04

1288 Words
Lucas menatap kondisi Clara sejenak lalu kembali menyeret Clara ke kamar, menghempaskannya di lantai kamar dengan kasar. "Kau masih ingin kabur, Clara?" Clara tak menjawab, yang terdengar hanya isakan lirih. "Clara." Lucas menggertakkan giginya. Masih tidak ada jawaban. "Clara!" bentak Lucas sambil menjambak rambut Clara kuat, mendongakkan kepala Clara ke arahnya. "Masih kurang dengan hukumanmu?" Clara masih bersikukuh tidak mengeluarkan suaranya, enggan mengatakan sepatah kalimat pun. "Clara, kau mengujiku lagi? hem?" Lucas mencoba bertanya dengan nada yang lebih pelan. Clara masih tetap tak menjawab. Lucas menunduk lalu menggigit bibir bawah Clara. "Jawab, Clara." Clara menjawabnya dengan menangis tergugu, tubuhnya menggigil. Lucas menghela nafas di atas bibir Clara, bibirnya membungkam bibir Clara yang dingin. Melumatnya pelan, menyalurkan kehangatan di mulutnya kepada Clara. Lidahnya mengabsen deretan gigi Clara yang rapi, tangannya menarik Clara agar mendekat ke arahnya. Memeluk tubuh Clara yang menggigil. Clara merintih pelan, merasakan pelukan Lucas yang lembut, tapi terasa menyakitkan di tubuhnya. Digigitnya lidahnya hingga berdarah, tanda penolakan terhadap ciuman Lucas. Clara tak mampu mendorong tubuh Lucas, jalan satu-satunya yang bisa dilakukannya hanya menggigit lidahnya sendiri. Saat merasakan bau anyir darah, Lucas menyudahi ciumannya, di tatapnya Clara yang menatapnya dengan mata sayu. Meskipun Clara sudah mencoba setajam mungkin, tapi kebanyakan menangis membuatnya matanya sayu dan tampak mengantuk. Tubuhnya sakit dan perih dimana-mana. Sepertinya berjalan ke atas ranjang sudah tak sanggup lagi. Bagaimana ia mengganti bajunya? Clara menggigit kecil bibir bawahnya. Untuk duduk saja rasanya sudah tak sanggup. Lucas menggendongnya dan meletakkannya di atas ranjang, ia ingin menolak tapi tenaganya habis terkuras. Lucas berdiri, mengeluarkan ponselnya dan menelpon maid, menyuruh mereka membawakan makanan dan air hangat. "Untuk saat ini jangan memakai apapun," ucapnya sambil membuka pakaian Clara. Clara menggeleng lemah untuk menolak, tak ingin tubuhnya dilihat dan di sentuh oleh Lucas. Tidak berapa lama setelah Lucas menelepon maid, pintu terbuka dan menampilkan dua wanita yang berpakaian hitam putih, para maid itu terdiam sesaat sebelum memutuskan masuk untuk mengantarkan pesanan Lucas. Setelah mengantarkan itu, maid langsung pergi. Clara ingin menyuruh mereka tinggal untuk membantunya membersihkan diri, ia tidak mau Lucas yang membersihkan tubuhnya, tapi suaranya tercekat di tenggorokan. Lucas mengambil handuk kecil, mencelupkannya di air hangat lalu membasuh tubuh telanjang Clara. Clara merintih kesakitan saat air itu mengenai luka-luka tubunya. Lucas menunduk, mengecupi tubuh Clara yang penuh luka, kecupannya berhenti lama di p******a Clara. Memainkan bukit kembar Clara dengan lidahnya. "Lucas..." Clara mencoba mendorong kepala Lucas dari payudaranya. Tangannya yang lemah tidak memberikan efek apapun terhadap Lucas. Kini tangan Lucas meraba pelan perut rata Clara yang penuh luka, tangannya memainkan pusar Clara. Puas dengan bukit kembar Clara, Lucas beralih mencium bibirnya. Tidak seperti tadi, ciuman ini terasa sangat kasar, Lucas menggeram. Tangannya yang berada di pusar Clara semakin turun ke bawah. Clara menggeleng, tangannya mencoba menghentikan tangan Lucas yang kini sudah menjelajah tempat sensitifnya. Tempat yang hanya boleh disentuh suaminya. "Lucas ... hiks ...." Clara terisak. Jika Lucas hilang kendali, habis lah sudah. Jiwanya, masa depannya, dan hidupnya. "Lucas ... hikss ... jangan!" katanya lagi mencoba menghentikan jari Lucas yang bermain di area sensitifnya. Jika malam ini Lucas mengambil mahkotanya, Clara bersumpah akan bunuh diri. "Aku tidak tahan, Clara." Lucas menatap mata Clara yang berair. Kedua mata Lucas berbeda, bukan tajam ataupun dingin, melainkan mata seseorang yang menginginkan sesuatu dan sesuatu itu harus dituruti saat itu juga. Clara menggeleng. "Aa ... hiks ...." Clara menjerit sekuat yang ia bisa sambil menangis histeris. Hatinya tiba-tiba sakit sekali, dalam keadaan tubuhnya yang penuh luka ini, Lucas masih mau menyakitinya secara rohani. Lucas memang luar biasa. "A-aku akan bunuh diri jika kau melakukannya," katanya sambil terisak. "Aku akan bunuh diri, Lucas." Clara menggeleng saat Lucas tak mendengarkannya. Lucas membuka celananya dan Clara langsung menutup mata. Clara tak dapat melihat apapun, tapi Clara tau benda keras apa yang saat ini menekan area sensitifnya. "Lucas!" Clara menjerit sekuat mungkin dan menangis terisak-isak. Menunggu hal paling menyakitkan yang akan ia hadapi. Benda keras itu menekan area sensitifnya, mencari cara untuk masuk. Clara menutup matanya rapat, kedua tangannya terkepal lemah. Kosong... Benda keras yang menegang itu menjauh, tidak lagi menekan area sensitifnya. Terdengar deru nafas Lucas yang menggebu-gebu, terputus-putus. Ranjang di sampingnya bergoyang, Lucas merebahkan dirinya di samping Clara. Lucas memejamkan matanya rapat, mengatur nafsunya yang membara, membakar dirinya hingga hampir saja tak terkendalikan. Clara membuka matanya perlahan, lalu menoleh menatap Lucas yang masih menenangkan dirinya. Ketika Lucas membuka matanya, Clara langsung mengalihkan pandangannya guna menghindari bertatapan mata dengan pemilik manik biru itu. Lucas menarik dagu Clara ke arahnya, ditatapnya wajah Clara dengan mata yang masih diliputi nafsu. Lucas mendekat, bergerak ingin menciumnya, ia langsung menghindar tapi tidak bisa saat sebelah tangan Lucas yang lain memegang tengkuknya. Lucas menciumnya dengan kasar dan terburu-buru, hingga Clara merasa sesak, sulit mencari pasokan udara. "Maaf," kata Lucas setelah melepaskan ciumannya. Nafas Clara terengah-engah drngan keadaan bibir yang membengkak dan basah. Tangannya mengelus pipi Clara yang bengkak karena tamparannya. Clara meringis kesakitan meskipun itu hanya elusan tipis yang lembut. Lucas duduk, mengambil kembali handuk kecil dan mencelupkannya di air hangat untuk membasuh Clara. Niat awalnya memang untuk mengelap tubuh Clara, kenapa ia bisa sampai sejauh itu tadi. Benar-benar bodoh. "Biar aku saja," ucap Clara dengan suara serak. Meskipun ia tak yakin bisa duduk saat ini, tubuhnya seperti dikuliti, perih luar biasa. "Aku tidak akan hilang kontrol untuk yang kedua kalinya," seru Lucas tegas. "Jadi, diam dan menurut saja." Sambungnya kemudian. "Ahh ...." Clara mendesah kesakitan. Dan desahannya membuat mata Lucas menggelap. Diremasnya handuk di tangannya dengan kuat, lalu dibantingnya kasar ke lantai. Setelah itu Lucas berjalan ke kamar mandi, menghidupkan shower dan berdiri di bawahnya. Membasuh kepalanya agar dingin. Clara merintih saat menggerakkan tubuhnya. Apa yang dilihat Lucas dari tubuhnya yang hancur ini. Kenapa bisa-bisanya Lucas bernafsu padanya. Jika saat ini Clara dalam keadaan sehat dan masih mulus, bisa saja Lucas mengambil mahkotanya. Clara harus segera pergi dari sini sebelum Lucas mengambil apa yang paling berharga darinya. Tapi bagaimana caranya kabur dari sini? Apa Clara harus menghancurkan kaca yang ada di kamarnya ini, lalu melompat dari atas? Oke, sebut sajalah ia bisa menghancurkan kaca dikamarnya ini, lantas setelah itu? Bagaimana caranya melewati pagar yang dipenuhi CCTV? Air matanya mengalir lagi, tidak ada jalan untuk keluar. Saat memikirkannya saja sudah mendapat jalan buntu, bagaiman pula bisa berjalan dengan baik. Karena kesal ia menghapus air matanya dengan kuat, tapi langsung meringis kesakitan. Jangan pikirkan kabur dulu, yang harus dilakukannya saat ini adalah membasuh badannya yang hancur ini. Tangannya mencoba menggapai handuk kecil yang dijatuhkan Lucas. "Biar aku saja," ucap Lucas setelah keluar dari kamar mandi dalam keadaan rambut yang basah. Clara langsung menggeleng, menolak. Lucas tak menanggapi, ia berjalan kearah Clara, kembali mengambil handuk yang dijatuhkannya, mencelupkan di air hangat yang sudah hampir mendingin. Susah payah Clara mundur saat Lucas ingin membasuh badannya. "Clara ...." Lucas menatap Clara tajam. Memperingati. "Aku tidak sudi disentuh olehmu, tidak seinci pun!" Clara balas menatap tajam dengan mata sayunya. Lucas tersenyum miring. "Kau bukan orang yang bisa menentukan pilihan di sini. Dan kau juga bukan orang yang berhak memilih, mengerti?" Senyum Lucas semakin sinis. "Kau juga tidak bisa melarangku ingin berbuat apa, sudah ku katakan sejal awal. Pilihanmu adalah menerimanya, mau itu buruk atau baik." "Kenapa aku harus menerimanya? aku punya hak asasi, Lucas." Clara frustasi. Dadanya naik turun, payudaranya yang bergoyang mengalihkan mata Lucas. Lucas terpejam, ini pembicaraan serius. "Tutupi tubuhmu," katanya masih memejamkan mata. Clara yang tersadar langsung mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya, tapi selimut lembut itu bagaikan pakaian yang dipasangi puluhan paku. Terasa tajam di tubuhnya yang penuh luka. "Hak asasi itu tak berlaku lagi untukmu, Clara." Lucas berkata pelan, tidak ingin ada emosi malam ini. Emosinya sudah tersalurkan di tubuh Clara. "Jadi maksudmu sekarang aku bukan manusia lagi?" katanya dengan sinis. Lucas mengangkat kedua bahunya. "Ya begitulah," ucapnya seringan bulu. Emosinya sudah diujung batas kesabarannya, ingin melawan tapi sekujur tubuhnya sakit dan jika ia melawan, yang kalah pada akhirnya tetap dirinya juga. "Kenapa aku tak pantas?" Lucas menghela nafas. "Sebenarnya aku tak ingin mengatakannya, tapi kau yang memintanya, jika ini menyakiti perasaanmu, aku tak akan perduli," ia terdiam sejenak, menimang-nimang perkataan selanjutnya. "Kau ... sudah ku beli." Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD