Bab 25

1159 Words
Malam ini akhirnya aku dan Hellen memilih untuk keluar bersama mencari udara segar. Tidak jauh, kami hanya mengambil jalan menuju taman di dekat komplek rumah kami. Beberapa orang masih terlihat berlalu lalang di tempat itu. Untung cuaca hari ini nampak cerah sehingga kami bisa melihat bulan dan bintang yang bersinar dengan indah.   Saat ini aku tengah menunggu Hellen di depan toko kecil. Gadis itu pergi membeli sesuatu yang bisa kami makan sepanjang perjalanan ke taman. Aku menunggu Hellen dalam diam. Mataku memerhatikan sekitar dengan malas. Sejujurnya aku masih cukup kecewa mengingat percakapan antara Hellen dan Jason tadi, namun Hellen memaksaku untuk bertemu di luar.   Gadis itu ingin mendengar lebih detail ceritaku ketika bertemu dengan professor Robert tadi karena dia tidak bisa mendengar dengan jelas percakapan di antara kami. Tentu saja Hellen tidk akan mendengar dengan jelas percakapan itu jika dia sendiri tengah sibuk dengan dunianya bersama Jason. Aku menjadi semakin sebal memikirkan hal itu.   Aku menemui professor Robert karena aku ingin membuat Hellen menjadi lebih tenang, tapi gadis itu justru tidak memberikan perhatian lebih akan aksiku itu. Hellen lebih memilih mengurusi anak manja itu dari pada aku. Bagaimana aku tidak merasa kesal huh?!   “Danny, ini,” celetuk Hellen tiba-tiba. Aku sedikit terkejut ketika gadis itu tiba-tiba sudah berada di sebelahku. Mataku melirik ke arah tangan Hellen yang terulur ke arahku. Dalam genggaman tangannya terdapat es krim lilin dengan rasa strawberry diberikan padaku, sedangkan di tangan satunya Hellen sudah menikmati es krim miliknya dengan nikmat.   “Aku lebih suka anggur,” jawabku dengan malas. Namun tetap aku menerima es krim itu dari tangan Hellen. Hellen melempar cengiran lebarnya padaku. Dengan santai gadis itu melingkarkan tangannya pada lenganku dan menarikku pergi dari tempat itu.   “Ayolah, jangan marah lagi. Aku sungguh tidak bisa mendengar suara percakapan kalian tadi. suaranya terdengar pelan dan terputus. Mungkin karena sinyal, atau entahlah,” bujuk Hellen dengan nada manja kepadaku. Aku mendengus kesal. Dia pikir aku tidak tahu kebohongannya itu? Aku mulai menyesap es krimku.   “Sudahlah. Aku tahu apa yang kau lakukan di belakangku. Jadi jangan membuat kebohongan seperti itu.” seketika Hellen menghentikan langkah dan menoleh ke arahku. Nampak raut wajahnya terlihat bingung sekaligus menatapku was-was. Diam-diam melihat respon gadis itu membuat aku semakin mengerti bahwa Hellen memang sengaja menyembunyikan hubungannya dengan Jason dariku, entah karena apa.   “Huh? Apa maksudmu Danny?”   “Aku tahu kau pasti sibuk dengan makananmu sehingga melupakan aku tadi, iya kan?!” Tuduhku dengan asal. Aku tidak ingin Hellen tahu bahwa aku telah mendengarkan percakapannya tadi siang dengan Jason. Aku tidak ingin mengganggu privasinya. Mendengar tuduhanku itu, Hellen nampak bingung menatapku. Hal itu tidak lama karena setelahnya Hellen tertawa dengan kikuk.   “Ah hahaha kau tahu ternyata. Ya, maafkan aku,” ucapnya. Hellen tidak membantah tuduhanku itu dan berpura-pura melakukan hal yang kutuduhkan. Aku menjadi semakin kesal dibuatnya, namun aku tidak bisa apa-apa dengan itu. Yang bisa kulakukan hanyalah diam dan bersikap seperti biasa. Menikmati es krim rasa kesukaan Hellen dengan tenang dan membiarkan gadis itu menarikku jalan kembali menuju taman.   Untuk beberapa saat waktu di antara kita terlewati dalam diam. Aku sendiri tidak berniat membuka suara setelah percakapan tadi. aku sedikit kecewa dengan keputusan Hellen yang berusaha mnyembunyikan hubungannya dengan Jason. Padahal dia tahu bahwa Jason adalah musuh bebuyutanku di sekolah. Ah, mungkin karena itu juga Hellen akhirnya memilih menyembunyikan hubungan mereka.   Hellen mungkin tidak ingin membuatku merasa kecewa karena dia lebih memilih Jason dibanding dengan diriku. Haahh ada apa denganku sendiri? Aku seolah berubah menjadi pria pencemburu. Aku berpikir seakan aku juga ingin menjalin hubungan romantis dengan Hellen, dan ingin gadis itu lebih memilihku dibanding Jason. Ini semakin lama kupikir, menjadi semakin konyol.   “Ini cukup terasa dingin,” celetuk gadis itu lagi. Hellen melihat ke sekitar setelah merasakan hembusan angin malam yang menerpa wajahnya. Malam ini memang terasa cukup dingin. Sebenarnya bukan cuma malam ini saja, melainkan sejak beberapa hari yang lalu cuaca terasa lebih dingin dari biasanya.   Mungkin karena sebentar lagi akan memasuki musim salju. Itu juga alasan di sekitar kami berdua tidak banyak orang berlalu lalang. Mereka pasti akan lebih memilih menutup diri di balik selimut untuk mencari kenyamanan. Tidak seperti kita yang justru mengambil langkah ke luar.   “Ini jelas terasa dingin dan kau masih membeli es krim ini Hellen,” sindirku kemudian. Seketika tawa renyah Hellen kembali terdengar dalam indera pendengaranku.   “Khekhekhe apa salahnya membeli es krim di cuaca dingin seperti ini? Kalau rasanya enak, kenapa tidak?” balas gadis itu dengan santai. Aku hanya bisa menggelengkan kepala mendengar jawabn itu. Ya begitulah Hellen. Selalu suka bertindak semaunya.   “Baiklah. Jangan meminta jaketku jika kau tidak bisa menahan rasa dinginnya lagi nanti, kau mengerti?” balasku yang tentu saja hanya sekedar bercanda semata. Mana mungkin aku tega membiarkan seorang perempuan kedinginan seperti itu. Respon Hellen, tentu saja selalu luar biasa. Gadis itu menyipitkan mata dengan tatapan yang dibuat setajam mungkin dengan bibir yang mengerut lucu.   “Aku tidak perlu meminta jaketmu Danny. Karena aku tidak perlu ijin untuk mencurinya nanti hihihi,” tawa Hellen dengan wajah tengilnya. Aku mau tidak mau jadi ikut terkekeh dibuatnya.   “Lagi pula kita juga tidak bisa membicarakan hal ini di rumahmu bukan? Jadi kita tidak ada pilihan lain selain tempat itu. Ini cukup bagus. Tidak banyak orang yang berkeliaran di jam sesore ini. Jadi kita bisa membicarakan hal itu lebih leluasa,” lanjut Hellen.   Setelahnya gadis itu menarik lenganku dengan penuh semangat agar lebih cepat melangkah menuju taman yang sudah terlihat di depan sana. “Ayo cepat Danny! Aku sudah tidak sabar untuk mendengar ceritamu itu.” Sekali lagi aku hanya bisa pasrah mengikuti tarikan tangan Hellen pada lenganku itu.   “Kau yakin professor Robert berkata seperti itu Danny?” tanya Hellen dengan pandangan mata menyelidik ke arahku. Kami berdua kini duduk bersama di salah satu bangku taman. Tempat itu cukup sepi pengunjung, dan aku baru saja menyelesaikan ceritaku mengenai perbincanganku dengan professor Robert tadi. Hellen nampak masih ragu setelah mendengar ceritaku itu. Melihat respon gadis itu membuatku memasang wajah malas.   “Aku sudah ceritakan apa yang terjadi tadi Hellen, dan kau masih tidak percaya dengan ceritaku. Ini akibatnya jika kau tidak mendengar perbincangan kami sendiri,” balasku dengan nada menyindir. Aku masih merasa kesal pada gadis itu, ingat? Hellen menghela napas dengan kesal mendengar sindiranku.   “Aku tahu aku salah. Aku sudah minta maaf bukan? Jangan menyindirku lagi, dasar!” gerutu Hellen. “Jadi sabtu nanti kau akan pergi kembali ke rumah Professor?”   “Begitulah. Aku perlu mendapat suntikan yang baru untuk memperlambat proses pengembangan cairan itu.”   “Apa aku tidak bisa ikut denganmu?” pinta Hellen dengan wajah memohon. Sepertinya gadis itu ingin sekali melihat perkembangan kondisiku. Aku merasa cukup tersentuh dengan kepedulian Hellen, tapi bagaimana lagi. Aku tidak bisa membiarkan Hellen masuk lebih jauh ke dalam masalah kami.   “Tidak Hellen. Kau tidak bisa ikut denganku. Aku sudah berusaha menutupi namamu di depan professor Robert. Aku tidak ingin kau ikut terlibat dalam masalah kami,” jawabku dengan tegas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD