Bab 46

1572 Words
Aku duduk dengan tenang memperhatikan professor Robert menyiapkan beberapa cairan medis untukku. Kini setelah kami berdua selesai menghabiskan semua pizza itu, professor Robert membawaku kembali memasuki ruang rahasianya. Dari yang diceritakan professor Robert kepadaku, kedua orang yang datang sebelumnya adalah orang penting yang pernah berada satu perusahaan dengan professor Robert.   Mereka tengah melakukan suatu penelitian saat ini dan membutuhkan kemampuan professor Robert dalam melakukan penelitian mereka. Namun professor Robert menolaknya. Professor Robert merasa tidak memiliki persepsi sama dengan pemikiran mereka berdua sehingga membuat professor Robert memilih keluar saat itu. Kini mereka selalu bersikeras untuk mendekati professor Robert dan membujuknya untuk kembali masuk ke dalam team penelitian mereka.   Setelah mendengar cerita itu, aku menjadi semakin percaya diri pada kemampuan professor Robert. Sepertinya professor Robert adalah orang yang bisa dipercaya untuk mengurus masalah cairan dalam tubuhku. Aku bisa menjadi lebih tenang. Jika Hellen tahu mengenai hal ini, aku yakin gadis itu pasti juga akan menjadi lebih tenang karena aku telah berada di tangan orang yang tepat. Bukan begitu kan? Aku menghela napas dengan lebih lega.   “Ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?” tanya professor Robert yang kini kembali mendekatiku. Aku melihat ada satu botol cairan berukuran kecil di tangannya, dan satu jarum suntik yang telah dipersiapkan professor Robert untukku.   “Tidak ada Professor. Aku hanya merasa aku ingin pulang dan menemui kedua orang tuaku. Mereka pasti sangat mencemaskanku bukan?” Professor mengambil tempat duduk di depanku. Pria itu lalu menarik meja kecil dengan roda di tiap kakinya mendekat ke arahnya. Aku bisa melihat di sana ada beberapa tabung kecil yang kosong dan beberapa alat medis seperti jarum suntik yang cukup besar dan alat lainnya.   “Ya, tentu saja. Kau bisa pulang setelah menyelesaikan beberapa prosedur yang aku buat di sini Danny,” jawab professor Robert yang langsung membuatku mengerutkan kening mendengarnya. Prosedur apa lagi yang harus kulakukan? Batinku bertanya-tanya dalam hati. Professor meletakkan botol kecil yang dibawanya tadi beserta jarum suntik di atas meja tersebut.   “Prosedur apa lagi Professor?” tanyaku dengan wajah heran. Professor nampak melempar senyum kecil ke arahku kemudian.   “Tidak banyak Danny. Hanya pemeriksaan tubuh. Dan aku juga butuh sample darahmu untuk kuteliti lebih lanjut. Selebihnya kau hanya akan bermain dan mencari skor terbesarmu. Seperti itu,” jawab Professor dengan santai. Aku semakin bingung dibuatnya. Mencari skor terbesar apa maksudnya?   “Aku tidak mengerti, Professor,” ucapku kemudian. Senyuman professor semakin melebar.   “Haha lebih baik kau melihatnya saja sendiri. Untuk yang pertama, aku akan mengambil sample darahmu terlebih dahulu. Berikan lenganmu padaku,” pinta professor Robert kemudian. Walau aku masih belum mengerti apa maksudnya, tetap saja aku masih memberikan lenganku sesuai yang diperintahkannya. Aku menyibak lengan panjangku dan memperlihatkan lengan indahku yang dihiasi oleh vein seksi sekarang, pada professor.   Mataku memerhatikan professor Robert meraih jarum suntik yang berukuran cukup besar itu, lalu mengarahkan jarum tajam itu pada lenganku. Sebelum jarum itu mulai menembus kulitku, aku dengan cepat mengalihkan pandang ke arah lain.   Ini sungguh lucu bukan? Aku masih merasa ngeri ketika melihat jarum itu menembus kulitku, sementara beberapa waktu yang lalu aku telah dengan beraninya menusuk pergelangan tanganku dengan ujung bolpoin hingga berdarah banyak. Bahkan sakitpun aku tidak merasakannya.   Tapi itu tidak berlangsung lama. Aku hanya merasa ngeri ketika jarum itu mulai menembus dagingku, tapi selebihnya aku merasa baik-baik saja. Kini aku bisa melihat bagaimana darahku mulai tertarik keluar secara perlahan di dalam tabung jarum suntik itu. Aku menunggu dengan sabar prosesnya.   Professor Robert ternyata tidak cukup mengambil satu sample darah milikku. Membutuhkan 3 tabung kaca untuk professor akhirnya melepaskan tanganku. Setelahnya professor Robert memberikan cairan antiseptik yang dilumurkan pada kapas dan diberikannya pada bekas suntikanku.   “Pegang ini,” ucap Professor. Aku mengambilnya dan mengusapkan kapas itu pada bekas suntikanku. Sementara professor membereskan semua perlatannya dan hendak membawa alat itu pergi. Wajahku mendongak ketika professor Robert bangkit berdiri.   “Ayo Danny. Kita akan mulai permainannya,” ajak professor kemudian. Aku menatapnya dengan wajah penuh tanya sementara tanganku masih mengusap kapas itu dengan pelan pada lenganku. Melihat professor Robert mulai melangkah pergi, aku segera bangkit berdiri.   Aku menyempatkan diri untuk melihat bekas suntikan itu, dan seperti biasa. Tidak terlihat ada bekas luka apa pun di sana. Darahnya juga sudah berhenti keluar. Aku membuang kapas itu pada tempat sampah yang ada di sana, dan mulai mengikuti professor dari belakang. Kami melangkah semakin ke dalam ruangan.   Tidak kusangka ruangan milik Professor ini ternyata jauh lebih luas dibanding yang terlihat. Kita bahkan perlu memasuki lift pribadi yang mewah untuk turun ke bawah. Dan setelahnya aku semakin melongo takjub dibuatnya. Ruangan di bawahnya terlihat jauh lebih luas dibanding lantai atas. Mataku langsung berlari ke sana dan kemari untuk memerhatikan betapa luasnya tempat itu. Dan jangan lupakan pandangan berbinar yang ada dalam bola mataku.   Siapa yang tidak berbinar senang jika kau melihat surga ada di depan mata. Permainan tembak-tembakkan, basket, alat pukul, cupit hadiah, bahkan tempat karaoke juga ada. Ini seperti arena permainan pribadi. Aku juga bahkan tidak bisa percaya bahwa ada tempat gym di sini. Aku harus mencobanya satu per satu sekarang!   Tanpa bisa kuhentikan lagi langkah kakiku langsung bergerak menghampiri arena permainan itu. Namun kenyataannya semua itu tidak semudah yang kuharapkan karena detik kemudian kerah bajuku langsung ditarik oleh professor Robert.   “Mau ke mana kau? Ikut aku, ke sini!” ucapnya dengan tegas. Aku mendesah kecewa mendengar perintahnya itu. Dengan lemas aku terpaksa mengikuti professor Robert menuju sebuah pintu yang ada di sebelah. Professor membuka pintu itu dan menyuruhku masuk bersamanya.   Aku terkejut untuk kedua kalinya. Berbeda dengan tempat sebelumnya, ruangan ini terlihat tempat yang begitu serius. Aku bisa melihat layar monitor dan beberapa alat canggih lainnya di ruangan itu. Ini seperti ruangan pemeriksaan tubuh.   “Buka bajumu Danny.”   “Ehh?!” Aku langsung membolakan kedua mata tidak percaya menatap professor Robert. Bagaimana bisa tiba-tiba pria itu menyuruhku untuk membuka baju.   “Kenapa ‘eh’? Kita perlu mencatat kesehatan tubuhmu terlebih dahulu, jadi buka bajumu sekarang. Aku akan melakukan ronsen pada tubuhmu. Ayo cepat!” ucap professor Robert.   “Ronsen?” gumamku dengan lirih.   “Ya. Berbaringlah di tempat itu.” Professor Robert menunjuk tempat seperti tabung di depan kami. “Kau akan melakukan beberapa tes kesehatan setelah ini, jadi jangan buang waktumu lagi, oke?!”   Aku akhirnya mulai membuka bajuku satu per satu, dimulai dari atas.   “Letakkan bajumu di sini,” ucap professor Robert sekali lagi. Aku menoleh pada keranjang di sebelah professor Robert. Seperti yang dikatakannya, aku meletakkan semua bajuku di sana dan hanya menyisakan boxer yang kugunakan.   Dilihat bagaimanapun juga, tubuh ini menjadi sangat indah di mataku. Aku benar-benar seperti pria perkasa. Coba lihat bagaimana menggembungnya tempat di balik boxer itu, meski isinya sedang tidak seantusias hatiku saat ini. Aku tersenyum dengan bangga. Aku mulai melangkah mendekati tabung itu.   “Tunggu sebentar!” Dan langkahku kembali terhenti karena suara professor yang menahanku. Aku menoleh ke arahnya lagi. Professor Robert melangkah mendekatiku sembari membawa sebuah alat ukur.   “Buka celanamu Danny,” pinta professor sekali lagi yang kembali membuat kedua mataku melotot lebar ke arahnya.   “Huh?!”   “Ayo buka! Aku perlu mengukur isinya.”   “Tunggu Professor. Apa harus tempat itu juga?!” Aku merasa malu sekaligus panik dengan permintaan professor itu. Bagaimanapun juga aku tidak terbiasa memperlihatkan barang pribadiku pada orang lain seperti ini.   “Apa yang kau takutkan? Kau bertingkah seperti seorang virgin saja.” Professor Robert mendengus jengah menatapku. Tidakkah dia tahu bahwa aku benar-benar masih seorang virgin? Gerutuku dalam hati.   “Anggap saja aku sebagai salah satu gadis-gadismu itu. Ayo buka! Aku perlu mencatat info tentangmu sedetail mungkin Danny.”   Akhirnya dengan terpaksa aku mulai menurunkan celanaku itu dan memperlihatkan barang pribadiku pada professor Robert. Professor Robert menekuk lututnya dan memerhatikan tempat itu dengan lebih dekat. Tanpa ragu professor menyentuh seakan tengah merasakan teksturnya lalu mengukurnya, membuatku berkeringat panas dingin karena tidak nyaman.   Untunglah proses itu berjalan tidak lama. Professor Robert kembali membangkitkan diri dan melangkah mendekati tabung lebih dulu. Aku segera menaikkan kembali celanaku dan mengikuti professor mendekati tabung.   “Berbaringlah,” titah professor dengan singkat. Sekali lagi aku menurut. Aku berbaring di ranjang tabung itu. Lalu dengan tiba-tiba ranjang yang kupakai bergerak mundur, semakin memasuki tempat sempit. Sebuah cahaya bergerak melewati tubuhku dari atas ke bawah.   Aku menunggu beberapa saat sebelum ranjang itu kembali bergerak keluar dari tempat sempit itu. Kulihat professor Robert tengah fokus memerhatikan layar monitor yang menampilkan ronsen tubuhku. Pria itu juga sesekali akan mencatat sesuatu di atas kertas. Aku bergerak menuju ranjang pakaianku dan memakainya kembali.   “Baiklah. Ambil ini.” Professor Robert beralih menuju mejanya kembali dan meraih papan d**a dengan beberapa kertas di atasnya, lalu diberikannya benda itu padaku. Aku menerima kertas itu dengan wajah bingung. Di sana terdapat beberapa daftar permainan yang ingin kumainkan di arena permainan tadi. Wajahku langsung berubah cerah. Aku memiliki firasat menyenangkan tentang ini.   “Pergilah ke arena permainan. Kau bisa bermain sepuasmu di sana, tapi dengan syarat kau harus melakukan tiap permainan itu untuk mendapatkan skor dengan semaksimal mungkin. Lalu catat skor terbaikmu di kertas itu. Aku ingin memeriksa seberapa tangkas dan kuatnya tubuhmu saat ini,” jelas professor Robert yang lalu memberikan pena kepadaku. Aku semakin tersenyum lebar dibuatnya. Tentu saja aku kan mendapatkan skor terbaik. Bukankah itu kesenangan dari semua permainan?   “Pergilah lebih dulu. Aku masih harus melakukan sesuatu di sini,” lanjut Professor Robert. Aku langsung bergegas keluar dari tempat itu dengan riang, meninggalkan professor Robert sendirian, dan mulai mencoba permainan itu satu per satu dengan penuh antusias.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD