Tiga tahun lalu Galuh meminta izin pada Nadhira untuk menikah lagi dengan seorang janda beranak satu yang Nadhira lihat usianya saat itu mungkin baru satu tahun lebih.
Nadhira mengiyakan, dia juga merasa ayahnya perlu seseorang untuk menemaninya setelah lama di tinggal mamanya meninggal dunia, sementara dia sibuk bekerja.
Nadhira sempat terkejut saat tahu jika calon ibu tirinya hanya satu tahun lebih tua darinya, namun saat Nadhira lihat Elisa benar-benar menyayangi ayahnya dia juga tak bisa melarang, apalagi di saat sakit wanita itu benar-benar mendampingi ayahnya.
Hingga tak ada keraguan sedikitpun dari Nadhira, yang terpenting baginya ayahnya bahagia.
Saat menikah dengan Adam, Nadhira awalnya di minta untuk tinggal di rumah orang tua Adam, namun entah mengapa Adam berubah pikiran dan memilih untuk tinggal di rumah Nadhira, hingga kini alasan Adam tetap sama, yaitu karena khawatir dengan kondisi ayahnya.
Namun kini pikiran Nadhira terganggu dengan kenyataan yang baru dia ketahui. Mungkinkah Adam memilih tetap tinggal disana agar terus bisa berhubungan dengan Elisa.
***
Seperti biasa Nadhira bangun di pagi hari untuk menyiapkan sarapan, hingga dia mendengar suara langkah kaki mendekat membuatnya menoleh.
"Masak apa Nad?" Elisa bertanya dengan senyuman ramahnya, namun tatapan Nadhira justru pada kain tipis yang di kenakan ibu tirinya itu.
"Mama turun masih pakai lingerie?"
Elisa terkekeh "Iya, Mama baru bangun terus haus, jadi mama gak sempet ganti baju," ucapnya dengan acuh lalu duduk setelah mendapatkan segelas air.
"Tapi, ada baiknya Mama memperhatikan, di rumah ini bukan hanya ada Ayah, disini ada juga suamiku, bukankah lebih baik Mama menjaga diri Mama?"
Elisa kembali terkekeh "Kamu kenapa sih, Nad. Lagian Mama gak bermaksud menggoda kok, ya ... kalau Adan tergoda bukan salah Mama dong, salahkan matanya yang jelalatan."
Nadhira mengepalkan kedua tangannya menahan kekesalan.
"Bukan masalah Mas Adan tergoda atau tidak, tapi aku bicara soal Mama yang harus menjaga diri dan menghormati Ayah, alias suami Mama." Nadhira menekankan kata- katanya.
"Dan kalau Mas Adam memang tergoda bukan hanya salah Mama yang sengaja, tapi, ya mata lelakinya juga salah karena tidak menjaga pandangannya selain pada istrinya."
Elisa masih tersenyum tanpa emosi yang berlebihan menandakan dia tak tersinggung "Iya, deh. Mama kan bilang Mama haus, jadi Mama langsung keluar buat minum." Elisa bangkit "Ya, udah Mama mau mandi dulu abis itu Mama bantuin kamu."
Nadhira menghela nafasnya, merasa dia terlalu berlebihan, kenapa dia bisa terpancing dengan perkataan Elisa, dan kenapa juga ucapan Elisa begitu mengganggunya.
"Ya, kalau Adam tergoda bukan salah Mama."
Nadhira meletakan sutil dengan kasar saat merasakan hatinya semakin gelisah.
Setelah menyiapkan sarapan yang katanya Elisa akan membantu, namun justru wanita itu datang saat masakan sudah selesai dan Nadhira hendak membawakannya ke atas meja.
"Biar Mama aja," ucapnya pada Nadhira.
"Gak papa kok udah beres juga."
"Maaf, tapi tadi Mas Galuh minta bantuan Mama."
"Ya, urusan Ayah lebih penting, kalau gitu aku mau bangunin Mas Adam dulu." Nadhira membiarkan Elisa menyelesaikan sisanya, sementara dia naik ke kamarnya.
Saat masuk kamar dia melihat Adam sudah terbangun dan duduk di tepi ranjang "Mas udah bangun, aku siapin air hangat dulu."
"Hm, makasih, sayang." Nadhira memasuki kamar mandi untuk menyalakan pemanas air dan menyiapkan peralatan mandi Adam termasuk handuk untuk pria itu.
Selesai dengan tugasnya Nadhira hendak pergi, namun tangan Adam menahannya "Mandi bereng, yuk," ajaknya, dengan nada manja.
Nadhira terkekeh "Udah ah sana, udah siang, nanti kalau telat gimana?"
"Cuma bentar kok, ya," bujuknya lagi. Adam menarik tangan Nadhira memasuki kamar mandi, hingga tanpa terelakan Nadhira hanya bisa mengikuti titah Adam sebagai istrinya, dan tentu saja kegiatan mandi itu tak hanya sekedar mandi.
Nadhira duduk didepan cermin sambil mengeringkan rambutnya, sementara Adam tengah mengenakan pakaiannya.
"Mas ada lembur malam ini," ucap Adam sambil mengancing lengan kemejanya,
Nadhira menoleh dengan dahi mengeryit.
"Ini bukan akhir bulan masa lembur?"
"Ya, gimana kerjaan banyak, lagian semakin giat semakin cepat aku dapat promosi."
Nadhira mengangguk "Ya, semoga." Nadhira memasangkan dasi di leher Adam, lalu memasangkan jas di tubuh jangkung itu.
Selesai dengan pekerjaannya Nadhira menggandeng Adam ke luar kamar lalu menuju ke ruang makan untuk sarapan.
Seperti biasa sudah ada Galuh, Elisa, juga Livia disana, dan perhatian Adam langsung di ambil alih oleh bocah berusia empat tahun tersebut, hingga Nadhira merasakan tangannya kosong sebab Adam melakukannya dengan tiba-tiba.
Mata Nadira menguci kebersamaan Adam dan Livia dimana keduanya tengah bercanda dengan Adam yang menciumi Livia hingga bocah itu merasa kegelian. "Akh, mas Adam geli!" ucap bocah itu degan tertawa terbahak.
Nadhira tertegun, hingga matanya melihat ke arah Elisa, ibu tirinya itu menopang dagu dan ikut tertawa melihat pemandangan dimana Adam dan Livia tengah bercanda.
Nadhira melipat bibirnya lalu mendudukkan dirinya di sebelah Adam, hingga Adam selesai dengan Livia dan mendudukannya di kursi di sebelahnya.
"Sekarang kita makan dulu, okay?"
"Oke. Mas Adam pulangnya anterin Via ke Alpamalet ya, beli eskrim," pinta bocah itu.
"Oh, Livia mau eskrim?" bocah itu mengangguk.
"Oke, tapi dengan satu syarat, sekarang Livia makan yang banyak."
Dahi Nadhira mengeryit "Loh, bukannya kamu mau lembur Mas?" tanya Nadhira.
"Iya, biar nanti Mas cari cara supaya pulang cepet."
"Tapi.." kenapa untuk Livia, Adam bersedia membatalkan pekerjaannya.
"Gak papa kok, Dam nanti kalau kamu gak bisa aku bisa antar Livia." Elisa menimpali.
Adam mengangguk "Tuh kan, Elisa juga gak papa."
Nadhira menghela nafasnya, lalu mengambil makanan untuk Adam "Mas bisa gak mulai sekarang kamu panggil Mama Elisa, Mama."
Adam mengeryit "Kenapa?"
"Gak Papa, rasanya gak pantes aja, gimanapun kan Mama Elisa, Mamaku."
"Gak papa loh, Nad, lagian kita udah bahas di awal, geli juga sih di panggil Mama sama Adam." Elisa tertawa.
Kenapa? karena kalian mantan pacar?! batin Nadhira berteriak.
"Iya, usia aku bahkan lebih tua dari Elisa." Adam keukeuh dengan pendapatnya.
"Tapi, Mas?"
"Sudah, kita ini mau makan atu debat soal panggilan?" Nadhira diam saat Galuh angkat suara. "Gak masalah mau panggil apa, yang penting kita selalu rukun."
Elisa mengangguk begitu pun Adam, dan hanya Nadhira yang tak merasa senang.
Awalnya Nadhira tak berpikir buruk saat Adam memanggil Elisa hanya dengan namanya saja, dia mengira sebab usia mereka yang terpaut lebih tua Adam dari Elisa membuat Adam memilih memanggil nama sebutan wanita itu. Tapi, kini setelah tahu keduanya mantan kekasih, tentu saja Nadhira tahu, jika mungkin keduanya akan canggung satu sama lain saat mereka yang awalnya memanggil nama bahkan mungkin panggilan sayang, kini harus memanggil Mama.
Nadhira meletakan sendoknya saat semua orang masih menikmati sarapan mereka.
"Kamu udah?" tanya Adam, saat melihat Nadhira meletakkan sendoknya.
Nadhira mengangguk "Aku udah kenyang." Nadhira memilih bangkit meninggalkan meja makan.