Jimmy tidak menceritakan pada siapapun hal aneh yang baru saja diketahuinya. Banyak pertanyaan yang silih berganti menghantui pikirannya. Bagaimana dia bisa berada di tempat yang memang sangat ingin ia datangi ketika memainkan War of Aeolian? Kenapa harus dia yang berada di tempat yang menurutnya hanyalah rekayasa pencipta game War of Aeolian, sementara yang memainkan game tersebut tidak hanya dia seorang? Apakah yang dialaminya ini benar-benar nyata? Atau hanya mimpi sesaatnya dan dia akan kembali ke dunia nyata saat terbangun nanti? Jimmy yakin pasti ada alasan kuat entah itu takdir atau seseorang yang mengirimkannya ke sini. Jimmy yakin tidak ada sesuatu hal yang terlalu kebetulan di dunia ini. Semua hal yang terjadi di dunia pasti ada alasannya.
Jimmy mencoba mengingat permulaan dia memainkan game War of Aeolian. Dia mencoba mencari kesamaan dunia lain yang sedang dihampirinya ini dengan yang ada di dalam game. Sabana tempatnya tadi tersadar dari pingsan merupakan padang rumput yang selalu ditampilkan di awal permainan. Setelah itu barulah legenda tentang War of Aeolian diceritakan di awal pembukaan game oleh sebuah suara dalam pria dewasa yang khas. Jimmy suka sekali membaca dan menonton video pembukaan game tersebut. Ketika kebanyakan pemain melewati legenda War of Aeolian, tidak halnya dengan Jimmy. Remaja itu dengan sabar menunggu hingga video selesai diputarkan. Karena dari video itulah sedikit banyak dia bisa menemukan teka teki tersembunyi yang ada di dalam permainan, sekaligus melihat secara jelas dan mempelajari karakter-karakter hero beserta hubungannya satu sama lain yang ada di dalam game.
Tanpa disadari oleh Jimmy musik instrumental yang sangat khas saat game War of Aeolian mulai dimainkan tiba-tiba terdengar di telinganya. Musik itu mengantarkan Jimmy pada perjalanan panjangnya dalam memainkan game yang masih belum bisa diakhirinya hingga detik ini. Jimmy mencoba mengingat momen saat Jim Dye bertemu Travol pertama kali. Artinya permainan baru saja dimulai di level terendah.
Bisa dibilang game War of Aeolian termasuk RPG populer paling tua di kelasnya. Bila dibandingkan dengan game lain zaman sekarang, jelas desain grafiknya masih kalah jauh. Namun bila dibandingkan dari segi cerita mungkin War of Aeolian adalah yang terbaik dan terkesan mendekati nyata. Hal itu yang membuat Jimmy begitu tertarik pada game ini. Sejak awal memainkan game tersebut Jimmy tidak hanya sekedar tertarik memainkannya seperti game-game lainnya. Lebih dari itu Jimmy sangat ingin tahu kebenaran dari cerita yang selalu diputar di dalam video pembuka. Rasanya terlalu nyata hanya untuk sebuah game ciptaan manusia.
Kalau memang kehidupan di dunia lain yang sedang didatanginya ini persis seperti dunia game yang biasa ia mainkan, kemungkinan besar Jimmy pasti bisa melalui tahap demi tahapannya. Dia masih mengingat dengan sangat baik alur permainan serta karakter-karakter lain yang terlibat dalam permainan. Jimmy berharap dia bisa menjalani kehidupan barunya di dunia lain ini semudah dia memainkan permainan War of Aeolian. Bila dia telah berhasil merebut pasir Aeolian dari tangan Lord Ivejorn, Jimmy akan menggunakan salah satu keajaiban sihir pasir Aeolian untuk kembali ke dunia nyata. Dia tidak ingin berlama-lama terjebak di dunia yang begitu asing baginya. Dia merindukan orang tua dan kehidupannya. Meskipun sepi dan sunyi, tapi Jimmy sangat mencintai kehidupannya itu.
Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya Jim Dye dan Travol sampai di sebuah desa terpencil bernama Snow Village. Meski arti dari nama desa itu adalah desa salju, tapi di desa ini sama sekali tidak ada turun salju. Bahkan air bersih pun sukar sekali didapatkan. Desanya sangat kering kerontang. Hewan ternaknya kurus-kurus dan kelihatan sangat kurang gizi. Desa ini memang terletak di pinggiran jauh dari pusat kerajaan. Desa ini jarang dilalui oleh pebisnis lintas wilayah kerajaan dan juga memiliki jarak yang sangat jauh dengan desa lainnya. Belum lagi monster dan perampok tersebar di mana-mana. Sehingga membuat penduduk desa lain ataupun pebisnis dari kota maupun desa lain enggan melewati Snow Village dan sekitarnya.
“Apa kau tidak merasakan panas dan haus, Jim?” tanya Travol.
“Tentu saja. Aku hanya manusia biasa. Apalagi perjalanan yang kita tempuh tadi sangat panjang.”
“Kalau begitu kita coba ke kedai itu untuk mencari makanan atau minuman.”
“Hey, tunggu! Bagaimana kalau di dalam kedai itu ada monster seperti yang kita temui saat perjalanan tadi?”
Travol sontak terbahak mendengar pertanyaan Jim Dye. Tadi selama perjalanan mereka diganggu beberapa kali oleh kawanan monster dan perampok. Merasa tidak memiliki daya dan upaya mereka memutuskan kabur.
“Monster tidak akan punya nyali menampakkan wujudnya di wilayah manusia. Sementara perampok tidak akan pernah mengganggu kita karena tahu kita miskin.”
“Apa kau yakin soal itu, Trav?”
“Tentu saja. Ayolah, katanya kau haus? Apa kau mau mati sekarang karena terlalu lama menahan rasa haus?”
Jim Dye lalu mengangguk setuju dan berjalan di belakang Travol. Kepalanya tak hentinya melihat ke sekitar dengan tatapan penuh awas. Dia harus waspada selama berada di dunia lain ini. Di dunia lain ini isinya tidak hanya makhluk hidup berupa manusia, hewan dan tumbuhan saja yang hidup di dalamnya. Banyak sekali makhluk-makhluk yang bukan termasuk makhluk hidup tetapi hidup dan nyata adanya di dunia lain ini. Jim Dye lalu menyebut dunia lain yang sedang diarunginya ini dengan nama Dunia Aeolian.
Di dalam kedai yang hampir reot itu Jim Dye dan Travol disambut oleh seorang kakek-kakek yang memiliki tubuh kekar dan mengerti kedatangan dua pemuda di hadapannya ini dari radius jarak 50 meter.
“Aku sudah dengar dari salah satu monster kecil yang mengganggu kalian di hutan. Katanya kalian pemuda pengecut yang bisanya hanya lari menghadapi monster kecil berupa lobak terbang,” kata sang kakek yang belum diketahui namanya itu. Kemudian kakek tersebut menertawakan hal memalukan yang dilakukan oleh Jim Dye dan Travol.
“Bagaimana kami tidak memutuskan lari kalau yang dihadapi adalah monster? Meski hanya monster kecil, mereka tetaplah monster yang mampu membuat kami celaka. Ditambah lagi kami tidak punya senjata apa pun yang bisa digunakan untuk melawan mereka yang jumlahnya melebihi kami,” jawab Travol tidak terima ditertawakan.
“Memangnya kamu tidak punya kemampuan bela diri atau ilmu sihir untuk menaklukkan mereka?”
“Aku tidak punya. Kalau aku punya untuk apa juga aku kabur, Pak Tua.”
“Hey! Jangan sembarangan memanggilku Pak Tua! Itu tidak sopan. Aku punya nama. Kalian bisa memanggilku Kakek North.”
“Tapi kau lebih pantas dipanggil Pak Tau daripada nama itu. Nama itu terlalu bagus untukmu.”
Jim Dye memukul bagian belakang kepala Travol. Meminta temannya itu untuk berhenti melakukan tindakan konyol di tempat asing seperti ini. “Apa kau tidak takut? Bagaimana kalau seandainya kakek itu jelmaan monster yang jauh lebih besar dan berbahaya dari pada lobak terbang yang banyak kita temui di hutan tadi?” ucap Jim Dye sambil berbisik.
“Hentikan candaanmu, Jim! Itu sama sekali tidak lucu,” dengus Travol.
Jim Dye meluruskan tindakan Travol yang tidak sopan menurutnya. “Maafkan atas kelancangan temanku ini, Kek. Dia tidak bermaksud menyinggung perasaan kakek. Dia hanya bercanda. Hanya saja bercandanya kelewatan karena mungkin dia sedikit stress akibat kelelahan dalam perjalanan,” ucap Jim Dye sopan.
“Ya, ya, ya… Aku mengerti. Kau pemuda yang memiliki tingkat kesopanan sangat baik. Tidak seperti kebanyakan pemuda di wilayah sekitar, salah satunya temanmu itu.”
“Kau menghinaku, Pak Tua?” sahut Travol.
“Hentikan, Travol!” cegah Jim Dye mulai muak pada sikap Travol yang jauh dari kata sopan dan tidak menghormati lawan bicaranya yang lebih tua.
“Katakan dari mana asalmu, pemuda? Apa kau termasuk ksatria, atau dari golongan ahlli sihir atau bahkan memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga kerajaan?” tanya Kakek North tidak memedulikan lagi soal sikap Travol yang menurutnya sudah biasa dan banyak dimiliki oleh pemuda di Snow Village.
Jim Dye tercengang. Dia sendiri bingung harus menjawab apa bila ditanya soal asal usulnya. Kemudian Travol menengahi dengan menyebutkan nama desanya dan mengatakan bahwa mereka berdua berasal dari desa yang sama.
“Asal kalian cukup jauh. Desa tersebut bukan termasuk wilayah kerajaan Chazia Empire. Apa tujuan kalian memasuki wilayah kerajaan lain yang letaknya sangat jauh ini? Apa kalian ingin mempelajari ilmu sihir dari ahli sihir yang ada di wilayah Chazia Empire?”
“Kurang lebihnya seperti itu. Aku juga ingin mendapatkan pengalaman tak terlupakan dari perjalanan panjang ini,” jawab Travol. Kali ini dia bisa berbicara lebih sopan setelah mendapatkan peringatan beberapa kali dari Jim Dye.
“Apa kau tahu, di mana aku bisa menemukan pasir Aeolian?” tanya Jim Dye dengan ekspresi wajah serius.
Pertanyaan Jim Dye membuat Kakek North tercengang. Sementara Travol bersikap santai menghadapi pertanyaan Jim Dye karena memang pemuda itu tidak tahu apa-apa soal pasir Aeolian. Kemudian Kakek North menggeleng berkali-kali dan menyingkir dari hadapan Jim Dye.
“Kalau kalian butuh air bersih untuk diminum, kalian bisa mendapatkan dari sumur yang terletak di belakang kedaiku. Tapi hati-hati tergelincir karena tempatnya licin.” Setelah mengatakan hal itu Kakek North melesat pergi.
“Kalian santai-santai saja dulu di kedaiku. Aku akan kembali nanti menjelang matahari terbenam,” ujar Kakek North dari luar kedai lalu bayangannya tidak kelihatan sama sekali.
~~~
^vee^