secara kasar dan itu membuat Zena terkejut. " Emm maaf mas --" "Sudah cukup! Jangan sentuh aku! "Pandu pergi dari kamarnya setelah membentaknya. Zena tidak tau kalau Pandu tidak menyukai sentuhannya. " Kenapa mas Pandu seperti itu padaku? Aku hanya memegangnya saja. "Zena menghela napasnya, ia merasa sedih dan sakit hati dibentak oleh Pandu. Untungnya Si kembar tidak bangun dan hanya menggerakkan tubuh mereka sebentar saja. Zena mengusap tangannya yang ditepis oleh Pandu. Sakit ya itu yang ia rasakan tapi yang lebih sakit  adalah hatinya. ... "Kalian cantik banget sih, bunda bahkan kalah cantik sama kalian. "Zena menatap kagum setelah selesai mendandani si kembar yang akan melakukan pemotretan untuk foto album. Si kembar terlihat tersenyum dan mengeluarkan suara kecil dari bibir mungil mereka. " Semoga kalian bisa diajak kerja sama  ya. Moga gak nangis, kan nanti bisa jelek jadinya kalau kalian nangis. "Kini Zena meletakkan Salma di atas kasur sedangkan Silma digendong oleh bu Tantri. Si kembar yang diarahkan pelan-pelan agar mereka tak menangis dan diberi mainan ditangannya yang mana mainan ditangan mereka mengeluarkan suara hingga membuat mereka tertawa pelan itu pun tak disia siakan oleh photoghraper yang memfotokan mereka. Beberapa menit kemudian si kembar mulai menangis karena merasa haus dan gerah lantas acara foto dihentikan sejenak atau ditunda sebentar. Zena sedang menyusui si kembar di dalam ruangan yang terdapat kasur, tempat si kembar tadi melakukan pemotretan. Di dalam ruangan itu hanya ada dirinya dan si kembar sebab para karyawan di sini sudah undur diri dan menghargai Zena yang berusaha menenangkan si kembar menangis. Zena pun melanjutkan pemotretan si kembar dengan pose tidur, ya karena si kembar memang sudah tertidur pulas. Setelah itu Zena menyuruh photoghraper tadi untuk memotretnya bersama si kembar. "Akhirnya acara foto foto udah selesai. "Zena tersenyum lega walau ia juga merasa kurang karena tak ada Pandu yang ikut foto bersamanya dan si kembar. " Gapapalah kalau ayahmu gak ikut foto bersama kita mungkin suatu saat nanti kita bisa foto bareng. " Kecewa? Itu pasti namun gimana lagi, ia juga tak mau membuat Pandu marah padanya apalagi mengingat tepisan tangan secara kasar kemarin membuatnya lebih takut pada Pandu. Kegiatan foto-foto telah usai kini saatnya untuk mereka pulang. Irene memang hanya sebentar tadi ke sini namun karena ada pasien yang harus ditangani membuatnya ia tak bisa lama-lama ke sini. Zena mengajak bu Tantri untuk makan siang di restoran yang tak jauh dari sini, si kembar di letakkan di kereta dorong. Si kembar tertidur pulas setelah perut mereka kenyang di kereta dorong. Zena dan bu Tantri memesan makanan di restoran itu. Bu Tantri merasa sangat senang diajak oleh Zena apalagu melihat sosok si kembar yang sudah ia anggap cucunya, bu Tantri hidup sebatang kara karena ditinggal suaminya sebab bu Tantri tak bisa memberikan keturunan. "Maaf ya bu Tri, jadi ngerepotin. "Zena merasa tak enak pada bu Tantri yang dari pagi hingga siang menemaninya. " Halah gapapa kok, ibu malah senang banget bisa ngemong anak kamu. "Bu Tantri merasa senang saat melihat si kembar, seolah-olah si kembar itu adalah cucunya. " Bu Tantri pesan apa biar Zena yang bayarin, udah bu jangan nolak anggap aja ini sebagai tanda terima kasih Zena pada bu Tantri. "Zena menyerahkan buku menu terlebih dahulu pada bu Tantri. Ia sudah menganggap bu Tantri itu ibunya walau usianya masih tak terlalu lanjut usia. " Matur suwun Zen, ibu jadi gak enak sama kamu. " --> Terima kasih " Nggeh bu sami-sami, Zena kalau ada rejeki suka gini hehe, sekarang bu Tri mau pesen apa? Nanti Zena yang akan ke kasir, bu Tri di sini saja nemenin si kembar. " -->Iya bu sama-sama " Ya ampun ada makanan punten ternyata, yo wes ibu pesen punten ae. Enak. "Mata bu Tantri berbinar menatap makanan kesukaannya yang dimana makanan itu jarang ada yang menjualnya sekarang di jama sekarang. --> yo wes : ya sudah --> Punten : makanan khas jawa timur daerah Tulungagung --> ae : aja Zena pun beranjak berdiri setelah memesan dua makanan yaitu Punten dan Urap Daun Pepaya serta minuman di sini. Wanita itu memegang buku menu serta kertas pesanan yang sudah ia isi. Ketika mengantri yang memang di sini sangat ramai dikunjungi sebab restoran tradisional ini juga menyediakan makanan khas daerah jawa timuran, tak sengaja kedua matanya menatap seorang wanita yang memakai seragam pelayan restoran ini dan wajah wanita itu persis seperti seseorang yang pernah memberikan minuman saat acara reuni tempo lalu. "Apa benar dia Celine? "Zena masih menatap orang itu tapi seseorang menegurnya dari belakang karena Zena diam saja dan tidak melangkah maju ke kasir. Zena meminta maaf lalu menuju ke kasir dan memberikan pesanan serta membayar. Wanita itu kembali ke tempat duduknya tadi. " Lho Bu Tri, si kembar bangun? "Zena menatap Si kembar yang kini menatapnya sambil menggenggam mainan di tangan mereka. " Iya Zen, mereka kayaknya terganggu tidurnya karena di sini banyak orang. " " Haduh maafin bunda ya, jadi tidur kalian terganggu."Zena berjongkok di depan mereka dan mengajak mereka berbicara. "Melet-melet ya lidahnya. "Zena terkekeh pelan, selalu seperti ini ketika melihat sikap lucu anaknya. " Ciluk ba! "Zena menggoda si kembar membuat mereka tertawa pelan. Tak lama akhirnya pesanan yang ditunggu-tunggu Zena dan Bu Tantri akhirnya datang. Seorang wanita yang diduga Celine itu yang mengantarkan pesanan mereka. " Zena,"gumam wanita itu ketika melihat wanita cantik yang tengah berjongkok di depan baby stroller itu. Akhirnya-batin wanita itu saat melihat bayi kembar di dalam kereta dorong bayi. Zena yang mendengar gumaman orang itu langsung menoleh dan bertepatan itu wanita itu juga menoleh padanya. "Celine? "Zena menatap tak percaya, benar-benar itu wanita yang pernah memberikan minum padanya saat acara reuni dulu. Wanita itu akan pergi namun segera Zena menahannya dengan menarik tangan Celine. Celine menundukkan wajahnya ketakutan melihat Zena pun tak sanggup karena merasa menyesal dan bersalah pada Zena. "Kenapa kamu kabur? Aku ingin menanyakan sesuatu. "Zena tidak berniat memarahi wanita itu namun ia butuh penjelasan saat ini. " Maaf Zena, aku tidak bisa. "Celine berusaha ingin pergi namun Zena tetap menahan wanita itu. " Mengapa kamu jahat sama aku? Padahal aku tidak mengenalmu. Aku hanya tau kamu itu temannya Riska. " " Maaf Zena. "Celine menundukkan kepalanya lagi dan menangis di hadapan Zena. " Hmm sudahlah, kita bicarakan nanti saja. Banyak orang yang melihat kita, ini nomer ponselku. "Zena memberikan nomer ponselnya pada Celine dan menyuruh Celine untuk bekerja kembali karena takut nantinya di marahi oleh atasannya serta menyuruh Celine mengabarinya ketika istirahat tiba di lain tempat. Kini Zena dan Bu Tantri tengah melahap makanan sesuai dengan apa yang mereka pesan. Zena memesan urap daun pepaya yang tidak pedas karena masih menyusui si kembar, itu tidak baik jika ia memakan makanan pedas. *Urap (kadang dieja urab atau disebut jamak urap-urap) (Bahasa jawa: ꦈꦫꦥ꧀) adalah hidangan salad berupa sayuran yang dimasak (direbus) yang dicampur kelapa parut yang dibumbui sebagai pemberi citarasa. Urap lazim ditemukan dalam masakan Indonesia, akan tetapi jika ditelusuri, urap berasal dari khazanah masakan Jawa. Urap sama sekali tidak mengandung daging, dan dapat dimakan begitu saja sebagai makanan vegetarian  atau sebagai sayuran teman nasi sebagai bagian dari hidangan lengkap. Urap biasanya merupakan syarat atau hidangan penting sebagi sayur pengiring dan pelengkap tumpeng  Jawa. Urap juga lazim disajikan bersama nasi kuning. *Banyak sumber menyebutkan bahwa pecel punten berasal dari daerah Tulungagung, meski begitu makanan ini juga bisa dijumpai di daerah-daerah sekitar Tulungagung seperti kabupaten Malang dan Kediri. Sampai saat ini belum ada informasi yang secara pasti menjelaskan bagaimana keberadaan makanan ini bisa sampai ke wilayah Malang dan Kediri. Tetapi secara umum, karena wilayah Tulungagung, Kediri, dan Malang letaknya yang tidak terlalu jauh sehingga memungkinkan ketiga wilayah itu punya ragam budaya yang mirip bahkan serupa. Pecel Punten ini pun mirip dengan pecel Tumpang asal Kediri, juga Pecel Madiun. Bedanya kalau pecel umumnya disajikan dengan makanan pokok berupa nasi, sedangkan pecel yang satu ini disajikan bersama punten. APA ITU PUNTEN? Yang pertama punten di sini bukan berarti permisi dalam bahasa Sunda, ya. Punten merupakan salah satu makanan pokok yang terbuat dari kombinasi beras dan santan kental. Cara pembuatannya mirip seperti membuat nasi kuning. Tapi, meski bahan utamanya beras putih dan santan, beberapa orang juga sering menambahkan daun salam atau bisa juga daun pandan agar tercipta aroma yang khas dan menggugah selera. Membuat punten pun juga memerlukan takaran yang pas untuk menghasilkan punten yang kenyal dan gurih, takaran yang tidak sesuai bisa mengakibatkan rasa yang kurang gurih, terlalu asin, terlalu lembek, bahkan terlalu keras. Setelah beras dan santan masak, proses selanjutnya ialah menumbuk adonan punten menggunakan alu (lesung). Adonan punten ditumbuk sampai adonan padat menyerupai lontong. Setelah adonannya padat, barulah adonan punten dibentuk kotak atau persegi, kemudian dipotong-potong saat akan disajikan bersama pecel. Jika dilihat sekilas, punten ini persis jadah ya, hanya beda bahan bakunya saja. Kalau punten terbuat dari beras putih, sedangkan jadah terbuat beras ketan. Tapi keduanya sama-sama mudah ditemukan di Tulungagung kok. "Si kembar sepertinya mengerti kalau bundanya sedang makan. "Bu Tantri melihat si kembar yang nampak diam saja sesekali tertawa jika mainan yang digenggamnya terjatuh di atas perutnya. " Iya bu, tumben diam jadi Zena bisa tenang kalau makan gini. "Zena menyuruput minumannya lalu melanjutkan makan lagi. Ia memakan makanannya dengan muluk (dalam bahasa Indonesia berarti memakan makanan dengan memakai tangan bukan sendok). " Suka rewel gak Zen? " " Suka bu, biasanya yang suka nangis duluan itu Salma tapi gak tau deh mereka sama-sama nakal kok bu. " " Hahaha kamu ini, tapi mereka lucu sekali apalagi perempuan. Entar kalau udah bisa jalan sama ngomong nanti kamu bakal tau rasanya kerepotan punya anak kembar juga menghadapi perbedaan karakter mereka masing-masing. " " Iya bu, Zena udah siap siapin sabar dari sekarang. " Mereka pun melajutkan makan dengan hikmad hingga akhirnya waktu sholat dhuhur pun adzan sudah berkumandang. Zena dan bu Tantri sholat bergantian di masjid dekat restoran itu. Ketika Zena tengah duduk di depan masjid, Celine menghampirinya dan duduk di sampingnya. "Maafin aku ya Zen, sumpah waktu itu bukan aku yang memberi obat perangsang di minumanmu. "Celine mengehla napasnya gusar saat melihat wajah Zena yang muram. " Lalu siapa orang yang memberi obat itu diminuman ku? " Celine menghela napasnya pelan lalu berkata,"  Riska, temanku sekaligus mantan Pandu. " DEG! ... " Setrikakan jasku ini! "Pandu menyodorkan jas miliknya pada Zena yang telah selesai makan malam. Zena yang tadinya ingin tidur karena sudah merasa ngantuk pun di tunda dan meraih jas milik Pandu. " Buatkan aku kopi dulu! "Suruh Pandu lagi lalu pria itu keluar dari kamar karena sebelumnya ia menghampiri Zena di kamarnya sedangkan ia sekarang menuju kamar tamu yang tamu yang menjadi kamarnya. Zena melihat Pandu berjalan keluar kamarnya begitu saja, ia juga melihat jika suaminya tengah mengangkat telepon dari seseorang yang ia duga adalah Cala. Wanita itu menghela napasnya panjang, sebelum menutup kamarnya ia menyempatkan untuk mencium kening si kembar. Zena berjalan menuju dapur membuatkan kopi untuk suaminya, sesekali ia menguap lebar karena memang ini sudah malam apalagi ia tak pernah tidur siang karena banyak kerjaan yang harus diurus saat siang hari, memaanfaatkan waktu  ketika si kembar tidur pulas. Beginilah seorang ibu yang tak ada suami yang membantunya, Pandu hanya ada ketika malam hari saja itupun sangat larut malam sekali. Setelah selesai membuatkan kopi selanjutnya Zena menghampiri Pandu. Ternyata Pandu duduk di ruang tamu sedang menelfon seseorang. Pandu yang melihat Zena menghampirinya pun berkata, "Antarkan saja di kamar, aku tak mau diganggu sekarang!"  Zena hanya menganggukkan kepalanya saja lalu berjalan masuk ke dalam kamar. Ia menaruh kopi di meja nakas kemudian ia menyiapkan jas milik Pandu untuk di setrika. Zena membawa jas itu di ruang yang memang digunakan untuk menyetrika baju. Di tengah-tengah saat dirinya sedang menyetrika, tiba tiba terdengar suara si kembar menangis dan itu membuat tak berpikir panjang lagi langsung berlari masuk ke dalam kamar. Ia tak menyadari jika setrika itu belum ditegakkan dan berakhir setrika itu mengenai lapisan jas milik Pandu padahal jika ditinggal lama pasti akan menyebabkan jas itu kebakar dan berakhir bolong. "Yaya nak, ini bunda. "Ternyata Salma yang menangis, Zena bergegas menyusui anaknya. Zena juga melihat Silma yang mulai menggerakkan tubuhnya membuatnya langsung mengusap tubuh Silma dan tidurnya pun kembali nyenyak. Ia mengira jika anaknya menangis karena haus ternyata hanya ingin dipeluk membuat Zena langsung memeluk mereka. Zena yang sudah merasa sangat mengantuk sekali pun ikut tertidur bersama mereka. Tak lama suara bentakan dari luar kamarnya membuat Zena langsung membuka matanya dan memposisikan dirinya untuk duduk. "ZENA! "suara suaminya yang keras itu membuat Zena mengucek kedua matanya pelan. " Iya mas, kenapa? "tanya Zena dengan menyipitkan matanya karena matanya terasa berat dibuka kali ini. Tampak di sana Pandu meludah ke samping setelah meminum kopi yang tadi ia buatkan. " Berdiri kamu! Berdiri! "bentak Pandu hingga Zena terkejut mendengar bentakan dari mulut Pandu itu. Zena beranjak berdiri dan menatap Pandu bingung tapi setelah sadar, matanya membulat menatap jas yang sudah bolong berada ditangan Pandu. Pandu melempar cangkir itu hingga pecah perkeping-keping kemudian jas miliknya yang kebakar alias jadi bolong dilemparkan tepat pada wajah Zena. Zena tersentak dan memegangi jas milik suaminya. "MAKSUD KAMU APA HAH! BUAT KOPI ASAM! DISURUH NYETRIKA MALAH DITINGGAL HINGGA JASKU BOLONG! KAMU INI DISURUH GAK BECUS SEKALI! "ISTRI MACAM APA KAMU HAH! JADI ISTRI TAK BERGUNA SAMA SEKALI! BODOH! SIALAN! "kedua mata Pandu memerah karena amarah membuncah lalu dengan teganya kedua tangannya mencekik leher Zena hingga membuat Zena sesak napas. " KENAPA HARUS KAMU YANG JADI ISTRIKU! ISTRI BODOH SEPERTI MU TAK PANTAS JADI ISTRIKU! KAMU TIDAK TAU HARGA JAS ITU MAHAL BESOK AKU ADA ACARA PENTING! BAGAIMANA INI HAH! JAS ITU MAHAL! "teriak Pandu lagi namun tangannya makin mencekik leher Zena. " Mass.. "ucap Zena terbata-bata, tubuhnya terlonjak ketika Pandu malah menggoyankan lehernya. Itu rasanya sakit, ia hampir mati jikalau tak ada orang yang menghentikannya. Suara tangis si kembar menggema tapi Pandu seakan tuli, ia terus mencekik Zena dan mengatakan kalau wanita itu bodoh dan tak berguna menjadi istri. "Anak kita. "bersusah payah Zena melepaskan tangan Pandu, ia bahkan mendongakkan kepalanya ke atas untuk mencari oksigen. "PANDU! "teriak Anggun menatap tak percaya pada anaknya Pandu dengan rasa teganya tengah mencekik leher istrinya. " Lepaskan Pandu! "Anggun memukuli kedua tangan Pandu hingga terakhir Pandu mendorong tubuh Zena ke samping. Otomatis Zena jatuh ke bawah dan itu membuatnya memekik kesakitan. " Ya Allah Pandu, kamu tega ya sama istri kamu! "Kedua mata Anggun mulai berair, ia membantu Zena berdiri juga menuntunnya pelan menuju kasur dan sekarang Zena tengah menyusui di kembar. "Dia wanita yang tidak pantas jadi istriku!" Bentak Pandu pada sang ibu. "CUKUP PANDU! "teriak Anggun seraya menampar pipi Pandu sangat keras. Setelah ditampar, Pandu malah langsung pergi dari kamarnya mengabaikan teriakan ibunya itu. " Leher kamu merah nak. "Anggun panik dan khawatir lalu wanita berumur itu mencari minyak di kamar Zena. Zena terbatuk-batuk sebenernya sedari tadi namun ia berusaha menahannya sekuat mungkin, demi si kembar yang masih menyusu. Anggun datang kembali ke kamarnya dan berkata," ibu yang olesin, ya Allah.. kenapa Pandu setega itu padamu nak, sungguh ibu tak menyangka jika Pandu berbuat kasar padamu tadi. " Dengan menangis lirih, Anggun mengolesi minyak diarea leher Zena. Zena memang sudah menangis sedari tadi namun tanpa suara agar anaknya tak ikut menangis mendengar suaranya sungguh hatinya merasa hancur berkeping-keping melihat Pandu yang sebegitu tega padanya. Walau ia bersalah dalam hal ini tapi mengapa harus sampai mencekik lehernya? Jika tidak ada Anggun, bagaimana nasibnya? Apakah ia langsung menyusul orang tuanya di sana? Zena menangis dalam diam sambil menatap si kembar. Zena menyuruh Anggun untuk segera tidur karena memang sudah sangat malam sekali pastinya ibu mertuanya itu akan lelah jika menemaninya. Dengan hati-hati Zena meletakkan mereka secara perlahan. Zena meringis sambil memegang lehernya yang sakit. Wanita itu beranjak berdiri dan sempat melirik cermin. Lehernya memerah akibat cekikan dari suaminya. Wanita itu meraih gelas berisi air putih dan meneguknya sampai habis. "Sakit Sekali.. "Zena kembali mengusap lehernya yang berlumur minyak itu. " Apakah aku memang tak pantas menjadi seorang istri? Apakah aku wanita bodoh? "Zena memikirkan ucapan Pandu sambil menangis sampai tertidur. ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD