Bab 45

2343 Words
Laura memerhatikan dokter melakukan pemeriksaan lanjutan pada Dave saat ini. Dave sendiri dengan patuh mengikuti intruksi yang diberikan oleh dokter mengenai beberapa luka di bagian tubuhnya. Untuk beberapa saat dirinya mungkin tidak bisa melakukan aktifitas banyak dan berat karena kondisi luka pada tubuhnya.   Dave mendengarkan dengan seksama apa yang perlu dilakukan Dave untuk mengobati semua luka itu, begiitu juga dengan Laura yang akan membantu dan memantau proses penyembuhan tubuh Dave.   “Jadi seperti itu, tuan Peter. Semoga cepat sembuh dan bisa beraktifitas kembali dengan normal,” ucap dokter mengakhiri penjelasannya. Dave dan Laura tersenyum simpul mendengarnya. Laura mengantar kepergian dokter sebagai formalitas, lalu kembali menghampiri suaminya lagi.   “Kau baik-baik saja hm?” tanya Laura dengan lembut. Diusapnya sisi wajah Dave dengan pelan dan menatapnya dengan hangat. Dave menganggukkan kepala sebagai jawaban.   “Kau sendiri bagaimana?” tanya balik Dave. Laura menarik kembali tangannya dari sisi wajah Dave.   “Aku akan baik-baik saja selama kau bisa kembali dalam pelukanku Dave,” jawab wanita itu. Laura beralih meraih jeruk yang ada di atas meja dan mulai mengupasnya untuk Dave. Pria itu sendiri masih memerhatikan pergerakan Laura dengan lekat. Dave tahu bahwa Laura hanya berusaha untuk tetap tegar di depannya. Dave tahu bagaimana Laura sangat menyangi Danny. Tidak mungkin dia akan baik-baik saja saat ini.   “Kau tidak ingin mendengar ceritaku selama melakukan pencarian itu?” tanya Dave. Gerak tangan Laura masih tetap berjalan dalam mengupas jeruk dalam genggaman tangannya.   “Tak apa. Selama kau bisa kembali dengan selamat, itu sudah cukup bagiku Dave.”   “Laura—“   “Permisi, tuan Peter.” Terdengar suara pintu dibuka dari luar dan memotong pembicaraan di antara mereka berdua. Dave dan Laura sontak menoleh ke arah tamu tersebut. Di sana, keluarga John telah datang untuk menjenguk Dave.   Sebelumnya Laura memang telah memberi kabar kepada keuarga John mengenai kondisi Dave yang telah membaik. Tentu saja setelah mendengar hal itu, Hellen langsung bergegas pergi menuju rumah sakit, bersama dengan tuan dan nyonya John. Melihat kehadiran mereka, Laura tersenyum kecil.   “Masuklah Hellen,” ujar Laura. Hellen tersenyum manis dan segera masuk mendekati ranjang Dave, yang diikuti dengan keluarga John.   “Hallo paman Dave. Bagaimana kabarmu?” sapa Hellen dengan senyumannya.   “Aku sudah jauh lebih baik Hellen. Kau terlihat jauh lebih kurus hm?” balas Dave dengan senyum lebarnya. Hellen membalasnya dengan tersipu malu. Sedangkan nyonya John langsung mendekati Laura dan memeluk wanita itu.   “Syukurlah nyonya Laura,” ucapnya dengan tulus. Laura membalas pelukannya dengan hangat.   “Tuan Peter, aku sangat lega kau terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku sangat terkejut ketika mendengar kedatanganmu dan harus melihatmu terbaring di lantai seperti itu. Kau membuat kami semua menjadi panik hahaha,” tawa tuan John dengan ramah. Mereka semua jadi ikut tersenyum mendengarnya.   “Yah, terima kasih atas bantuanmu tuan John. Aku juga tidak menyangka bahwa aku bisa kembali dengan selamat seperti ini,” canda Dave dengan ringan. Laura langsung beralih mendekati pria itu dan mengusap lengannya dengan lembut.   “Ouh tuan Peter, tolong jangan mengatakannya seperti itu. Kau tidak tahu bagaimana hancurnya nyonya Laura ketika harus menunggumu sendirian di rumah setiap waktu,” balas nyonya John yang menyadari perasaan gelisah dari Laura ketika mendengar ucapan Dave. Mendengar hal itu membuat Dave kembali melayangkan tatapan hangat untuk Laura. Pria itu menarik tangan Laura dan menciumnya dengan lembut.   “Maafkan aku, Sayang. Aku pasti telah membuatmu ketakutan,” sesal Dave dengan sepenuh hati. Laura membalasnya dengan kecupan hangat di kening pria itu. Keromantisan mereka berdua membuat tuan dan nyonya John saling berpandangan dengan bangga.   Lalu pandangan mata Dave tanpa sengaja menangkap mata Hellen. Pria itu tertegun untuk sejenak menatap Hellen yang masih menatapnya dengan sabar. Dave tahu bahwa Hellen tengah menunggu penjelasan darinya dalam diam. Pria itu tersenyum simpul kemudian.   “Hellen, maafkan aku. Aku tidak bisa menemukan keberadaan Danny saat itu. Aku tidak bisa membawanya pulang bersamaku,” jelas Dave. Pria itu hanya bisa melempar senyum miris ketika mengatakan hal itu. Seketika Hellen meluncurkan air matanya tanpa bisa dicegah.   Hellen tahu bahwa dirinya akan mendengar penjelasan yang tidak diharapkan dari bibir Dave, karena itu Hellen sudah berlatih untuk menguatkan hati sebelum dirinya datang ke sini. Meski begitu, ketika dirinya mendengar langsung penjelasan Dave, Hellen tidak bisa menahan air matanya. Hellen mencoba untuk tersenyum walau air matanya harus jatuh berlinang di kedua pipinya.   Sedangkan Laura sendiri hanya bisa memalingkan muka ke arah lain untuk menutupi air mata yang juga tidak kalah derasnya keluar dari pelupuk mata. Tuan dan nyonya John ikut merasa menyesal mednengar penjelasan itu.   “Uhm, aku mengerti paman Dave,” jawab Hellen di sela tangisnya. Gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha keras untuk menahan suara isakannya di depan Laura yang merupakan ibu kandung Danny, yang pastinya jauh lebih terluka dibanding dirinya.   Nyonya John beralih mendekati Hellen dan memeluk gadis itu untuk menenangkannya. Untuk beberapa saat suasana di ruangan itu kembali menjadi gelap.   “Jadi apa saja yang terjadi selama kau di sana tuan Peter? Bisakah kau ceritakan pada kami?” tanya tuan John kemudian setelah merasa suasana di antara mereka mulai lebih baik.   “Ya. Aku berusaha mencari jejak kepergian Danny tuan John. Dan aku bertemu dengan monster itu,” jelas Dave mulai menceritakan apa yang terjadi. Semua orang nampak menegang ketika mendengar bahwa Dave telah bertemu dengan salah satu monster yang menyerang kedua anak mereka itu.   Dave menatap Hellen setelahnya. “Terima kasih pada Hellen yang mampu menjelaskan dengan detail ciri-ciri monster yang menyerang dirinya saat itu. Aku bisa mengambil langkah lebih cepat sebelum monster itu berhasil menggigit bahuku dari belakang.”   “Monster itu juga menyerang paman dari belakang?!” tanya Hellen dengan wajah terkejut sekaligus tidak percaya. Dave mengangguk mengiyakan.   “Kau benar. Monster itu bisa bertindak cepat dan tidak menimbulkan banyak suara. Aku bahkan tidak bisa merasakan kehadirannya ketika monster itu sudah menempel ke punggungku. Aku langsung bergerak cepat untuk menghindari serangan gigitannya.”   Hellen menelan ludahnya dengan pelan. Gadis itu mendengar dengan seksama cerita Dave, begitu juga dengan yang lainnya. Hellen sendiri seketika mengingat kembali bagaimana cara monster itu juga menyerang Danny, dan hal itu membuat Hellen merasa ngeri.   “Kami sempat bertarung satu lawan satu. Aku berusaha mempelajari cara geraknya dengan seksama, hingga akhirnya aku berhasil membuatnya mundur. Kau tahu Hellen? Monster itu juga punya sayap.”   “Apa?! Sayap? Aku tidak pernah melihat sayap itu Paman,” seru Hellen yang semakin terkejut. Seingat gadis itu, monster itu memang tidak memiliki sayap apa pun di punggungnya. Pantas saja dia bisa menghilang sesuka hati.   “Aku juga sempat terkejut melihat itu. Aku bergegas mengikuti monster itu hingga sampai di suatu gua. Itu adalah tempat monster itu bersembunyi. Aku pikir monster itu telah membawa Danny ke sana. Karena itu aku ikut masuk ke dalamnya. Tapi bukan Danny yang kulihat, melainkan keberadaan monster lainnya.   Mereka saling bertarung. Mereka tidak segan membunuh dan memangsa satu sama lain. Aku rasa semua itu karena dipicu oleh bau darah dari monster yang telah berhasil kulukai. Darah itu membuat mereka menjadi kehilangan kendali. Aku berusaha mencari di tiap tempat yang ada di sana, dan aku hanya melihat sisa-sisa tulang belulang saja.” suara Dave semakin melemah ketika mengakhiri cerita itu.   Seketika semua orang di sana terdiam dengan pandangan sendu. Sepertinya mereka memiliki pemikiran yang sama seperti Dave ketika melihat tiap tulang itu. “Aku pikir, mereka telah memakan tubuh Danny saat itu juga.” Dave mengatakan hal itu dengan berusaha sekuat mungkin untuk tetap tegar.   Laura tidak bisa menahan lagi kesedihannya. Wanita itu langsung membalikkan tubuh dan menghampiri sofa yang ada di sana. Laura menangis dan menguatkan hatinya di tempat itu. Kini Hellen dan nyonya John juga ikut menghampiri Laura dan saling menyemangati di sana. Dave sendiri hanya memandangnya dengan sendu.   “Kau pasti telah mengalami banyak hal yang berat, tuan Peter. Kau adalah orang yang luar biasa,” puji tuan John dengan tulus. Dave kembali menoleh ke arah tuan John. Pria itu tersenyum tipis.   “Aku hanya mencoba melakukan peranku sebagai seorang ayah tuan John. Aku yakin kau pasti akan melakukan hal yang sama untuk putrimu bukan?”   Tuan John menoleh ke arah Hellen yang saling menyemangati diri bersama dengn Laura, dan menatapnya dengan lekat. Pria itu juga ikut tersenyum setelahnya. “Ya. Tentu saja. Aku pasti akan melakukan hal yang sama seperti yang kau lakukan tuan Peter,” balas tuan John dengan penuh keyakinan.   “Jadi apa kau sudah tahu mengenai pihak kepolisian itu?” tanya tuan John lagi, mengalihkan pembicaraan di antara mereka. Tuan John mengambil tempat duduk di sebelah ranjang Dave dan bersikap lebih santai di depannya. Dave yang mendengar kata Kepolisian kini menjadi bingung. Ada apa dengan pihak kepolisian?   “Mengenai apa tuan John?” tanya Dave balik. Laura mengusap air matanya dan mencoba menenangkan diri. Sedangkan tuan John sendiri sempat terdiam mendengar respon dari Dave yang seolah masih belum mengetahui apa yang terjadi selama dirinya pergi.   Alhasil tuan John menoleh ke belakang di mana Laura berada. Pria itu menyadari bahwa Laura belum mengatakan semuanya pada Dave. Dan Laura sendiri yang telah menangkap pandangan tuan John kini menghela napas dengan lelah.   “Setelah kau pergi Dave, pihak kepolisian mendatangi rumah kita. Mereka tidak henti menanyakan keberadaanmu. Mereka tahu bahwa kau telah pergi ke hutan untuk melakukan pencarian sendiri, dan mereka ingin mendengar info lebih mengenai hutan itu darimu setelah kau kembali,” jelas Laura kemudian.   “Apa?!” Dave nampak menunjukkan ekspresi geramnya setelah mendengar hal itu. Dave merasa pihak kepolisian melakukan hal yang lucu. Bagaimana mereka bisa mencari dan menuntut informasi kepadanya setelah mereka menolak permintaannya untuk melanjutkan pencarian?   Dave telah mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk memasuki tempat itu, sementara pihak kepolisian hanya memilih untuk menunggu dan mencari informasi lebih darinya. Dave bertekad tidak akan memberikan apa yang mereka cari darinya itu.   ***   “Lalu professor, untuk apa kau berada di dalam hutan tengah malam seperti itu?” tanyaku sembari menikmati pizza yang telah dipesan oleh professor Robert saat ini dengan lahap. Kini kami berdua sama-sama menikmati pizza pesanan professor Robert tersebut di atas sofa, di ruang santai. Professor Robert menoleh ke arahku dengan santai, sembari menarik satu potongan pizza untuk kesekian kali.   “Aku kebetulan ada urusan di sana. Aku punya villa yang ada di sudut hutan. Dan di sana aku terbiasa menghabiskan waktu untuk mencari inspirasi. Aku juga tidak menyangka bisa bertemu denganmu di tengah hutan dalam cuaca seperti itu Danny,” jelas Professor sebelum kembali melahap potongan pizzanya dalam ukuran besar.   Nampaknya pria paru baya ini juga kelaparan sama sepertiku. Aku cukup terkejut mednengar bahwa professor Robert memiliki villa di dalam hutan itu. Bukankah itu sangat berbahaya, mengingat hutan itu kini juga dihuni oleh beberapa monster.   “Professor, lebih baik kau tidak datang ke tempat itu lagi. Hutan itu sudah dihuni oleh banyak monster Prof. Itu sangat berbahaya untukmu,” saranku dengan sepenuh hati. Karena aku sendiri yang telah berhadapan satu lawan satu dengan beberapa monster itu, tentu saja aku sangat yakin bahwa hutan itu adalah hutan yang berbahaya saat ini.   “Aku juga berpikir demikian Danny. Melihat bagaimana kondisimu saat itu membuatku kini harus berpikir dua kali untuk datang ke tempat itu.” Professor Robert menghela napas dengan lelah sembari mengendikkan kedua bahunya dengan pasrah.   “Ck, gara-gara kehadiran semua monster itu, villa berhargaku menjadi tidak berguna sekarang,” decak professor Robert dengan nada jengkel. Aku melempar cengiran kasihan pada professor yang sepertinya akan kehilangan villa kesayangannya itu.   Ting Tong! Suara bel rumah langsung menghentikan pembicaraan di antara kami berdua. Aku dan professor Robert sama-sama menoleh ke arah pintu utama.   “Siapa itu?” gumam professor Robert penuh tanya, yang lalu mengambil tisu untuk membersihkan tangan dan mulutnya dari saos pizza kami. Setelahnya professor Robert bangkit berdiri dan melangkah menuju pintu tersebut. Aku sendiri hanya melanjutkan makanku dengan lahap kembali.   Entah berapa lama professor pergi, ketika kemudian aku mendengar suara langkah kaki dan perbincangan samar yang melangkah mendekat. Aku bisa pastikan itu adalah suara professor dan seorang pria juga wanita. Samar-samar aku bisa mendengar pembicaraan mereka yang mengatakan suatu istilah asing bagiku. Mereka seperti mengatakan suatu istilah yang bernama Genesis.   Dibanding dengan mendengarkan pembicaraan di antara mereka bertiga, aku lebih fokus dengan memikirkan bagaimana tajamnya indera pendengaranku saat ini. Suara mereka terdengar cukup jelas di telingaku dalam jarak sejauh ini. Dan semakin jelas ketika langkah mereka semakin mendekat dan akhirnya kami saling melihat satu sama lain.   Seorang pria berkulit gelap dengan seorang wanita cantik berkulit kontras dengan pria sebelumnya kini tengah menatapku dengan pandangan heran. Seolah aku adalah suatu spesies langka untuk ditemukan, yang ada di rumah ini. Di sebelah mereka, ada professor Robert yang nampak tidak senang akan keberadaan kedua orang tersebut.   “Aku sudah katakan pada kalian bahwa aku sudah tidak tertarik lagi dengan semua kerja sama itu, Ryan!” keluh professor Robert dengan wajah kesalnya. Namun pria bernama Ryan itu sepertinya lebih tertarik dengan kehadiranku di rumah ini.   “Siapa dia, professor Robert?” tanya wanita itu kemudian. Melihat mereka semua kini tengah memerhatikan diriku seketika membuat diriku menjadi canggung.   “Hallo?” sapaku dengan ragu. Kulambaikan tangan yang penuh akan saos pizza kepada mereka berdua. Tidak ada yang membalasku tentu saja.   “Dia hanya salah satu siswaku di sekolah. Kami baru saja selesai berdiskusi masalah pelajaran dan sedang mengambil waktu luang untuk beristirahat. Sudah kan?” Professor Robert beralih berdiri di depan kedua tamu itu dan menghalangi pandangan mereka dariku.   “Aku sudah tidak memiliki urusan dengan team kalian. Dan aku akan menghargai itu jika kalian mengambil langkah keluar sekarang. Aku sangat sibuk hari ini, oke?!”   “Oh, ayolah professor Robert. Ada banyak hal yang ingin kutanyakan padamu,” balas pria itu. “Kita bisa mengambil waktu bersama walau sejenak.”   “Aku tidak tertarik. Jadi kalian pergilah sekarang.”   Aku bisa melihat professor Robert berusaha mengusir kedua tamu itu keluar. Dan selama mereka didorong pergi, aku sempat kembali bertatapan mata dengan pria berkulit hitam itu untuk beberapa saat, sebelum akhirnya mereka hilang di balik dinding.   Aku merasa cukup heran dengan pandangan lekat dari pria itu padaku. Aku merasa tidak mengenal dirinya sedikit pun tapi kenapa pria itu terlihat sangat memerhatikan diriku? Aku hanya bersikap masa bodoh setelahnya dan kembali melanjutkan acara makanku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD