"Kau memangnya selalu seperti ini ya?"
Kunyahan mu terhenti. Kau menatap Yunki yang ada di depanmu. Kedua tanganmu memegang burger ukuran jumbo yang sudah setengah habis.
Kau bingung.
"Apanya? Ini?" Kau menunjukan burger yang kau pegang. "Tadi kan Kak Yunki sendiri yang menyuruhku membeli yang banyak. Jadi aku membeli ukuran jumbo. Kenapa sekarang jadi malah protes sih!" Kau menggerutu pelan karna sebenarnya kau takut melihat wajah jutek nya itu.
Kau sendiri juga jadi malu karna dia mengatakan seperti itu. Sebenarnya kau tidak makan terlalu banyak kok. Hanya saja kau memang sedang lapar dan kebetulan ini dibayari pacar kakakmu. Sayang kalau disia-siakan.
Dia mendengus tanpa menjawab apapun. Malah menggelengkan kepalanya seolah kau begitu menyusahkan.
Cukup menyebalkan.
Hebat sekali kakak mu dapat bertahan selama dua tahun dengannya. Ya walaupun dia ini sangat tampan memang sih. Tapi wajah bukan segalanya.
Uang juga penting.
Dan Yunki punya keduanya.
Dia menyerahkan tisu yang ada di nampan dan memberikannya ke depanmu.
"Maksudku bukan itu. Tapi itu mulutmu penuh saus."
Kau mengambil tisu itu dan mengelap mulutmu.
Kau malu.
Pertama kau makan dengan belepotan. Kedua kau sudah menuduhnya yang tidak-tidak.
Setelahnya kau jadi kikuk sendiri tapi makan tetaplah penting. Kau mengunyah dengan hati-hati tapi ketika diam-dia melihat Yunki menatap ke luar kaca –kau mulai mengunyah dengan bersemangat lagi.
Ponsel Yunki tiba-tiba berbunyi. Di layar tertulis nama kakak mu. Dia membuka pesan dari kakakmu.
Well Yunki benar-benar menulis nama kakakmu dengan ; Wendy.
Bukankah harusnya dinamakan khusus? Panggilan sayang seperti baby, honey, jhagi, kumamon, holly?
Kau menggelengkan kepala tidak habis pikir.
"Kau kenapa?" Tanya Yunki tiba-tiba.
Kau langsung terdiam sendiri. "T-tidak apa-apa," jawabmu terbata-bata.
Dia mendengus sinis. "Kakak dan adik sama-sama aneh."
Kau kesal mendengarnya. Menatapnya dengan memincing.
"Makan saja belepotan. Merepotkan. Sama seperti Wendy, dia juga merepotkan menyuruhku menjemputmu."
Baru pertama kali ada yang menyamakan kau dengan kakakmu. Biasanya mereka semua selalu membedakan dan kau pasti akan kalah. Tapi kau tak tahu harus senang atau tidak karna Yunki menyamakan kalian melalui sisi buruk. Mengejek.
Seandainya saja sikapnya tidak seperti itu pasti dia akan menjadi sempurna sekali.
"Kau memangnya selalu seperti ini ya?" Tanyamu balik.
"Maksudmu?"
Yunki terkejut dengan perkataanmu. Menatapku bingung dengan kedua matanya yang dibesarkan –walaupun gagal karna dia terlalu sipit untuk itu. Tapi dia terlihat sangat lucu apalagi dengan bibir tipisnya itu terbuka sedikit.
Menggemaskan seperti tahu putih.
"Kau menyebalkan! Harusnya kau berbuat baik padaku, agar aku luluh dan merestui hubungan kalian. Aku kan adik pacarmu."
"Memangnya itu perlu? Toh aku dan kakak mu akan tetap bersama."
Kau menelan salivamu. "K-kau juga cuek dan jutek! Mana ada berpacaran seperti itu? Kau menulis nama kontaknya saja namanya sendiri. Kau juga selalu sibuk. Aku kadang kasihan pada kakakku."
Sejujurnya kau takut tapi kau tak mau kalah.
Yunki tidak langsung menjawab. Dia terdiam menatapmu. Membuat kau bingung dan salah tingkah. Matanya indah dan mengintimidasi. Namun berakhir dengan kekehan sombong. Dia memang tidak marah tapi senyum sombongnya itu malah lebih menyebalkan.
"Setiap orang itu berbeda."
Kau memutar bola matamu kesal. Dia tidak mau kalah. "Tapi bukan berarti kau benar!"
Dia lagi-lagi terkejut dengan caramu menjawab. Sekarang fokusnya penuh kepadamu. Dagunya menopang di tangan menatap lurus ke arahmu.
"Mungkin kalau aku berpacaran padamu, aku harus selalu menghujanimu ciuman agar kau tidak rewel seperti ini ya?"
***
Tbc