Praakk...
Pigura foto besar pernikahan mereka tiba-tiba terjatuh dari atas dindingnya. Foto yang biasa tertata sangat rapi kini tiba-tiba jatuh. Mengejutkan claudia yang sedari tadi susuk santai nya di atas ranjang. Sembari menyandarkan punggungnya di kepala ranjangnya. Dia duduk, sembari membaca buku n****+ yang dia suka. Sebuah n****+ yang akan jadi projeck terbarunya. Iya, dia akan syuting drama lagi setelah drama dengan suaminya selesai. Sebuah drama yang diangkat dari n****+ populer. Dan, kali ini dia ingin lebih menjiwai peran yang akan diperankan nantinya. Sebagai tokoh utama yang lugu dan tegas.
Saat dia sibuk membaca. Kedua matanya melotot dan hampir saja keluar dari kerangkanya. Saat melihat pigura miliknya pecah berantakan di lantai. Detak jantung Claudia semakin berdetak cepat. Perlahan tubuhnya seketika lemas. Hatinya merasa sangat cemas. Claudia bingung apa yang dia rasakan. Kenapa bisa seperti ini.Dia merasakan hal ini sudah dari beberapa bulan lalu. tetap saja dia tidak bisa tenang saat Agra belum juga pulang. Emm.. Mungkin memang gang perasaan seorang istri yang khawatir dengan suaminya Takut dia kenapa-napa. Hanya itu yang selalu dia katakan pada dirinya sendiri.
"Apa yang terjadi?" tanya Claudia, beranjak dari ranjangnya. Langkah kaki putih dan jenjang itu melangkah perlahan. Dia sengaja berjalan hati-hati menghindari pecahan kaca yang berserakan di lantai.
Claudia duduk jongkok, mengambil foto pernikahannya. Perasaannya semakin campur aduk. Entah kenapa hatinya tiba-tiba sangat sakit. Sekujur tubuhnya gemetar. Lemas. Nafasnya tersendak, dia tidak bisa akagi bernapas normal.
"Ah.. Lupakan saja. Mungkin memang tadi ada cicak yang hinggap di sana." gumam Claudia mencoba menghibur sendiri. Meski wajahnya tiba-tiba terlihat sedih. Claudia bangkit dari duduk nya. Dia meletakan kembali goto itu di atas meja.
Claudia kembali duduk lagi, mencoba untuk menenangkan dirinya. dia meraih satu gelas air putih. Jemari lentik dengan cat pink di kukunya, mulai mencengkeram gelas putih. Dua mengambilnya. Menariknya perlahan. Hingga Menghabiskan setengah gelas.
Claudia bangkit lagi dari duduknya. Kali ini dirinya semakin cemas dengan keadaan suaminya. Dia takut jika ada pertanda buruk nantinya.
"Kemana Agra pergi? Kenapa belum juga pulang." Claudia berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya. Dengan baju tidur khas miliknya. Tidak terlalu terbuka, dan sedikit panjang. Wajahnya terlihat sangat cemas. Berkali-kali pandangan mata Claudia menatap ke arah ponselnya yang masih tergeletak di atas ranjangnya. Tidak ada tanda-tanda panggilan darinya. Bahkan ponselnya dari tadi sunyi. Beberapa kalau orang menghubunginya juga bukan suaminya. Tetapi, manajer dan temannya.
Claudia semakin cemas. Dia mencengkeram jemari-jemari tangannya. Mencoba menghilangkan rasa cemasnya yang kini sekalian menjadi. Claudia, membuka sedikit kelambu putih tebal dengan renda-renda tipis, menutupi dinding kaca kamarnya. Dia mengintip sekilas. Lalu mengeluarkan napas kasarnya berkali-kali.
Pandangan matanya lurus menatap ke arah teras rumahnya. Tidak ada tanda-tanda jika Agra pulang. "Kenapa dia lama sekali? Apa perlu aku telpon taman crew lainya. Mungkin mereka masih makan-makan." gerutu Claudia, kedua tangannya gemetar. Dia tidak berhenti bergerak. Dengan tangan yang tak bisa diam, Claudia mengambil ponsel di atas ranjangnya. Tangannya terasa sulit menegang ponselnya. Dia mencoba untuk tetap tenang. Sembari mencari nomor teman-teman di lokasi syuting. Semua dia kirimkan chat. dan, hanya beberapa yang langsung dibalas.
Salah satu dari mereka membalas jika Agra sedang mengantar Fely pulang. Seketika Claudia menghela nafasnya. Entah itu dia merasa lega, atau curiga padanya. Tapi, sama sekali claudia tidak pernah berpikir curiga atau aneh-aneh pada suaminya. Dia selalu percaya padanya. Meski, terus terang Agra memandang Fely dia selalu menganggap itu hal biasa. Dan, berulang kali temannya mengingatkan dia agar hati-hati. tapi, dia acuh dan tidak peduli. Claudia selalu bilang jika suaminya pasti setia. Dia tahu jika suaminya sangat mencintai dia. Di Pikirannya tidak akan mungkin sama sekali jika suaminya mengkhianatinya.
entah dirinya yang terlalu polos. Atau dirinya tak mau tahu urusan suaminya. Banyak teman yang bilang jika dirinya telah bodoh. Tapi, Claudia terasa nyaman dengan itu. Dia tidak mau berpisah dengannya. Karena dia yang memilihnya. dia juga yang harus menanggung semua resiko nantinya. Karana sebelum menikah. dia sudah bertekad jika inilah keinginannya. Inilah pilihannya. baik buruknya nanti, pasti akan diterima.
Claudia menghela napasnya, dia beranjak duduk. Tangan kanannya perlahan menjatuhkan ponselnya di atas ranjang. Tubuhnya seketika lemas. Meski sedikit lega. Jika suaminya baik-baik saja.
TIt.. Tit..
Suara klakson mobil. Dia tahu itu mobil siapa? Iya, itu pasti Agra. Di pikirannya hanya diam Apalagi dia tahu itu suara mobilnya. Dia jaga betul saat dirinya jalan berdua naik mobil pemberiannya.
Claudia tersenyum tipis. Dia mencoba tersenyum. Meski dia juga tidak tahu kenapa hatinya masih terasa sakit tersayang-sayang. Dan, ini terjadi tidak sekali, tapi berkali-kali di saat Agra pulang telat.
Claudia segera berlari keluar dari kamarnya. Dia mencoba tersenyum, menuruni anak tangga. Berjalan menghampiri suaminya yang baru saja masuk ke dalam rumahnya.
"Sayang... Kamu dari mana saja?" tanya Claudia. Dia meraih kerah kemeja Agra. Kemeja yang kini terlihat sangat kusut dan berantakan. Bahan, rambutnya juga sedikit berantakan. Claudia melirik sekilas leher Agra yang terlihat ada cap merah. Hatinya seketika hancur. Claudia tidak tahu ada apa dengan dirinya.
"Apa ini?" tanya Claudia menyentuh cap merah di leher Agra.
"Eh.. Ini, tadi aku mau pulang. Terus, aku gak lihat ada besi, sampai menyentuh leherku. Ininseidkit biru, taoj sakit. Tapi, untung saja besi itu tumpul dan aku tidak berlari saat menabrak besi itu." ucap Agra verlasan. Dia memeluk tubuh istrinya, mengecup keningnya lembut. Mengusap kepalanya.
Aroma khas parfum alang-alang seorang wanita dengan bau bunga yang begitu menyejukkan pikirnya. Claudia mendekatkan wajahnya, menghirup dalam-dalam bau baju yang seperti baju wanita.
"Parfum siapa ini?" tanya Claudia. Tanpa rasa curiga dia bertanya pada Agra.
"Parfum, Fely. Tadi aku mubta parfumnya. Lagian, aku pulang terlihat bau dan kucel. Jadi aku minta parfumnya tadi."
"Emm.. Tadi kata salah satu crew jika kamu sedang mengantar Fely juga? apa benar?" tanya Claudia.
"Apa kamu cemburu?" goda Agra, menyentuh dagu Claudia.
"Didi sayang, kamu itu wanita paling cantik yang pernah kumiliki. Aku beruntung bisa mendapatkanmu. Disaat banyak artis yang berlomba ingin mendapatkan kamu. Dan, aku akhirnya dagang sebagai pemenangnya yang bisa meluluhkan hatimu." Agra, menyentuh kedua pipi Claudia. telapak tangannya itu mulai sedikit menekan pipinya. Kaki melangkah perlahan sedikit mendeka.
"Jangan cemberut terus. Lagian aku hanya mengantar dia. Udah, sekarang ayo kita tidur." ucap Agra, mengusap ujung kepala Claudia. Dan segera berjalan meninggalkan istrinya.
"Sayang.. Tunggu!" Claudia berlari, memeluk tubuh Agra dari belakang.
"Jangan tinggalkan aku!" ucapnya lirih.
"Claudia, apa yang kamu maksud?" tanya Agra, dia melepaskan kedua tangan yang merengkuh perutnya. Dia membalikkan badannya, kedua tangannya mulai mencengkeram lengan Claudia. Mencoba berbicara dari hati ke hati padanya.
"Didi.. Kamu pikir aku akan meninggalkan kamu?" tanya Agra. "Gimana bisa kamu berbicara seperti itu, cantik!" Agra mengusap lembut pipi kanan Claudia.
"Jangan pernah berpikir lagi aku akan meninggalkanmu. Aku akan selalu ada untuk kamu. Dan, aku juga sangat mencintai kamu." Jari-jari kekar itu mulai menyentuh ujung kepala Claudia, mengusapnya hingga ujung rambut bawahnya sepunggung miliknya.
"Aku akan terus mencintai jamu, Agra." Claudia tidak berhenti berkata cinta. Dia merasa semakin hari semakin dia kehilangan agra. Tetapi, dia tidak pernah sedikitpun merasa sedih saat bersamanya Rasa curiga mulai muncul saat dirinya mulai tidak ada harapan lagi.
"Udah, sekarang ayo tidur
"Agra... tapi aku tidak bisa..."
Agra, tanpa banyak bicara lagi. dia mengangkat tubuh Claudia. Berjalan dengan langkah ringan menuju ke kamarnya. Kali ini kamarnya sendiri yang sebelumnya suda disiapkan untuk Agra dan seseorang yang kini ada di depan matanya.
"Agra membaringkan Claudia di atas king size miliknya. Bukanya bermanja berdua. Agra, menarik selimut tebal berwarna biru itu menutupi ujung kaki sampai dadanya. Sebuah kecupan mendarat di keningnya.
"Tidurlah! Aku mau mandi dulu." ucap Agra. Dia membalikkan badannya. Dan, dengan cepat Claudia meraih pergelangan tangan Agra.