0.2

531 Words
"Kak mau kemana?" Kau bertanya pada Wendy yang sedang bersiap-siap. "Pergi dengan Hani." Kau menganggukan kepala. "Ke salon?" Tentu kau dapat menebaknya. "Iya. Mau ikut?" Kau menggeleng. Percuma sebanyak apapun kau ke salon, kau tidak akan pernah secantik Wendy. Lebih baik kau di rumah mengerjakan tugas-tugasmu. Suara klakson mobil terdengar. Senyum merekah langsung terlihat di bibir Wendy. Kau melirik keluar dan melihat mobil yang beberapa hari menjemputmu –Yunki. "Katanya tadi pergi bersama Hani." "Iya tapi Yunki mengantar. Dia juga mau mengajak makan bersama dulu." Kau menatap kakak mu dengan senyum yang begitu bahagia. Setidaknya kakakmu tidak sedih seperti biasanya curhat denganmu semalaman karna begitu dinginnya Yunki. "Baguslah kalau sekarang kakak dan Ka Yunki semakin mesra." Wendy memelukmu gemas. "Kau memang adik ku yang terbaik!" Kau ikut tersenyum seraya Yunki masuk. Yunki hari ini juga terlihat makin tampan. Rambut birunya membuat dia lebih emm –memukau? Dia menatapmu sekilas dan lalu kembali menatap Wendy. Dia memberikan senyuman pada Wendy. Sudah biasa. Lagipula kan yang pacarnya memang Wendy. Bukan dirimu. "Ya sudah aku ke kamar dulu ya. Mau kembali mengerjakan tugas," pamitmu sambil berhalau begitu saja. "Eh Kau –..." Langkahmu terhenti ketika Yunki memanggil. Kau berbalik menoleh ke pasangan sejoli itu dengan bingung. Bukan hanya kau yang bingung tapi Wendy juga terlihat bingung dan sedikit terkejut. "Kenapa Yunki?" Tanya Wendy. "Adik mu tidak ikut?" Tanyanya. Kau menunjuk dirimu sendiri. "Aku? Ikut?" Yunki mengangguk. "Iya. Makan. Kau kan suka makan." Entah kau harus berterima kasih karna secara tidak langsung dia mengajakmu makan –atau harus marah karna secara tidak langsung juga dia mengejekmu. Kedua bola matamu berputar kesal sambil mengeraskan rahang. "Kau mau ikut?" Tanya Wendy. Kau tentu menggeleng. "Tidak." Tanpa menunggu balasan apapun kau langsung meninggalkan mereka pergi ke atas. Yunki menyebalkan. "Adikmu itu benar-benar tidak sopan," ujar Yunki yang masih bisa kau dengar. Wendy terkekeh. "Dia sebenarnya manis kok. Persis seperti kakaknya." Kau diam-diam menoleh melihat pasangan yang akan masuk ke dalam mobil itu. "Mana ada orang memuji diri sendiri sepertimu. Bodoh!" Yunki mengejek kakakmu –yang sebenarnya kau tahu itu hanya gurauan– karna hal berikutnya tangan Wendy sudah memeluk manja lengan Yunki. Terlihat begitu bahagia dan cocok. Kau tidak dapat membohongi dirimu sendiri kalau sebenarnya kau sedih. Kau menyukai Yunki sejak pertama Wendy mengenalkan padamu pacarnya itu. . . . . . . . . Pintu bel berbunyi. Kau segera turun dan membukanya. Pengantar pizza ada di depan rumahmu. Dia meberikan satu loyang dan menyuruhmu tanda tangan. "A-aku tidak memesan ini." "Tapi ini ditunjukan untk anda." Kau mengerucutkan bibirmu kesal. Wendy pasti yang memesannya karna khawatir kau tidak makan. Tapi tetap saja tetap membayar dengan uangmu sendiri. Kakak yang baik setengah-setengah! "Jadi berapa yang harus dibayar?" "Tidak perlu. Ini sudah dibayar." "Sudah?" Senyum mu merekah. Semoga Wendy memaafkan dirimu yang sudah berpikiran buruk tentangnya. "Oh ini ada pesan." Secarik kertas putih diberikan padamu. Kau menerimanya. Kau masuk ke dalam membawa kotak pizza itu dan lalu duduk di ruang tengah. Kau membuka pesan yang ada di sana. 0xxxxx6733x Bisa kau menghubungiku ke nomor itu? Aku butuh nomormu. Aku harap ini cukup untuk nafsu makan mu yang besar itu. Agar otakmu bisa berpikir mengerjakan tugas mu. – Yunki. *** Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD