"Ibu kenapa, ayah?" Aku datang dengan kedua mataku yang sembab. Aku tidak bisa menahan air mata membayangkan apa yang telah terjadi pada Ibuku. "Ibu, kritis." Bapak memelukku pilu. "Ibu kritis ..." kuusap punggungnya Ayahku. AKu tahu bagaimana rasanya ditinggalkan. Karena saat ini pun aku sedang mengalaminya. Aku telah ditinggalkan Asegap, namun bedanya kami masih berada di satu dunia. Ibu juga masih berada di satu dunia dengan kami, hanya saja dengan keadaan yang kritis seperti ini, rasanya memang seperti kami akan ditinggalkannya. "Mari kita berdoa, Ayah. Kita harus yakin kalau ibu akan baik baik saja. Ibu akan kembali pada kita." ujarku menguatkan diri, meski aslinya aku pun merasa pesimis. Ayah duduk di kursi, dan aku ke kantin untuk membelikan minuman buat Ayah. AKu mencari pon