Bab 59

1704 Words
Akhirnya hari yang telah kunantikan tiba. Pagi ini aku bangun lebih awal dengan penuh semangat. Aku langsung melangkah menuju kamar mandi dan bersiap untuk pergi sekolah. Setelah menghilang selama sebulan lamanya, akhirnya aku akan kembali menunjukkan pada dunia bahwa aku masih hidup. Yah meski orang-orang di sekitar rumahku juga telah mengetahuinya lebih dulu mengenai kabarku yang telah kembali pulang, namun aku yakin semua itu akan terasa berbeda dengan ekspresi apa yang akan ditunjukkan oleh seluruh penghuni sekolah nanti.   Aku sedikit merasa gugup, tapi aku rasa aku akan baik-baik saja. Karena ada Hellen yang akan menemaniku nanti. Aku tersenyum kecil memikirkannya. Aku segera mempercepat mandiku dan melanjutkan kegiatanku yang selanjutnya. Memakai baju dan menyiapkan semua peralatan sekolah. Setelah merasa puas, aku beralih melangkah keluar kamar dan turun untuk menemui Mom dan Dad.   Dari atas tangga aku bisa melihat Mom yang tengah sibuk menyiapkan sarapan untukku dan Dad. Sementara Dad sendiri sudah duduk dengan tenang di depan meja makan, memerhatikan gerak-gerik Mom yang terlihat luwes dalam menyiapkan sarapan kami bertiga.   Aku bisa melihat sesekali mereka berdua akan saling melempar pandang satu sama lain dan melempar senyuman. Romantis sekali kedua orang tuaku itu. Aku tersenyum kecil dan menggelengkan kepala melihat tingkah mereka berdua yang seakan masih berada dimabuk cinta masa muda.   Aku kembali melanjutkan langkah menuruni anakan tangga untuk menuju meja makan. Dad menoleh lebih dulu ke arahku. Pria paruh baya itu tersenyum simpul melihatku.   “Pagi, Danny,” sapa Dad dengan santai. Aku membalasnya dengan melempar senyum terlebih dahulu. Mom lalu menoleh ke arahku dan ikut melempar senyum.   “Pagi Dad, pagi Mom,” sapaku balik. Aku menarik kursiku dan menempatkan diri dengan nyaman di sana.   “Pagi Danny,” balas Mom. “Kau sudah bersiap sepagi ini?”   “Yah. Aku sudah tidak sabar untuk pergi ke sekolah.”   “Kau akan berangkat bersama dengan Hellen bukan?” Mom meletakkan piring kami dengan rapi. Beberapa masakan Mom juga sudah nampak tertata hampir seluruhnya. Tinggal menyiapkan satu macam makanan, dan sarapan akhirnya telah siap. Aku tersenyum senang melihatnya. Aku merasa lapar sekali pagi ini.   “Yup.” Aku langsung meraih beberapa makanan yang sudah tersaji dan meletakkannya di atas piring kosongku. Setelahnya aku memakan semua itu dengan lahap.   “Pelan, Danny. Semua makanan itu tidak akan hilang secara tiba-tiba dari pandangan matamu,” tegur Mom. Dad ikut meraih makanannya sendiri sembari tersenyum maklum melihatku.   “Aku lapar sekali pagi ini Mom,” ujarku sembari mengunyah makanan dengan penuh. Kulihat Mom dengan sigap menyiapkan air putih dalam gelas dan meletakkannya di sebelah piringku. Segera aku meraih gelas itu dan meneguknya dengan rakus. Tidak membutuhkan waktu lama untukku menghambiskan isi dalam gelas itu. Mom dan Dad terlihat terkejut dan menatap heran akan tingkah bar-barku itu. Keduanya saling berpandangan mata dengan wajah melongo, dan berganti menatapku.   “Aku juga sangat haus,” jelasku setelah menghabiskan segelas minuman itu. Aku melempar cengiran lebar ke arah mereka berdua lalu kembali melanjutkan makanku dengan lahap. Mom seketika menggelengkan kepala melihat tingkahku, begitu juga dengan Dad yang kembali tersenyum maklum ke arahku.   Aku tidak perduli lagi dengan reaksi Mom dan Dad karena aku kembali fokus akan makananku sendiri. Dari sudut mataku, aku bisa melihat Mom yang kembali memenuhi isi gelasku dengan penuh perhatian. Aku melempar pandangan mata terima kasih kepadanya karena mulutku sudah penuh dengan makanan lagi. Barulah Mom ikut duduk bersama kami dan mulai mengambil makanannya sendiri.   “Kau seperti orang yang belum makan selama beberapa hari Danny. Apa kau selapar itu?” omel Mom sekali lagi.   “Aku juga tahu kau diam-diam mencari makanan tengah malam tadi, benar kan?” tebak Dad. Aku menoleh ke arah Dad dan mengangguk kecil, mengiyakan ucapan pria itu. Tentu saja aku tahu bahwa Dad semalam juga memergoki aku yang mencari makanan di lemari pendingin tengah malam tadi. Hanya saja aku tidak memedulikan kehadirannya dan tetap melanjutkan kegiatanku itu.   Aku merasa begitu lapar semalam. Setelah kami berdua menyelesaikan pembelajaran kemaren, dan Hellen telah kembali ke rumahnya sendiri –tentu saja aku juga ikut mengantar gadis itu pulang ke rumahnya dengan sepenuh hati untuk memastikan gadis itu kembali dengan selamat walau rumah kami hanya berdampingan saja, aku segera bergegas mencari kabar berita di televisi.   Kunyalakan tv dengan volume sekecil mungkin karena tidak ingin mengganggu kedua orang tuaku yang hendak beristirahat lebih dulu, setelah sebelumnya kami menyempatkan diri untuk berbincang bersama setelah kepulangan Hellen.   Semua berita mengenai penyerangan sore tadi sudah menjadi berita hangat di mana-mana hingga aku tidak membutuhkan waktu lama untuk menemukan berita tersebut. Aku tidak bisa melakukan pencarian lebih lanjut karena ponselku telah rusak. Karena itu aku kembali mematikan tv dan hendak mencari pencarian lebih lanjut dari komputerku sendiri di kamar.   Tapi sebelum itu, aku menyempatkan diri untuk membawa beberapa cemilan dari lemari pendingin untuk menemaniku di kamar sepanjang malam. Di kamar aku begitu giat mencari info lebih lanjut mengenai penyerangan sore itu. Beberapa gambar yang menunjukkan wujud monster itu juga sudah muncul secara jelas. Pihak kepolisian dengan pasukan khusus saling bekerja sama untuk mengalahkan monster tersebut.   Beruntungnya mereka berhasil. Kabarnya monster itu akan diserahkan kepada tim penanganan khusus untuk diperiksa lebih lanjut. Mereka benar-benar mengikat dengan kuat monster itu meski monster tersebut sudah tidak bisa berkutik lagi karena telah mati. Semua evakuasi terhadap monster itu juga beruntungnya terekam dengan jelas oleh awak media sehingga aku bisa melihat dengan detail prosesnya.   Selain itu juga aku bisa melihat bagaimana parahnya hasil dari penyerangan monster itu. Benar-benar mengerikan. Banyak korban yang bergelimpangan di jalan, begitu juga dengan area di sekitar yang nampak banyak yang rusak. Kedua mataku memerhatikan dengan lekat semua berita yang tertulis di media sosial tersebut diikuti dengan gerakan tanganku yang tidak henti menyuapi mulut dengan banyak makanan.   Begitu fokus memerhatikan semua berita itu hingga tanpa sadar aku telah menghabiskan banyak makanan yang seharusnya bisa kusimpan sebagai cadangan makanan selama seminggu. Dan belum sampai di situ saja. Setelah aku merasa cukup dengan semua berita itu, aku memutuskan untuk mulai bersiap tidur. Tapi sebelum itu aku justru beralih turun kembali ke bawah untuk mencari beberapa makanan lagi dan menghabiskan sekotak jus dan s**u, sebelum akhirnya benar-benar bersiap untuk tidur.   Memikirkan hal itu saat ini seketika membuatku otomatis menghentikan kunyahanku. Aku merasa linglung untuk sesaat saking terkejutnya dengan apa yang telah kulakukan semalaman ini. Benarkah aku telah menghabiskan semua makanan itu?   Mataku melirik ke arah perutku yang masih saja merasa lapar setelah bangun tadi. Ini aneh sekaligus luar biasa. Aku tidak biasanya makan sebanyak itu. Sepertinya porsi makanku berkali-kali lipat tambah banyak. Jika seperti ini, mungkin saja aku bisa berubah jadi babi.   “Khekhekhe,” kekehku dengan lirih. memikirkan bahwa aku akan berubah menjadi babi, entah kenapa membuatku merasa lucu. Selama ini berkali-kali aku makan banyak, tubuhku tidak pernah bisa menjadi gemuk, atau setidaknya bertambah berat badan. Karena itu, akan menjadi luar biasa jika aku benar-benar menjadi gemuk seperti babi bukan? Hahaha aku tertawa dalam hati.   “Danny, apa yang sedang kau pikirkan?”   “Kau tertawa?”   “Ah maaf. Bukan apa-apa Mom, Dad,” jawabku dengan santai sembari mengulum senyum. Aku kembali melanjutkan makanku dengan lebih perlahan. Mom dan Dad kembali menyempatkan diri saling melirik satu sama lain untuk mempertanyakan tingkah konyolku ini, kemudian dengan masa bodoh mereka kembali melanjutkan makan setelahnya.   “Apa kau sudah mengatakan pada Hellen kalau kau ingin berangkat lebih pagi hari ini?” tanya Mom lagi. Aku menoleh ke arahnya untuk sejenak dan menjawabnya.   “Tidak Mom. Tapi kau tenang saja. Gadis itu sebentar lagi akan datang,” ucapku. Dan benar saja. Tidak lama kemudian, suara ketukan pintu rumah terdengar menunjukkan kedatangan gadis itu. Mom dan Dad langsung menoleh ke arah pintu berbunyi. Mom melirik ke arahku sejenak sebelum akhirnya bangkit berdiri untuk menemui tamu kita yang datang pagi hari seperti ini.   “Oh Hellen, kau sudah bersiap ternyata.”   “Ya, Bibi Laura. Apa Danny masih tertidur?”   “Tidak. Dia juga sudah menunggumu di meja makan. Ayo masuk.”   Aku bisa mendengar suara percakapan mereka berdua dari tempatku duduk. Hellen nampak terkejut mengetahui bahwa aku sudah siap sepagi ini, tidak seperti biasanya. Dan semua ekspresinya itu bisa kulihat dengan jelas ketika Hellen sudah ada dalam pandangan mataku.   “Wow apa kau seantusias itu untuk pergi ke sekolah, Danny?” seru Hellen yang melangkah mendekat. “Pagi, paman Dave. Kau nampak luar biasa seperti biasanya,” sapa gadis itu pada Dad dengan riang. Dad dan Mom terlihat terhibur dengan kedatangan Hellen pagi ini.   “Pagi, Hellen. Ambil piringmu dan kita makan bersama,” balas Dad kemudian.   “Tapi seseorang sepertinya terlihat buru-buru pagi ini, Paman.” Hellen melirik ke arahku dengan tatapan meminta persetujuan. Aku terkekeh geli melihatnya.   “Makanlah, Hellen. Aku tahu kau butuh asupan banyak untuk tumbuh. Aku hanya merasa lapar pagi ini karena itu aku bangun terlalu pagi.”   “Oh itu bagus.” Barulah Hellen mengambil tempatnya dan mulai makan bersama kami. Suasana meja makan semakin terdengar lebih hidup ketika Hellen ikut bergabung makan bersama kami, dan itu bagus. Sesekali Hellen akan berbincang santai dengan Mom dan Dad. Tidak jarang juga aku akan ikut menanggapi pembicaraan mereka semua. Hingga di sela acara makan kami, Dad akhirnya kembali berbicara dengan suara penuh wibawanya.   “Hellen, Danny, apa kalian sudah mengetahui berita sore kemaren?” tanya Dad memulai pembicaraan serius di antara kami.   “Ya, Paman. Mommy dan Daddyku sudah menceritakannya padaku semalam,” jawab Hellen, sedangkan aku hanya menganggukkan kepala menatap Dad.   “Baguslah. Kalau begitu kalian sudah tahu bukan apa yang harus dilakukan?” Dad mengangguk kecil dan menatap kami berdua dengan lekat. “Tetaplah berhati-hati di mana pun kalian berada, Nak. Meski monster itu sudah berhasil dikalahkan oleh pihak berwajib, tapi bukan berarti kalian bisa lengah tanpa perduli keadaan. Percayalah. Masih banyak monster di luar sana yang mungkin saja tengah bersembunyi di suatu tempat saat ini. Kapan saja mereka bisa muncul tanpa diduga. Karena itu,  aku harap, kalian bisa menjaga diri dan saling membantu satu sama lain. Apa kalian mengerti?” tutur Dad dengan lembut namun tetap mengandung ketegasan di tiap katanya. Aku selalu senang mendengar Dad yang berbicara seperti ini. Beliau terlihat begitu penuh wibawa dan kharisma di mataku. Aku mengaguminya.   “Ya, Dad.”   “Ya, Paman.”   Aku dan Hellen saling menatap satu sama lain dan tersenyum kecil. Dalam hati aku memang sudah bertekad akan melindungi Hellen jika sesuatu terjadi nanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD