Belanja

1022 Words
Adel pulang ke rumah dan lagi-lagi ia melihat keberadaan orang itu lagi. Ragu-ragu ia memasuki dalam rumahnya. Tak seperti kemarin kini Adel mau menerima keberadaannya. Bunda yang melihat kedatangan Adel langsung menarik Adel masuk dan duduk di sofa. "Gimana sekolah kamu?" tanya pria itu membuka pembicaraan tatkala Bunda meninggalkan mereka berdua di ruang tamu untuk pergi ke dapur. "Ba-baik," ucap Adel gugup, pandangannya tak berani ia arahkan kepada pria itu. "Maaf." Mendengar satu kata itu Adel langsung menatap penuh pria yang menjadi ayahnya. "Maaf, karena Papa nggak berusaha nyari kalian." Adel merasa dadanya seperti terhimpit dia bisa tau apa yang dirasakan ayahnya bahkan mungkin lebih dari yang ia rasakan. "Adel mau maafin Papa?" Kini air mata cewe itu tidak bisa tertahan lagi. "Adel belum bisa maapin Papa, ya? Papa sayang kamu." Adel bergeleng keras sambil menutup mulutnya dengan satu tangan menahan isak tangis yang keluar dari mulutnya. "Adel mau punya Papa." Hanya itu yang Adel katakan lalu sedetik kemudian pria itu beranjak dan langsung memeluk erat anak gadisnya. Tangis Adel tumpah di dekapan sang ayah. Tak seperti sebelumnya, kini kedua tangan gadis itu terangkat untuk membalas pelukan ayahnya. *** Setelah itu hampir setiap hari rumahnya selalu dikunjungi oleh ayahnya setiap ia pulang sekolah. Entah itu untuk makan malam, atau hanya diberikan sesuatu barang seperti baju, sepatu, tas. "Jadi minggu depan kamu udah UN?" tanya Papa saat mereka sedang menonton bersama. Sambil mengunyah cemilan di toples yang berada dalam pangkuannya Adel mengangguk. "Rencananya mau nerusin kuliah di mana?" Adel berdehem sebentar tampak berpikir. "Mungkin UPI Bandung nantinya jadi guru." Ayah hanya mengangguk lalu kembali terdiam. Membiarkan suara dari televisi mengambil alih. Adel melirik sang ayah diam-diam. Senyum terukir kala ia merasakan kebahagiaan ini. Dijatuhkannya kepalanya di bahu sang ayah, dan kedua tangannya memeluk satu tangan ayahnya. Sedangkan ayahnya itu membalas tindakan Adel dengan mengusap lembut pucuk kepala gadis itu dan menciumnya sayang. *** Setelah ayahnya pulang, Adel membuka aplikasi pesan di ponselnya. Ia menjatuhkan dirinya di atas kasur. Berguling tengkurap lalu mulai mengetikan sesuatu. From me: Makasih, ya :) From Ardan: Sama-sama (padahal gatau makasih buat apa, wkwk) Adel terkekeh membaca pesan itu. Lalu jarinya kembali di atas layar ponsel. From me: For everything Adel mengerutkan dahi kala tulisan online pada ruang obrolan mereka menghilang. Tanda kalau Ardan keluar dari aplikasi itu. Jari Adel mengetuk satu sama lain. Masih menunggu balasan dari Ardan. Getaran ponselnya seketika membuat senyum Adel merekah. From Ardan: Del, liat bintang deh Adel beranjak dan membuka tirai jendelanya. From me: Udah, kenapa? From Ardan: Banyak nggak bintangnya? Adel kembali mengetikan kata iya lalu mengirimnya. Oh yaudah cuma mau nanya itu aja Sederet kalimat itu cukup membuat mata Adel membelalak tak percaya dengan apa yang ia baca. Ia memberenggut dan tak membalas pesannya lagi. Memangnya apa yang ia harapkan dari Ardan. Keromantisan? Mustahil. Lalu suara deritan ponsel kembali terdengar. Meskipun sebal, ia tetap membaca isi pesan itu. Makasih juga, ya, karena udah mau repot-repot buka jendela dan liat bintang. Lucu deh make piyama mickey mouse :) :* Adel tersekiap lalu ia berlari ke arah jendela, membuka tirai itu lebar-lebar. Senyumnya terukir kala ia melihat Ardan di balik gerbangnya itu melambaikan tangan. Tak lama ponselnya berbunyi. "Tidur sana, tutup tirainya." "Kapan kamu di sana?" "Beberapa menit yang lalu, udah sana tidur gue kebetulan lewat juga." "Iya." Baru saja Adel hendak menutup kembali tirainya Ardan berkata, "Good night." "Good night too, Ardan." Tepat setelah Adel mengatakan itu tirai ditutup dan sambungan telpon itu terputus juga. *** Hari ini adalah masa tenang untuk anak-anak kelas 12. Masa tenang yang sebenarnya dimaksudkan agar anak-anak yang hendak melaksanakan UN beristirahat, justru oleh sebagian siswa digunakan untuk liburan, jalan-jalan, atau belanja dengan dalih refreshing. Begitu pula yang dilakukan Ardan dan Adel. "Del, Ardan udah nunggu tuh!" seru Bunda ketika ia membuka pintu rumah yang diketuk oleh seseorang dari luar. Adel bergegas keluar seraya menyisir rambutnya yang belum sempat ia sisir. Ia tampak tergesa-gesa dikarenakan tadi pagi ia bangun kesiangan dan kelupaan bahwa hari ini sudah ada janji dengan Ardan. Ketika sudah sampai ambang pintu, ia berujar, "Oh, iya, tas kecilnya lupa bawa." Adel menepuk jidatnya lalu berbalik ke kamar, tetapi ia kembali berlari ke arah pintu menemui Ardan dan berkata, "Tungguin, ya, Dan." Ardan tersenyum baru saja hendak menjawab Adel sudah berlari ke kamarnya. Tak beberapa lama ia datang dengan tas dan sisir digenggamannya. "Oh, iya sisirnya kenapa nggak disimpen, ya," gumam Adel yang membuat Ardan terkekeh geli. Ketika Adel hendak berlari kembali ke kamar, Ardan menahannya. "Jangan rusuh gitu, kenapa sih. Pelan-pelan aja, nggak bakal gue tinggal juga." Adel menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Tunggu, ya." Ia tersenyum kikuk. "Always." Adel akhirnya kembali ke kamar, menaruh sisir kemudian menggunakan lipice dan bedak. Tak lupa bandana yang pertama kali diberikan Ardan dulu. Setelah dirasa semuanya tak ada yang tertinggal, ia berjalan keluar kamar. "Bun, Adel berangkat dulu, ya!" Adel berteriak di ambang pintu. Bunda menyahutinya dari dapur dan sedikit berpesan bahwa pulangnya jangan kemalaman. Kemudian mereka berjalan menuju mobil Ardan. "Ini mobil yang waktu itu bukan, sih?" Adel mengelilingi mobil sedan hitam itu. Ardan bergerak membuka pintu penumpang bagian depan. "Iya, Del, sini masuk." Adel tersenyum malu, anak rambutnya ia selipkan ke belakang telinga. Setelah Adel masuk, Ardan menutupnya. Memutari bagian depan mobil dan masuk ke dalam tempat duduk pengemudi. Sedan hitam itu ia jalankan membelah ramainya jalan ibukota. *** Mobil Ardan memasuki pusat perbelanjaan terkenal di ibukota. Ia memasuki area parkir, dan memarkirkan mobilnya. Dengan tangan saling bertautan mereka berjalan bersisian memasuki gedung mall itu. Ardan mengarahkan langkahnya ke salah satu outlet yang menjual pakaian. Adel mengerutkan dahinya kala mereka telah memasuki outlet tersebut. "Mau beli baju, Dan?" Ardan melirik dan tersenyum manis kepada Adel. "Iya, kan kalo belinya pas selesai UN terlalu mepet." "Maksudnya?" Ardan berdecak dan memutar bola matanya. Dengan nada malas ia berkata, "Jangan bilang lo lupa rencana kita yang mau make DC couple." Adel mengerjap lalu mulutnya membentuk huruf O seraya mengangguk paham. Melihat gelagat Adel, Ardan sudah mengetahuinya kalau tebakannya benar. Mereka berdua mulai mencari baju mana yang kiranya cocok untuk mereka. Petugas outlet itu mengarahkan mereka ke deretan baju yang memiliki corak yang sama antara baju perempuan dan laki-laki.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD