Hubungan Keduanya

1040 Words
Saat mobil berhenti di depan rumahnya, ia mengucapkan terima kasih kepada pemilik mobil. Kemudian ia membuka sabuk pengaman lalu membuka pintu di sampingnya. "Eh, Tunggu dulu, Din!" Tangan Kevin menahan perempuan itu. Membuat tubuh Dinda yang sudah menghadap pintu harus berbalik kembali. "Ada apa?" "Minggu nanti ada acara?" "Ada, me time, family time," jawab Dinda cepat. Pertanyaan yang sudah ia tebak akan keluar dari mulut lelaki. Untungnya ia sudah mempersiapkan responnya ini sebelumnya untuk antisipasi. "Selama enam hari gue udah ngelakuin sesuatu yang bukan buat gue. Jadi gue mau satu hari itu untuk ngelakuin sesuatu khusus buat gue." Kevin terkekeh. Ia membuka kaca mobilnya lebar-lebar, udara malam itu lantas menyapa wajahnya. "Itu kalimat penolakan sebelum gue ngajak lo jalan nggak sih?" "Uhuk uhuk!" Mendengar ucapan Kevin membuat ia tersedak dengan air liurnya sendiri. Dinda gelagapan mencari botol minum di tasnya. Melihat itu membuat tawa Kevin membuncah. "Keselek gara-gara ketauan kan tuh!" Ia membantu cewek itu mencari botol minum dan membukakannya. "Enggak gitu!" kata Dinda setelah menegak minumnya. "Gue serius. Di hari itu gue mau ngelakuin apa yang gue mau aja." "Iya iya, percaya." Kevin manggut-manggut sambil tersenyum jail. "Ih, beneran tau!" Dipukulnya bahu Kevin yang masih memasang senyum menyebalkan itu. "Iya kan gue bilang percaya." "Muka lo ngajak perang dunia tau nggak," sulut cewek itu lagi. "Lah serius? Kata orang-orang muka gue kayak ngajak pacaran." Kevin berdecak. "Baru lo doang bilang ngajak perang." "Dih." Dinda berdelik. "Udah ah, gue mau masuk rumah. Thanks sekali lagi udah ngasih tumpangan." "Ini gue sengaja nganterin pulang ya, bukan ngasih tumpangan," koreksi Kevin membuat mata cewek di depannya berputar. "Iya dehh, pokoknya makasih Kevin!" Senyum lebar menjadi salam perpisahan Dinda malam itu. Setelah pintu mobilnya tertutup kembali, menyisakan Kevin seorang diri. Ia mengambil bungkus rokoknya dan pemantik. Sambil menunggu Dinda masuk rumahnya ia menyalakan sebatang rokok. Sebuah notifikasi dari ponselnya terdengar, tanpa harus membuka Kevin sudah menebak siapa pengirim pesan itu. Lo udah di mana? From: Ardan Lelaki berambut pendek itu tidak langsung menjawab. Mata almondnya menunggu pesan berikutnya saat Ardan kembali mengetik. Dia udah pulang? From: Ardan Lo tau baliknya kan? Rumah dia masuk ke perkampungan gitu nggak? Perlu gue shareloc toko gue nggak nih? Lo kan paling nggak bisa ngapalin jalan. From: Ardan Kangen sama aku ya? Bawel banget From: me Kevin terkekeh, bisa ia pastikan wajah kesal Ardan saat ia menggodanya seperti itu. Najiss From: Ardan HAHAHA From: Me "Yang kayak gini bilang udah ngelupain?" Ia berdecih. Setelah membalas chat Ardan, Kevin mulai menjalankan mobilnya. Dengan kaca mobil terbuka ia lanjut merokok. Kevin Alexander Nugraha, cowok bertinggi 182 cm dengan kulit kuning langsat dan memiliki mata almond. Tipe tubuhnya yang terlihat kurus dari luar, tetapi memiliki abs. Di tambah lagi Kevin tidak menyukai baju-baju ketat. Banyak yang bilang wajahnya mirip dengan Bryan Andrew. Padahal sih, Kevin sendiri tidak merasa mirip, mungkin bentuk muka, model rambut dan tubuhnya saja yang mirip. Sedari SMA ia sudah dijuluki dengan playboy dengan berbagai cap. Ada yang mengatakan playboy cap kampung, playboy cap jamet, playboy cap tiga kaki juga ada. Apa Kevin kesal? Tidak. Malah senang. Itu membuktikan betapa mahirnya dia dalam memikat wanita. Apalagi selama tujuh tahun mendapat gelar terpuji itu ia tidak pernah mendapat amukan dari mantan-mantannya. Walaupun dia yakin mantan-mantannya memilih jalur belakang alias ngegibahin dari belakang. Kevin tidak peduli. Namun, sepertinya sudah ada satu cewek yang pantas diberikan penghargaan rekor muri karena sudah memecahkan rekor sebagai cewek pertama yang menolak Kevin dari awal. Saat Ardan tiba-tiba mengirimkan pesan kepadanya untuk mengantar cewek itu pulang, Kevin lantas mendatangi toko milik sahabatnya itu. Kevin pikir Dinda yang membuat Ardan memintanya seperti itu. Nyatanya tidak. Dinda justru menolaknya dengan keras. Perempuan itu mulai luluh ketika Ardan menyuruhnya dengan satu kali tarikan napas. Mm, maksudnya, hanya sekali ucapan dan Dinda menurutinya. "Malam ini pulang sama Kevin. Buat keselamatan lo." Kala itulah Kevin bisa menebak bahwa alasan Ardan mengiriminya chat itu karena dia khawatir dengan cewek itu. Ahaha, hubungan macam apa yang tidak saling jujur. Saling suka tapi tidak mau mengungkapkan. Kevin sudah tahu alasan mereka putus. Namun, yang Kevin lihat saat ini Dinda sudah berubah. Cewek itu terlihat masih berharap sama Ardan. Ah, akibat tujuh tahun berkecimpung di dunia per-playboy-an ini Kevin jadi mudah memahami perempuan. Ia merasa kesal sendiri. Melihat hubungan keduanya yang masih memiliki ketertarikan membuat Kevin enggan untuk ikut campur ke dalamnya. Meskipun hanya untuk main-main saja. Memasuki parkiran toko Ardan, ia melihat cowok itu berdiri di pelataran depan. "Udah kek jamet lo!" seru Kevin setelah menutup pintu mobilnya. "Toko udah gue tutup. Mau balik ini juga." Kevin melirik ke arah parkiran. Terdapat satu mobil lagi di sana. "Lah, elo bawa mobil? Kirain gue lo nggak naik apa-apa ke sini." Ardan mengambil bungkus rokok yang berada di tangan Kevin dan menyalakannya. "Mata lo picek." "Sialan!" Ia menoyor kepala Ardan membuat temannya itu terkekeh. "Kenapa nggak lo yang nganter?" tanya Kevin kemudian. "Katanya lo mau deketin dia. Gue bantuin tuh, baek kan gue." Suasana malam itu dilatari dengan suara mesin kendaraan yang lalu lalang di depan toko. "Nggak jadi lah gue." Ardan mengembuskan asap di mulutnya. "Kenapa?" Kevin terdiam, ragu menyelimuti perasaannya ketika ia ingin menjawab. "Lo nggak harus maksa, Dan. Jujur sama diri sendiri, lo beneran udah ngelepas dia?" *** Awalnya Dinda bingung saat sekonyong-konyong Kevin mendatanginya dan mengajaknya pulang. "Gue pulang nanti jam setengah sepuluh. Lagian gue nggak minta dianter." Bahkan untuk telinganya sendiri Dinda sudah merasa kalimatnya sangat ketus. "Bos lo udah nyuruh pulang juga. Lagian malem-malem cewe pulang sendiri pamali." "Tapi Ardan nggak ada bilang gue boleh pulang." "Bilangnya ke gue," balas Kevin. Dinda berpikir, kenapa Ardan harus menghubungi Kevin? Sikap Ardan ini sudah keterlaluan, ia tidak berhak memutuskan sendiri Dinda pulang sama Kevin atau tidak. Gue harus protes, benaknya. "Malam ini pulang sama dia dulu." Tahu-tahu saja Ardan sudah di belakangnya. Suara baritonnya seperti menyuruhnya untuk diam. "Buat keselamatan lo." Keselamatan? Cewek itu tidak membalas. Sadar ditatap penuh protes oleh Dinda, Ardan kembali berucap. "Masalah tadi siang, lo lupa? Gue bos lo nggak mungkin gue diem aja kalo pegawai gue kenapa-napa. Ini antisipasi—" "Gue nggak ada nolak kok." Ardan mengerjap cepat. Ah, iya, Dinda tidak ada menolaknya, tetapi raut wajah cewek itulah yang berkata keras menolaknya. "Ya udah gue pamit pulang," pamit Dinda sembari melepas rompi kerjanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD