Saling Terkejut

1388 Words
Selamat membaca! Hari demi hari pun berlalu. Banyak yang berubah setelah tindakan heroik Alan dalam menyelamatkan Laura terekspos berbagai media. Hal itu membuat nama Andrew mendadak menjadi begitu populer hingga banyak teman kampusnya yang datang menjenguk pria itu di rumah sakit. Kedekatan antara Laura dan Alan pun kian intens karena wanita itu selalu menyempatkan dirinya untuk menjaga Alan hingga pagi. Kini Alan telah mengantongi izin dari dokter dan sudah diperbolehkan pulang setelah menjalani perawatan secara intensif selama 5 hari di rumah sakit. Kabar yang tentunya disambut bahagia oleh Laura. "Akhirnya kamu sudah boleh pulang, Alan," ucap Laura sesaat setelah sang dokter keluar dari ruang rawat selesai menyampaikan kabar bahwa kondisi Alan saat ini sudah berangsur membaik. "Makasih ya karena kamu sudah mau repot-repot datang ke rumah sakit ini dan menemaniku." Alan seketika teringat setiap hal yang dilakukan oleh Laura. Mulai dari menyuapinya makan. Bahkan Laura sampai menginap di rumah sakit hingga pagi karena tak ingin Alan sendirian. "Tapi kau jangan hanya berterima kasih padaku. Callum juga kan selalu bergantian denganmu untuk menjagamu." "Oh iya, pria itu. Dia ternyata pria yang baik ya!" Baru saja Alan mengatakan hal itu, pintu ruangan pun terbuka secara tiba-tiba dan sosok Callum terlihat masuk ke dalam ruangan. "Bagaimana kondisinya, Laura? Apa dia sudah diperbolehkan pulang?" tanya Callum yang langsung menghampiri Alan dan Laura. "Tadi dokter bilang kalau Alan sudah boleh pulang hari ini. Eh, maksudku Andrew." Laura dengan cepat meralat ucapannya karena sudah terbiasa memanggil sosok Andrew dengan nama Alan. "Alan." Callum yang memang tidak tahu tentang Alan hanya bisa mengusap dagu runcingnya sambil sesekali menatap tajam wajah Andrew. "Katakan padaku siapa Alan itu?" tanyanya penasaran karena tak seperti biasanya Laura sampai salah menyebutkan nama Andrew dengan nama pria lainnya. Terlebih nama itu terdengar begitu asing di telinganya. "Laura, sebaiknya kita ceritakan saja pada Callum. Dia berhak tahu agar aku juga tidak seolah-olah mengerti dengan semua pertanyaannya jika itu menyangkut tentang Andrew." Laura pun menoleh cepat dengan kening yang mengerut dalam. "Apa boleh jika dia tahu?" tanya wanita itu sambil menatap wajah Andrew dengan penuh tanya. "Tentu saja boleh. Memangnya ada larangan tentang itu. Aku tidak mau menutupi rahasia ini dari sahabat Andrew." Di tengah percakapan yang terjadi antara Alan dan Laura, Callum pun mulai tertawa geli karena baginya semua yang dikatakan kedua sahabatnya itu terdengar aneh dan tak masuk akal. Bahkan logikanya langsung menolak dengan cepat. "Pentas seni di kampus itu masih lama. Jadi kalian tidak perlu berakting seperti ini di depanku. Kau tadi bilang apa Andrew? Sahabat Andrew, ya iya, aku ini memang sahabatmu." "Maafkan aku, Call. Tapi, pada kenyataannya kau hanyalah sahabat Andrew, sahabat dari pria yang tubuhnya sedang aku tempati ini." Seketika Callum pun mulai teringat akan semua perubahan sikap sahabatnya. Mulai dari masalah kunci kamar yang terlupa sampai kebiasaan Andrew yang tiba-tiba malas untuk bangun pagi dan pergi ke kampus. Semua hal itu, seolah membuat nalar Callum perlahan dapat mengerti, walau keraguan masih sulit meyakinkannya. "Apa kau ini memang benar-benar, Alan? Lantas, ke mana Andrew?" tanya Callum perlahan mundur beberapa langkah. Menjauh dari ranjang di mana Alan berada. "Kau tidak perlu takut padaku, Callum. Aku ini bukan hantu. Mungkin ini sulit untuk dimengerti, tapi beginilah yang terjadi. Jadi aku harap kau bisa memahami dengan baik. Sekarang setelah mengetahui semua ini, tolong rahasiakan dari siapa pun! Biar kita saja yang tahu mengenai hal ini." Perkataan Alan semakin membuat Callum merasa takut. Pria itu bahkan sudah benar-benar melangkah mundur hingga sampai di depan pintu ruangan. "Tidak mungkin. Bagaimana bisa seseorang bertukar jiwa? Apa ini nyata?" Callum coba mencubit sebelah pipi chubby-nya hingga pria itu mengaduh kesakitan. "Ternyata memang sakit. Jadi aku benar-benar tidak bermimpi," ucap Callum masih penuh keraguan. "Kamu tidak sedang bermimpi Callum. Ini adalah kenyataan. Sekarang sebagai sahabat Andrew, kita harus membantu Alan. Paling tidak kita harus yakin bahwa setelah Alan menuntaskan balas dendamnya sesuai permintaannya, Andrew bisa kembali pada tubuhnya," timpal Laura coba meyakinkan Callum agar tetap tenang menyikapi hal yang sebenarnya memang sulit untuk dapat dicerna oleh akal siapa pun. "Sejak kapan, Laura?" tanya Callum yang kembali melepas tangannya dari handel pintu yang sebenarnya hendak ia buka untuk pergi dari ruangan itu. "Saat aku liburan ke pantai bersama Andrew. Di saat itulah, dia tenggelam karena terbawa ombak yang beberapa detik berubah menjadi pasang. Waktu itu aku berpikir bahwa Andrew sudah mati. Aku masih ingat betul, saat itu aku hanya bisa menangis. Aku terus mencoba ikhlas bahwa mungkin ini adalah takdir. Tapi, setelah tim penyelamat melakukan pertolongan pertama pada Andrew, akhirnya dia kembali sadar. Walaupun sebenarnya ternyata dia bukanlah Andrew, melainkan Alan," jawab Laura coba menceritakan apa yang pernah dilewatinya. Hal di mana ia juga sama terkejutnya seperti yang dialami oleh Callum saat ini. Mendengar penjelasan Laura, kedua kaki Callum seketika melemah. Pria itu pun mulai bersandar pada badan pintu dan perlahan terduduk di lantai. "Ya Tuhan, Andrew. Apa yang terjadi padamu? Bagaimana caranya aku bisa menjelaskan ini pada ibumu nanti?" Callum tak kuasa menahan air mata hingga bulir kesedihan itu mulai membasahi kedua pipinya. Rasa sedih karena ia takut kehilangan sosok sahabat yang sudah dianggapnya seperti keluarga sendiri. "Maksudmu? Bukankah Andrew itu adalah seorang yatim piatu?" tanya Laura penasaran akan maksud perkataan Callum. "Tidak. Dia masih memiliki seorang ibu." Jika tadi Callum tampak begitu terkejut mendengar cerita Laura, kini giliran wanita itu yang terlihat ragu akan perkataan Callum. "Kamu jangan bergurau seperti ini, Call! Sudah cukup aku pusing memikirkan pertukaran jiwa ini. Jangan kamu tambahkan lagi dengan rahasia konyolmu yang tidak masuk akal!" "Tidak, Laura. Aku mengatakan hal yang sebenarnya. Beberapa Minggu lalu ada seorang wanita yang datang menemuiku dan dia mengatakan bahwa Andrew adalah putra yang selama ini dicarinya," ujar Callum coba menjelaskan. "Apa foto yang di kamar Andrew itu adalah wanita yang kau maksud Callum?" "Iya benar. Dia adalah ibunya Andrew. Jadi selama ini dia sengaja menyamar sebagai salah satu penjaga di perpustakaan. Makanya, wanita itu bisa sangat baik kepada Andrew. Apa kau ingat Laura? Saat di perpustakaan kau yang mengambil foto itu bukan? Foto itu akhirnya dicetak dan wanita itu memberikan kepada Andrew sebagai kenang-kenangan karena dia tidak lagi bekerja di perpustakaan." Laura mulai menarik jauh pikirannya ke beberapa hari yang lalu hingga ia pun akhirnya dapat mengingat dengan jelas akan apa yang dikatakan oleh Callum. "Ya Tuhan, Andrew pasti sangat bahagia jika mengetahui hal ini. Pantas saja, wanita itu sering sekali membawakan Andrew bekal dari hasil masakannya. Wanita itu juga sering sekali membelikan Andrew jajanan, s**u, dan semau kebutuhan Andrew. Kalau memang dia adalah ibunya, kenapa wanita itu tidak jujur saja?" "Dia merasa tidak pantas, Laura," sahut Callum yang hanya menyampaikan apa yang diketahuinya. "Maksudmu?" tanya Laura bingung akan maksud perkataan Callum. "Karena dialah orang yang telah membuang anaknya sendiri dengan meletakkannya di depan pintu panti asuhan yang ada di samping kampus." Seketika Laura terhenyak tak percaya. Pikirannya kini semakin buntu karena ia tak mampu memahami bahwa ternyata di dunia ini masih ada seorang wanita yang tega membuang anak kandungnya sendiri. "Tega sekali." Reaksi berbeda justru diperlihatkan oleh Alan. Pria itu kini coba menengahi pemikiran Laura agar tidak berpikiran buruk terhadap wanita yang mengaku sebagai ibunya Andrew di hadapan Callum. "Dia pasti punya alasan yang besar, kenapa sampai melakukan itu, Laura? Kita tidak boleh menilai wanita itu hanya dari apa yang kita dengar dari orang lain tanpa tahu apa yang sebenarnya ia alami. Aku yakin, wanita itu pasti sangat menyesal karena telah menelantarkan Laura. Kalau tidak, pasti tidak mungkin dia masih baik dan mencari Andrew." Laura coba mencerna perkataan Alan yang secara tidak langsung mampu membuat pikiran buruk tentang wanita itu seketika buyar. "Kamu benar, Alan." "Sekarang bagaimana aku harus menjelaskan padanya? Apa dia akan percaya dengan ceritaku? Oh ya, Laura, sekarang kan kamu sudah terlanjur tahu kebenaran tentang Andrew. Jadi aku juga akan kasih tahu semua yang aku ketahui. Andrew itu adalah anak dari seorang pengusaha yang sangat kaya raya di kota Sydney. Jadi kalau Tuan Jeff masih menghina status Andrew, maka aku tidak akan segan-segan untuk mengatakan padanya bahwa harta yang dimiliki oleh keluarga Andrew jauh lebih banyak dari harta ayahmu!" Callum mengatakan itu dengan penuh penekanan. "Ayahku tidak akan melakukan hal itu lagi. Sekarang kamu sudah bisa tenang karena ayahku telah merestui hubungan antara aku dan Andrew. Jadi kamu tidak perlu khawatir lagi! Ayahku benar-benar telah berubah dalam memandang Andrew. Bukanlah seperti musuh, melainkan pahlawan," jawab Laura tersenyum. Membuat Callum yang mendengarnya pun ikut merasa tenang. Bersambung ✍️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD