Chapter 35

1057 Words
"Moa ... " Kedua mata Nara menatap sosok yang kini tengah melayang beberapa meter di atasnya. Ujung dari pedang Moa mengkilap ke arahnya, mahluk itu dengan gerakan cepat melesat ke bawah. BRUKK!! Tubuh Nara tepat ditarik sebelum pedang milik Moa berhasil menembus gadis itu. Yooshin langsung beralih ke depan dan ia menahan Nara agar tetap berada di belakangnya. "Purnama sudah berakhir dan kini kau kembali mengincar nyawa orang-orang. Apa purnama itu membuatmu kelaparan?" ujar Yooshin. Ia tak mengalihkan pandangannya dari Moa barang sedetik pun. Ia harus tetap waspada, apalagi begitu ia melihat adanya bekas darah di tangan Moa. Sudah dipastikan kalau jejak darah yang dilihatnya bersama Nara sepanjang jalan adalah berasal dari Moa. Mahluk itu pasti diam-diam sudah menjatuhkan korban. Dari balik punggung Yooshin, Nara menatap ke arah Moa yang tampak berbeda dari apa yang biasa ia lihat. 'Inikah wujud asli dari mahluk bernama Moa? Kenapa selama berada di hutan aku tak pernah melihat sosoknya yang seperti ini? Apa dia sengaja tak menunjukkannya padaku?' batin Nara. "Yooshin, menjauhlah—" "Tidak, Nara. Aku tak akan pernah membiarkan mahluk itu mendapatkanmu lagi. Kau harus tetap di sini. Pergilah, biar aku yang menghadapi Moa." Yooshin semakin mengeratkan pegangannya pada pedang di tangannya. "Aku tidak akan pergi. Tugasku adalah—" Kalimat Nara terhenti saat pandangannya bertumbuk dengan sepasang mata berwarna biru safir itu. "Tugasku membunuh Moa," lirih Nara. Yooshin melirik Nara yang sudah beralih ke sebelahnya. "Pergi, Nara." "Tidak," tegas gadis itu. "Aku tidak akan pergi tanpamu." Moa menggeram pelan. Ia menatap kedua manusia itu bergantian dengan tatapan laparnya lalu kedua matanya berhenti tepat di Nara. Ia mulai bergerak, maju beberapa langkah seraya menyeret pedangnya. Trangggg! Yooshin kembali menangkis serangan Moa dengan sekuat tenaganya. "Takkam pernah aku biarkan kau menyentuh Nara, walau hanya ujung sehelai rambutnya. Enyahlah dari sini!" Yooshin mendorong pedang Moa dengan kuat hingga mahluk itu terdorong ke belakang. Tubuh Yooshin berputar dan ia beralih ke belakang Moa. Di saat permukaan pedangnya ia hampir menyentuh punggung Moa, mahluk itu melompatinya dan beralih ke arah lain. Yooshin lengah hanya dalam waktu beberapa detik dan kesempatan itu langsung digunakan oleh Moa sebaik mungkin. Ujung pedang biru itu kini sudah saling menyilang dengan pedang yang dipegang oleh Son Nara. "Aku tidak ingin menyakitimu di sini, jadi pergilah," ujar Nara. Namun tak ada satu pun kalimat yang keluar dari mulut Moa, karena mahluk itu kini hanya terdengar menggeram pelan. Jika diibaratkan binatang, mungkin kini Moa bisa dibilang sedang dikuasai oleh insting hewaninya. Ia seolah kehilangan kesadarannya dan membunuh siapa saja yang berada di depan kedua matanya, siapa saja yang berani mengusik ketenangannya. Ia sangat membenci hal itu. Moa menggerakkan pedangnya dan Nara dengan sekuat tenaga menangkisnya. Ia harus berkonsentrasi penuh, atau kejadian yang sama akan menimpanya untuk yang kedua kali, di mana dia akan kembali mendapatkan luka dari pedang yang ada di tangan Moa. Jika sampai itu terjadi, tidak menutup kemungkinan kalau para penduduk akan kembali mengasingkannya atau lebih tepatnya, dia akan kembali dibuang. Yooshin dengan segera beralih membantu Nara melawan serangan Moa. 'Aku tak akan menyakitimu. Aku tak bisa mengingkari ucapanku sebelumnya, dan aku yakin kau juga akan tetap memegang ucapanmu yang pernah kau katakan padaku, Moa.' Nara membungkukkan tubuhnya saat Moa melayangkan pedangnya. Yooshin bisa membaca situasinya dengan mudah. Moa hanya mengincar Nara, namun yang tidak ia mengerti adalah, apakah Moa benar-benar berniat membunuh Nara kali ini, atau memiliki tujuan lain? Yooshin tak bisa menebaknya. Moa hanya berfokus pada serangan Nara dan justru mengabaikan serangannya. Pada akhirnya Yooshin memilih untuk menyarungkan kembali pedangnya dan ia menarik bagian jubah Moa, lalu memukul wajah mahluk itu dengan keras hingga tubuh Moa limbung ke permukaan tanah. Di saat itulah, Yooshin memanfaatkan celah yang ada. Lelaki itu menarik tangan Nara dan membawa gadis pergi dari sana dengan segera sebelum Moa kembali menyerang mereka. Yooshin menoleh ke belakang dan ia sedikit bersyukur karena Moa tak mengejar mereka. Ia lalu berlari membawa Nara menuju kuda milik mereka berdua dan pergi dari tempat itu secepat yang mereka bisa. 'Ini ... aneh. Moa tak membalas seranganku, dan serangannya kali ini terasa berbeda dari sebelum-sebelumnya. Serangan Moa kali ini terasa lemah, padahal mahluk itu terlihat buas seperti dikuasai oleh kepribadiannya yang lain.' Yooshin kembali menolehkan kepalanya ke belakang dan tak menemukan keberadaan Moa. Sepertinya Mia benar-benar tak berniat mengejarnya dan Nara. *** Nara merasa kepalanya pusing begitu ia terbangun dari tidurnya. Suasana masih terlihat gelap, menandakan kalau hari masih larut. Gadis itu menatap ke sekitar kamarnya dan terkejut saat menyadari ada orang lain di dalam kamarnya. Kedua matanya membulat sempurna menatap sepasang mata berwarna biru safir itu. "Bagaimana kau bisa sampai di sini?" ujar Nara. Moa memberinya isyarat supaya Nara tak membuat suara yang nyaring. Mahluk itu terlihat sudah duduk di sebelahnya entah sejak kapan. "A-apa yang kau inginkan?" tanya Nara pelan. "Melihatmu." Kedua alis Nara saling bertaut. "A-apa?" "Aku ke sini untuk melihatmu." Nara tak bereaksi, lalu di detik berikutnya tubuhnya sudah beralih ke sebuah dekapan hangat yang sudah lama tak ia rasakan. Aroma khas pria itu kini kembali menyapa indra penciumannya, yang entah kenapa selalu bisa membuat Nara merasa tenang, padahal ia sendiri masih seratus persen sadar siapa Moa sebenarnya. Tanpa sadar, Nara mengangkat kedua tangannya dan membalas dekapan itu. Dia tidak bisa berbohong. Nara ... juga merindukannya. "Kau ketakutan melihat wujudku yang tadi. Maaf," lirih Moa tanpa melepaskan dekapannya. "Aku tidak pernah melihatmu seperti itu sebelumnya." "Aku sengaja tidak menunjukkannya padamu." "Lalu ... apa kau akan membawaku ke hutan kembali?" Nara menjauhkan tubuhnya dan ia menatap mata biru milik Moa. "Aku tidak bisa membawamu ke sana lagi. Tetaplah tinggal di sini, karena kau akan lebih aman. Jangan bertindak gegabah. Aku yakin kau masih memegang ucapanmu," ujar Moa. Kedua sudut bibir Nara naik ke atas dan gadis itu kembali mendekap Moa. "Aku akan tetap memegang ucapanku selama kau juga melakukan hal yang sama." Nara mendekap tubuh Moa kian erat. *** Nara memakai jubah putih miliknya dan ia mengambil pedangnya. Ia menatap peralatan memanahnya yang berada di atas meja namun gadis itu tetap memilih mengambil pedang. Ia keluar dari kamarnya dan melihat Yooshin yang sudah berada di halaman rumahnya. "Yooshin mengajakmu?" tanya Seungmo. "Hm." Nara menaiki kudanya dengan segera tanpa menatap sang kakek. "Baiklah. Kalau begitu berhati-hatilah," ujar Seungmo. "Aku titipkan cucuku padamu." Ia kembali berujar pada Yooshin. Yooshin mengangguk pelan dan ia segera berpamitan sebelum akhirnya ia menaiki kudanya. Seungmo menatap kedua anak muda itu, lalu menghela napas pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD