Hujan deras. Kelewat deras. Petir terdengar terus-menerus diiringi dengan kilat. Kau suka hujan tapi tidak dengan ini. Terlebih sekarang kau harus menuruni tangga dengan terburu-buru karna bunyi bel rumahmu.
Menakutkan.
Seperti film horror.
Ketika kau membuka pintu, sosok menakutkan yang seperti film horror memang benar-benar datang -Min Yunki.
Well sikap menyebalkannya memang horror.
Dan sekarang tahu putih itu basah kuyup. Seperti s**u kedelai.
"Wendy ada?" Tanya nya.
Kau menggeleng. "Masih di kampus."
Dia menghela napas kasar.
Kau melirik ke depan dan tidak menemukan mobil Yunki.
"Mobilku tadi mogok," jawabnya seakan dapat membaca pikiranmu.
Kau mengangguk. "Dekat sini?"
Dia mengangguk lagi. "Iya. Sudah diderek. Sial padahal aku ke sini untuk memberikan kejutan pada Wendy."
Kau cukup sedih mendengar itu. Tapi kau mengerti dia adalah pacarnya. "Memangnya kau tidak menghubunginya dulu? Masa tidak tahu jadwal pacar sendiri."
Dia langsung menatapmu dengan mengintimidasi.
Kau terkesiap dan menelan salivamu.
"Kan sudah aku bilang setiap orang berbeda!"
Galak sekali.
Kau menatapnya dari atas sampai bawah. "Masuk dulu keringkan baju mu lalu tunggu hujan reda atau ka Wendy pulang."
Yunki terdiam menatapmu dengan serius. "Kau sendirian di rumah?"
Kau mengangguk.
"Kenapa kau ceroboh sekali sih? Bagaimana bisa kau mengajak seorang pria hujan-hujan begini masuk ke dalam rumah sementara kau sendirian!"
Eh?
Keningmu berkerut. "Memangnya kenapa? Kalau orang lain tidak akan, tapi kan kau pacar kakak ku."
Yunki terdiam dan menunduk seperti merasa malu. "Benar juga ya. Aku pacar kakak mu." Dia tersenyum kecut.
.
.
.
.
.
.
.
Akhirnya Yunki mandi di kamar kakak mu. Dia juga mengganti bajunya dengan kaus dan celana pendek yang ada di kamar kakak mu.
Iya mereka berpacaran dan Yunki pernah menginap di rumahmu.
Setelahnya Yunki turun dengan rambut basah yang dia masih coba keringkan dengan handuk. Harum shampoo dan sabun rumahmu tercium jelas dari tubuh Yunki.
Gawat kau jadi berpikir kemana-mana.
Dia duduk di ruang tengah seraya kau membuatkan teh hangat untuknya.
Kalian duduk di sofa besar bersampingan. Kau dengan buku mu dan dia yang meneguk minumannya.
"Kau memang selalu seperti ini ya?"
Pertanyaan itu lagi. Kau menoleh kesal ke Yunki. "Apalagi sih Kak?"
"Kau dingin."
Kau nyaris terkejut dengan perkataan Yunki. Kau tertawa. "Tidak salah? Ka Yunki yang lebih dingin!"
"Memang."
Rasanya kau ingin mencekiknya sekarang. Tidak akan ada yang tahu kan? Kalian hanya berdua.
"Aku bersikap tergantung bagaimana orang itu menyikapi ku. Ka Yunki dingin -aku juga."
Yunki menganggukan kepalanya. "Aku dua kali mentraktirmu. Berarti kau juga akan mentraktirku kan?"
Kau memutar bola matamu.
"Kenapa tidak menghubungi nomorku?" Tanya nya.
Kau lumayan terkejut tidak menyangka ini akan dibahas secara langsung. "Untuk apa?"
"Aku membutuhkannya."
"Iya, untuk apa?"
"Menurutmu?"
"Kalau untuk bertanya-tanya tentang Ka Wendy, aku tidak buka jasa curhat atau call center," katamu ketus.
Yunki tertawa. Benar-benar tertawa.
Matanya menyipit dan punggung tangannya mencoba menutupi mulutnya.
Tampan.
Dia tertawa karnamu.
Bolehkah kau merasa senang untuk ini?
"Kenapa tertawa?"
"Kau lucu." Dia tersenyum padamu dan tiba-tiba mengacak-acak rambutmu.
Deg!
Jantungmu berdegub lebih kencang. Kacau. Kacau dan kacau.
Kau mencoba menepisnya Menjauh darinya.
Dia menatapmu bingung. "Kenapa?"
"D-dingin. Ka Yunki dingin."
Kau bohong. Tapi kalau terus dekat seperti itu akan membuatmu terus berdebar. Wajahmu saja sudah memerah sekarang.
"Justru itu karna aku dingin jadi aku butuh dihangatkan."
"Eh?"
Cup!
Satu kecupan mendarat di bibir mu seraya dia menarikmu mendekat dalam pelukannya. Dan ciuman itu berubah semakin intens dan semakin dala ketika bibir Yunki mulai terbuka melumat bibirmu.
Panas. Seluruh tubuhmu semakin memanas.
Kau mengais udara karna ciuman itu.
Meremas kus putih Yunki ketika lidahnya mulai menelasak masuk. Kepalamu kacau tidak benar-benar sadar apa yang terjadi dan juga merasa sesak secara bersamaan. Kau mencoba melepasnya tapi terlalu lemah karna reaksi ciuman dari Yunki.
Sampai dia melepasnya. Kau menunduk. Malu, takut dan bingung. Jantungmu seperti mau pecah. Paru-parumu seakan mau meledak. Kau gemetar merasa ngilu di seluruh tubuh.
"Berikan nomormu pada kakak ya?" Tanyanya kelewat manis.
***
Tbc