Aku keluar dari mansion karena ingin bekerja. Aku memang memiliki segalanya dari Asegap. Tapi tetap saja, berada di mansion sebesar itu membuatku sangat kesepian.
"Kamu ke mana aja?"
Ervan bertanya padaku. Aku memang sudah berada di kantor saat ini. Aku bertemu dan Ervan sahabatku.
"Kamu pindah kosan?"
Dia kembali bertanya. Ku tatap laki laki itu untuk beberapa saat, karena aku sangat bingung apakah aku harus mengatakan padanya atau malah menyembunyikan hal itu darinya. "Iya." tapi bagaimana kalau Ervan ngotot mau datang ke kosan ku.
"Kenapa enggak bilang? kenapa enggak minta bantuan ku? barang barang kamu kan banyak."
Dia pasti akan berkata seperti itu dan mengkhawatirkanku. Ervan adalah satu satunya sahabat ku. Tapi ini adalah rahasia yang tidak boleh aku katakan padanya. Lagi pula pernikahan ini memang sangat rahasia sekali. Aku pun yakin kalau di kantor ini tidak ada yang tahu kalau aku dan Asegap sudah menikah.
"Aku masih belum membawa semua barang ku, ko."
"Lah, terus kamu pake apa di kosan baru?"
Nah, kan. Dia kalau bertanya memang enggak cukup dengan satu paket saja. Dia akan terus bertanya dan bertanya lagi sampai ia menemukan jawaban yang benar benar membuatnya puas.
"Aduh, Ervan. Itu gampang banget. Aku bisa ambil sedikit sedikit. "
"Terus kamu kenapa sampe pindah kosan?" dia mulai merengek seperti anak kucing.
"Ya, karena aku ingin saja. Udah ah, kamu enggak perlu bawel. Aku enggak apa apa, aku hanya pengen nyari suasana baru saja."
"Terus kosannya di mana?"
Nah, kan. Dia bertanya akan terus berkelanjutan sampai aku kelonjotan buat jawab. Ini Ervan tubuhnya laki, tapi mulutnya emang kaya cewek.
"Udah! enggak usah bawel. Yang penting kita bakal ketemu di sini." ku dorong wajahnya yang begitu penasaran itu.
"Ah, enggak asik kamu mah. Sama temen aja pake rahasia rahasiaan. Aku dan pacarku kan pengen tahu. Masa kamu enggak boleh kami tahu di mana kosan baru mu?"
"Nanti saja lah aku kasih tahu. Kamu selalu aja kepo."
"Ya pasti kepolah, orang kamu tiba tiba menghindar begitu saja. Kamu pikir aku engak khawatir?"
Aku pikir dia enggak khawatir, karena dia sangat menyebalkan. Gara gara dia aku pergi ke club itu dan akhirnya bertemu dengan Asegap. Lalu sialnya aku malah dijual oleh kakak ku sendiri dan berakhir dengan Asegap. Entahlah bagaimana kisah hidupku selanjutnya. Karena ternyata aku sudah dikuasai oleh laki laki itu. Tidak! aku memang sudah tidak memiliki hak apapun untuk menolak Asegap.
"Malah ngelamun lagi," kesal Ervan padaku. Laki laki itu menarik hidungku. Yang kuahadiahi dengan tatapan membunuh.
"Aku dan pacarku akan ngadain makan malam di kafe. Kamu ikut ya?"
Ervan kebiasaan, kalau ada acara dengan kekasihnya dia selalu saja melibatkan ku. "No! aku enggak mau ikut. Kamu kalau mau makan sama pacar kamu ya makan aja. Aku enggak mau ikut ikutan kaya kambing conge aja."
"Elaah. Kita akan enggak mau kamu sendirian di kosan. Mending kita makan makan. Siapa tahu di kafe kamu bertemu dengan pengeran berkuda putih. Lalu mau menikahi kamu, kan lumayan."
Apaan sih!
Aku sudah memiliki pangeran berkuda putih. Namun sayangnya pangeran itu memiliki kekasih bukan hanya diriku. Tidak! mungkin aku lebih tepat dibilang seorang partner saja. Partner di atas ranjang. Karena hanya itu yang Asegap inginkan dariku. Lalu setelah itu, dia pun kembali menemui artis cantik itu. Angelika adalah seorang model sekaligus artis terkenal saat ini. Jadi wajar saja kalau Asegap behgitu menggilainya.
Dan aku tentu saja harus tahu diri. Aku enggak boleh menginginkan lebih dari apa yang telah menjadi perjanjian kami.
"Gimana mau enggak?"
Lagi laki laki itu kembali bertanya, membuatku kesal saja. "Kalian duluan aja. Aku nyusul."
"Awas aja kalau enggak."
"Iya, kamu tenang aja. Aku pasti datang. Siapin aja uang yang banyak. Aku bakal habiskan semua makanan."
Ervan tergelak. "Iya, iya. Kamu bisa makan yang banyak. Kami bakal traktir kamu."
Ervan dan pacarnya mamah sering sekali memberikan aku makan gratis. Karena mereka tahu kalau aku ini kerja demi kedua orang tuaku. Mereka juga tahu kalau kakak ku suka datang memaksa dan mengambil uang dariku.
"Oya? kakak mu enggak menggila lagi kan?"
Ervan tidak tahu saja kalau aku sudah dijual oleh kakak ku sendiri dan saat ini aku sudah terjabak pada sebuah pernikahan aneh yang aku sendiri enggak tahu harus kaya gimana nantinya.
"Enggak. Dia enggak datang ke kosan aku."
"Bagus lah. Aku cemas banget sama kamu. Aku beneran enggak ngerti gimana cara dia mikir. Harusnya diakan melindungi kamu, dan bukan malah bikin kamu repot kaya gini. Kamu harus kerja, dan uangnya kakak kamu yang maka. Emang kerja itu enak. Capek lah. Lagian dia juga kan masih muda. Masa dia enggak mau kerja sih?"
Kakak ku enggak mau kerja, karena dia enggak mau diatur oleh orang lain. Dia sebenarnya dulu pernah kerja. Namun ia berhenti karena berkelahi dengan atasannya. Dia enggak suka di suruh suruh dan di sepelekan. Lalu akhirnya dia memiliki catatan hitam dari kepolisian, menjadikannya susah di terima kerja di perusahaan mana pun. Dan karena itulah dia saat ini menganggur lalu meminta uang padaku ketika aku gajihan.
"Oh, iya. Kamu mau makan di mana? aku nanti nyusul."
Meski pun kakak ku itu jahat. Aku tetap saja selalu melindunginya. Aku tidak suka siapapun menjelek jelekan dia. Termasuk Ervan sahabatku.
"Kamu hindarin topik ya."
Dan Ervan kadang kesal dengan ku yang selalu membela kakak ku, meski aku tahu kalau dia itu salah.
"Van ... dia juga kakak ku."
"Tapi dia selalu saja nyiksa kamu. Dan kamu tetap saja sayang sama dia? sampai kapan?"
Aku enggak tahu sampai kapan. Tapi dulu, kakak ku enggak seperti ini. Dulu kakak ku sangat sayang padaku. Dia selalu membelikan makanan kesukaan ku. Namun akhir akhir ini dia berubah dan ya ... ini sungguh membuatku sangat sedih. Aku kecewa sekaligus bingung menghadapinya. Aku kadang merasa kalau dia bukanlah kakak ku yang dulu.
"Kamu ke ruangan kamu gih. Aku sibuk, serius."
Ku lihat Ervan kecewa padaku. Ia pun pergi meninggalkan ruangan ku dengan menghela napas dalam.
Istirahat, aku pun ke kantin untuk makan. Kantin di sini bentuknya seperti prasmanan. Karyawan di sini bisa memilih makanan yang tersedia. tidak mewah, namun bisa mengenyangkan kami.
"Ayo di sana!" Ajak Ervan. Laki laki itu juga rupanya baru keluar. Ervan dan aku memang selalu makan bersama di kantin kantor. Pacar Ervan kerja di tempat lain. Mereka akan bertemu di malam minggu. Dan anehnya pacaran mereka adem adem saja, meski mereka jarang bertemu.
"Kamu harus jawab pertanyaan ku. Kenapa kamu pindah kosan?"
Ervan kembali bertanya. Dan kami saat ini duduk satu meja dan saling berhadapan.
"Kan aku udah bilang. Kalau aku--"
"Wah, pacarnya Angelika ganteng banget ya?"
Ku dengar desas desus di belakang ku. Ku lihat para gadis itu sedang membicarakan Asegap. Ku diam saja dan makan, meski kedua telinga ini mulai mendengarkannya dengan seksama.
"Asegap ya, kalau enggak salah namanya."
"Iya, ganteng banget. Aku serius setuju sama mereka berdua. Asegap yang ganteng dan Angelika yang cantik. Mereka pasangan fenomenal pokoknya."
Aku serius enggak cemburu. Aku juga sangat mengakui kalau mereka ini memang serasi. Aku juga tidak marah, dan memang enggak boleh marah kan? perjanjian itu sudah aku tanda tangani. Aku sudah tidak bisa menolak lagi.
"Kamu kenapa?"
Ervan menegurku. "Kamu ngelamun terus. Apa kamu punya masalah?"
Masalahku sudah teratasi dengan menikah sama Asegap. Aku enggak akan menerima pukulan dari kakak ku lagi. Aku juga enggak perlu bingung bagaimana caranya membagi uang yang sedikit antara kosan, makan dan kedua orang tuaku. Aku juga tidak lagi harus pusing memikirkan pengobatan ibu ku. Hanya saja ... Hanya saja batin ku terus bertanya. Apakah aku yakin tidak akan menyalahi aturan yang sudah tertulis di dalam perjanjian?
"Haloo! aku malah dicuekin." Ervan memutar kedua bola matanya jengah.
"Er, menurut kamu pernikahan kontrak itu kaya gimana sih?"
Ervan terdiam dan meneliti diriku. "Kenapa? kamu mau nyari suger dady yang kaya asegap? terus nikah kontrak biar dapet uang. Gitu?"
Kenapa sih dia harus bahas Asegap?
"Asegap masih muda lah. Dia bukan sugar dedy."
Di suamiku, Ervan. Ingin sekali aku mengatakan itu padanya secara langsung.
"Iya, dia masih muda. Tapi kekayaannya bikin aku iri. Aku hanya seorang staf kantor. Dan dia pemilik dari beberapa kantor. Enak banget jadi Asegap. Bisa jadi pacarnya Angelika pula!"
Iya. Asegap sangat beruntung. Dia tampan, dia juga kaya raya. Dan dia juga bisa memiliki seorang perempuan cantik seperti Angelika. Apa yang kurang dari kehidupan Asegap.
"Kamu mau juga sama Angelika?"
"Iyalah! siapa yang enggak mau sama dia. Cantik, seksi, banyak duit. Tapi sayang, dia pasti enggak mau sama aku."
Aku terkekeh mendengarnya. "Kasihan." ledeku.
"Tapi kamu jangan mau sama cowok yang kayak Asegap. Kamu akan tersiksa nantinya."
Ku rasakan Ervan mengusap pucuk kepalaku. "Kamu harus menemukan laki laki yang lebih baik dari aku dan Asegap dari segala aspek."
Namun sayangnya, aku sudah menjadi miliknya Asegap dari mulai ujung kepala dan ujung kakiku.
Lalu aku harus bagaimana?
Sepulang kerja, aku benar benar ikut dengan Ervan ke kafe. Elana juga terus menelpon ku, pacarnya Ervan itu ingin sekali mengajaku makan di sana. Mereka berdua memang sangat baik padaku.
"Hay!"
Elana memeluk ku, ketika aku sampai di sana. "Akhirnya ketemu lagi." ujarnya.
"Aku udah pesenin banyak makanan buat kamu." Elana memperlihatkan meja yang sudah penuh. "Aku juga udah beliin kamu dress yang bagus bagus. Pokoknya kamu pasti bakal suka sekali." Aku juga memang sering dibelikan Dress olehnya. Iya, Elana sebaik itu. Gadis itu pernah bilang, semua perberiannya itu adalah sebagai ucapan terima kasih karena aku telah memberikan Ervan padanya. Aduh, ini seolah aku adalah orang tuanya yang harus memberikan restu pada mereka berdua.
"Duh, makasih banget."
Aku pun duduk dan makan, sementara Ervan dan Elana duduk di meja lain. Selalu seperti itu. Elana dan Ervan akan membelikan ku makanan, lalu setelah itu mereka akan duduk di meja lain. Aku tentu saja enggak keberatan. Karena kadang pasangan itu memang ada banyak hal yang ingin dibicarakan berdua.
Sampai beberapa menit, aku menikmati hidangan ini. Ponselku bergetar. Ku buka ponselku.
Asegap.
Aku sudah bilang. Makan sayur dan buah lebih banyak! jangan makan yang berbinyak!
Ah, laki laki itu apakah sedang mengintaiku. Ku tatap seluruh penjuru ruangan ini. Namun aku enggak menemukan dia.
Kembali pada makanan kesukaan ku. Ada daging lada hitam kesukaan ku, duh, kenapa juga harus ada laki laki itu.
Asegap
Segera ke toilet!
Dia menyebalkan sekali. Aku beranjak membuat Elana dan Ervan bertanya tanpa suara. Aku pun menunjuk ke arah toilet.
Sesampainya di sana, aku malah enggak tahu laki laki itu berada di mana. Sampai aku membuka pintu dan seseorang menariku, lantas menghimpit tubuh ini ke dinding tembok.
Membingkai kedua sisi wajah ini dengan jarak yang begitu dekat. "Aku enggak suka istriku gendut!"
Dalam jarak sedekat ini, entah kenapa dia begitu seksi dan menawan sekali. "Kenapa anda begitu peduli? bukan kah Angelika sudah cukup menghilangkan dahaga mu?"
Seulas senyuman menghiasi mulut manis dan rupawan itu. Bulu bulu halus yang ada di rahangnya sungguh membuatku membayangkan malam di mana dia telah mengoyak kesucianku.
"Apa kamu cemburu, huh?"
Aku menggeleng, dan menunduk. "Aku enggak berani."
Dia mengangkat dagu ku. "Makan makanan yang sehat. Jauhi minyak, dan jangan makan berlebihan seperti itu."
"Aku hanya menghargai teman ku."
"Sekarang kamu tidak perlu menerima pemberian orang."
"Aku tidak mungkin mengatakan pada mereka berdua, kalau saat ini aku telah menikah dengan mu."
Kami hening selama beberapa saat. Ku rasakan jarak kami semakin menipis. Jantungku berdebar gila, aku sungguh siap kalau dia akan mencium ku.
Namun ...
"Tolak semua pemberiannya, karena aku tidak suka istriku menerima pemberian orang!"
"Tapi ...."
Dia menciumku sekilas. "Tolak, atau buang terserah kamu. Tapi aku enggak suka kamu memakai pemberian orang!"
Setelah itu, dia keluar dari toilet dan meninggalkan ku. Lelaki ini memang tidak memiliki hati nurani. Dan aku enggak tahu harus bagaimana.