Part 9

1409 Words
Setelah makan malam, Sean dan Alicya langsung masuk ke kamar, Alicya mendengkus karena merasa lega, ia tidak harus berhadapan dengan Noryn yang menganggapnya menyimpan kebohongan yang besar, perkataan wanita tua itu memang benar, Alicya dan Sean memang menyimpan kebohongan besar, suatu saat nanti jika semua terbongkar, semua keluarga akan sangat kecewa. "Sean!" "Hem? Ada apa?" "Aku jadi merasa bersalah." "Bersalah? Karena apa?" "Karena, kebohongan kita." Alicya menundukkan kepala. "Jangan terus memikirkannya, Alic. Grandma gak akan tahu apa yang terjadi. Namun, jika kamu bersikap seperti itu, semuanya akan terbongkar secepat mungkin, apa kamu gak bisa menikmatinya saja?" tanya Sean. "Tapi—" "Alic, lupakan saja tentang perjanjian itu, nikmati waktu dan selesaikan semuanya sampai setahun, setelah itu kita bisa berpisah." sambung Sean. "Aku selalu merasa bersalah, ketika melihat Grandma." "Sudahlah, lupakan saja! Jangan terus merasa bersalah, bukan hanya kamu yang bersalah, tapi aku juga, jadi jangan terus membuat otakku di penuhi dengan keluhanmu, pekan besok kita akan ke Villa Jelmz, aku ada pertemuan dengan kedua sahabatku, mereka ingin mengenalmu." kata Sean. "Bagaimana dengan Grandma?" "Kita gak akan bertemu Grandma selama beberapa hari, karena kita akan menginap di sana selama beberapa hari." jawab Sean. "Itu akan lebih bagus, agar kamu gak harus merasa bersalah setiap kali bertemu Grandma." "Baiklah." jawab Alicya. ______ Sean dan Alicya kini berada di tengah perjalanan menuju Villa Jelmz yang ada di pulau sebelah, pertemuannya dengan Yose dan Gerald memang sering di lakukan di Villa tersebut. Namun, untuk kali pertamanya, ia berkunjung ke Villa itu dengan membawa seorang istri bersamanya. Alicya merasa lega karena sudah keluar dari kawasan mansion, yang artinya ia tak lagi merasakan deru nafasnya mendesis karena segan pada Noryn, yang tak pernah mau melihatnya. "Apa kamu setakut itu pada Grandma?" tanya Sean, menoleh ke arah Alicya. "Hem? Takut? Aku gak takut, Sean, hanya saja aku segan pada Grandma, rasanya sesak sekali jika berada di mansion tanpa kegiatan." jawab Alicya. "Sama saja, Alic, aku sudah bilang, 'kan? Nikmati saja waktu berjalan, kamu gak akan merasakan waktu terlalu lama, jika kamu membuang jauh pikiran bersalahmu dan lain-lain." "Melihat Grandma, aku memang sering kali merasakan hal itu, Sean." "Karena itu, aku membawamu pergi bersamaku. Agar kamu gak terlalu berpikir." "Tapi, Sean—" "Ada apa?" "Kenapa harus bertemu temanmu di Villa? Kenapa gak di Manhattan saja?" "Aku tahu, kamu pasti akan menanyakan itu, aku sudah sering bertemu mereka di Villa, sekalian liburan dan menghabiskan waktu bersama mereka adalah tujuan utamaku, karena aku sudah lama gak berkunjung ke Villa itu, aku memutuskan untuk berkunjung kesana." "Apa yang harus aku lakukan?" tanya Alicya. "Bermesraan denganku." "Apa? Dasar mesum." umpat Alicya. "Setahu mereka, aku menikah terkesan mendadak dan mungkin hanyalah permainan, aku gak mau sampai mereka tahu, jika pernikahan kita memang  permainan, aku ingin semuanya berjalan sempurna, jika kamu gak bersikap mesra terhadapku, mereka akan curiga, karena mereka paling tahu, aku orangnya seperti apa." "Apa harus?" "Tentu, di haruskan, bukankah itu tertulis dalam surat perjanjian kita? Lakukan apa yang aku suruhkan begitupun sebaliknya. Dan, selalu lah bersikap lebih mesra untuk membuat orang percaya." "Baiklah, hanya mesra, 'kan? Gak sampai harus melebihi mesra." "Iya, Alicya. Kau pikir aku pria seperti apa?" "Menurutku, kamu pria normal." kekeh Alicya, membuat Sean menggelengkan kepala. "Aku memang pria normal. Namun, aku gak mungkin mengingkari kesepakatan kita." jawab Sean. ______ Di mansion, keluarga Steel kini tengah berbincang, Razelia, sesekali memijat pundak sang Nenek, yang merasa kegerahan dan kecewa karena Alicya dan Sean berpergian, ketika ia berada di mansion untuk waktu yang agak lama. "Grandma, biarkan Sean dan Alicya berbulan madu." kata Razel, merayu sang Nenek. "Benar kata Razel, Mom, lagian bukannya Mommy menginginkan cucu buyut?" tanya Jane. "Iya, Mom memang menginginkannya." "Terus, apa masalahnya?" tanya Jane. "Mom ingin mereka berdua itu di mansion saja." jawab Noryn. "Bukannya Mom gak menyukai Alicya?" tanya Paula. "Apa Mom pernah mengatakan kalau Mom gak menyukainya? Mom hanya ingin melihat menantumu itu memang wanita yang baik." "Tapi, Alicya memang wanita yang baik, Grandma!" Razel menimpali. "Baiklah ... kalian memang sangat susah mengerti perasaanku." kata Noryn, beranjak dari duduknya dan meninggalkan Razel, Paula juga Jane. "Mommy mau kemana?" tanya Jane. "Mom mau tidur saja." jawab Noryn, tanpa berbalik. "Jane, Mom jadi sensitif, ya." kata Paula. "Iya, Paula, gak tahu juga, tapi semenjak Sean menikah, Mom jadi selalu gelisah." jawab Jane. "Wajar, sih, menurut Razel, karena Grandma pernah merasakan pengkhianatan dari mantan kekasih Sean, itu, kan, sakit banget." sambung Razel. "Tapi, kejadian itu sudah sangat lama, Sayang." jawab Paula. ______ Sean dan Alicya sampai di Villa Jelmz, di mana Gerald dan Yose sudah menunggu. "Kamu tetap di sini, biar aku membukakan pintu." kata Sean, lalu turun dari mobil dan memutari mobilnya, membuka pintu untuk Alicya, itu semua hanya sekedar memperlihatkannya kepada Yose dan Gerald, betapa tulusnya Sean mencintai Alicya, yang kini sudah menjadi istrinya. "Terima kasih, Sayang!" kata Alicya. "Kalian sudah lama sampai?" tanya Sean. "Sudah, sekitar tahun lalu." jawab Yose, kesal. "Apaan, sih, Yose, kamu mengada-ngada." kata Gerald. "Perkenalkan, ini istriku." kata Sean. "Hai, namaku Gerald dan ini Yose." kata Gerald. "Hai juga, aku Alicya." jawab Alicya. "Ya sudah ... kita masuk dulu." ajak Sean, lalu berjalan memasuki Villa miliknya. "Alicya, di mana kamu dan Sean bertemu pertama kali?" tanya Yose, yang mulai menginterogasi Alicya, seperti apa yang di rencanakannya. Yose hanya ingin memastikan tak ada permainan yang di sembunyikan Sean pada dirinya dan juga Gerald. "Yose, biarkan mereka beristirahat dulu." Gerald menimpali. "Aku dan Sean bertemu secara kebetulan, dia hampir menabrakku ketika aku sedang menyeberang jalan dan aku pingsan tepat di depan mobilnya, esok paginya ketika aku terbangun, aku sudah berada di penthousenya." jawab Alicya. "Entah kekhilafan apa yang ada di pikiranku, tapi kami menikmati malam panas berdua." Sean menimpali, membuat Alicya Menatap Sean penuh pertanyaan. "Dan, pada saat itu kalian tak saling mengenal?" tanya Gerald, penasaran. "Of course, aku belum tahu namanya. Namun, pikiranku mengatakan dia terlalu cantik dan menawan." "Wah ... kamu khilaf?" tanya Gerald lagi. "Khilaf? Jika, aku khilaf, aku gak mungkin menikmatinya." kekeh Sean, merangkul pinggang Alicya. Alicya merasakan bulu kuduknya berdiri seketika, karena sentuhan Sean begitu membuatnya melayang, apalagi di pinggang rampingnya yang sedikit terbuka, sampai tangan Sean mengenai kulit putihnya. "Itu benar-benar pertemuan singkat, Sean." kata Gerald. "Malam itu pun, aku merasakan ada keanehan dalam diriku, sepertinya aku ingin terus bertemu dengan pria yang merebut keperawananku, aku kembali ke penthouse nya dan—" Alicya menghentikan kalimatnya, sepertinya ia tak sanggup menjelaskan. "Dan, apa, Alicya?" tanya Gerald. "Dan, kami kembali melewati malam panas untuk kedua kalinya." jawab Sean. "Aishh ... aku benar-benar gak habis pikir, kamu menikmati dua malam yang panas bersama wanita yang gak kamu kenali." geleng Gerald. "Yose, kenapa kamu diam saja?" tanya Gerald. "Hem? Oh ... aku diam, karena pertanyaanku sudah terjawab, bukan?" tanya Yose. "Terus, mengapa kalian memutuskan menikah?"  Secepat itu? "tanya Gerald. Sean mengeratkan pelukannya, sedangkan Yose menatap sentuhan tangan Sean di pinggang Alicya. Alicya ingin sekali menghindari sentuhan tangan Sean. Namun, ia tak bisa melakukannya, ia harus membuat semuanya terlihat nyata di depan kedua teman suaminya itu. "Aku merasa nyaman, dua malam yang aku lewati bersama Alicya, terlalu sulit untuk di lupakan, aku pun memberanikan diri bertemu kedua orang tuanya dan melamarnya." jawab Sean. "Wah ... itulah pria sejati." kata Gerald. "Dia terlalu mengagumiku." sambung Alicya, membuat tatapan mata Sean berubah menjadi lebih serius. "Haha ... benar katamu, Alicya, aku gak pernah melihat Sean senekad itu, jika gak mencintaimu." sambung Gerald. "Karena itu, aku menikahimu, Sayang." kata Sean, mendekatkan wajahnya dengan wajah Alicya dan mengecup mesra pipi Alicya. "Kalian jangan melakukannya di sini, kami masih jomblo." kekeh Gerald. Alicya membiarkan Seaj kali ini, karena tak ingin terlihat palsu di depan Gerald dan Yose. Itulah tujuan mereka sebelum sampai di Villa ini. "Aku berganti pakaian dulu, ya." kata Alicya. "Kamarnya di mana?" "Aku akan mengantarmu." kata Sean, beranjak dari duduknya dan menggenggam tangan Alicya. "Kalian ganti baju dulu, jangan sampai membuat kami menunggu, kita harus minum, untuk merayakan pernikahanmu." kata Gerald. "Of course, Kawan." jawab Sean. Sanpai di kamar, Alicya melepas genggaman tangan Sean. "Lepaskan aku! Dasar m***m! " kata Alixya. "m***m? Bukankah kita sudah sepakat untuk terlihat mesra di depan mereka?" tanya Sean. "Tapi, kamu mengecupku." "Bibirmu saja adalah milikku, Alic." kata Sean. "Sejak kapan kamu berpikir seperti itu?" "Sejak aku menikahimu! Apa pun yang ada di dalam dirimu adalah milikku, itu lah keuntungan yang harus aku dapatkan." "Kamu—" "Diamlah, Alic! Nikmati saja, semua akan berlalu juga, 'kan?" Alicya mendengkus dan masuk ke kamar mandi, untuk mengganti pakaiannya. Alicya tak menyangka jalan pikiran Sean, yang selalu melakukan apa pun seenak jidatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD