Bagian 9

1134 Words
Pria berdasi merah bercorak biru itu ikut membantu Ratu membereskan pecahan gelas. “Seharusnya kamu tidak di sini, apalagi ketika jam kerja.” Glenn menasihati mantan dari sekretaris direktur pemasaran tersebut. “Maafkan saya, Pak.” Dengan hati-hati, Ratu menerima sebuah slime dari office girl tersebut. Kemudian ia gunakan benda kenyal nan lembut itu untuk membersihkan serpihan kaca yang tidak terlihat. Sinta malah melihat Glenn lebih akrab dengan Ratu. Dalam pemikiran gadis itu, ia ingin Ratu terkena marah oleh sang direktur keuangan. “Pak, dia ini kan pasti tujuannya membully pegawai rendahan! Pakai alasan didorong segala.” Sinta menuding dengan santai, dia memang sengaja ingin membuat citra dari seorang Ratu buruk. Baik di mata atasan juga di mata pegawai rendahan, begitu keinginan Sinta. “Memang kamu merasa didorong, Ratu?” tanya Glenn pada Ratu yang baru saja berdiri membawa slime penuh serpihan kaca. “Saya tidak pernah mengatakan jika saya didorong. Saya hanya meminta maaf dan tak mengatakan alasan apa pun.” Ratu mengingat-ingat kembali, memang benar tidak pernah ia menyebutkan jika dirinya baru saja didorong. Walaupun ia benar-benar merasa ada seseorang yang mendorongnya, namun ia belum mengatakan sama sekali hal tersebut. Insting Ratu seakan menunjukkan siapa biang keonaran yang ingin memfitnahnya kal ini. “Apa jangan-jangan, saya benar-benar didorong, ya, Pak?” Kemudian Ratu mengalihkan pandangannya menghadap ke arah Sinta. “Atau kamu tau orang yang mendorong saya? Kamu, kan, satu-satunya orang yang ada di belakang saya ketika saya terjatuh.” Kau mau mengintimidasiku, Sinta? Setidaknya, naikkan dulu levelmu. Ratu membatin dalam hati. “Kenapa kamu bisa tau jika ada yang mendorong padahal Ratu tidak mengatakannya, Sinta?” Glenn berbalik dan akhirnya menyadari sesuatu. Memang benar Ratu tidak mengatakan apa pun. Pria itu membelalakkan matanya pada wanita yang berusaha memfitnah tersebut untuk meminta penjelasan. “Saya ... sa ... saya hanya menebaknya.” Sinta gelagapan. Sial, aku ceroboh! “Menebak untuk membuat tudingan itu bisa jadi fitnah, Sinta. Apalagi jika tebakan kamu salah,” ujar Ratu sambil tersenyum miring kali ini. Sinta benci dengan senyum itu. Senyum mengejek yang selalu terbit dari bibir merah seorang Ratu. Benci! Sangat benci! Ingin sekali ia menghentakkan kaki lalu mendorong Ratu, namun tidak mungkin karena ada Glenn di depannya. Pria yang ia sukai sejak lama, namun sayang pria itu menyukai Ratu meski sebenarnya Glenn telah memiliki tunangan. “Oh, ya! Lalu satu lagi, katamu aku ingin membully pegawai rendahan?” Ratu langsung merangkul perempuan muda di sampingnya tersebut. “Siapa yang kau maksud pegawai rendahan itu, Sinta? Aku tidak pernah menganggap para pekerja lain sebagai pegawai rendahan apalagi sampai berniat membully-nya.” Tatapan Ratu selalu berhasil membuat seorang Sinta panas. Sinta pun tak bisa mengeluarkan suaranya lagi. Awas kau, Ratu. Jesslyn yang akan membalasmu! “Maaf aku mengacaukan pekerjaanmu. Dan ditambah kacau lagi karena sepertinya ada orang yang membenci saya di sini.” Ratu melirik sinis pada Sinta seraya mengusap kedua bahu office girl tersebut. “Tidak apa-apa.” “Minuman itu untuk siapa? Akan jadi masalah jika kau terlambat mengantarnya.” Ratu mengkhawatirkan pegawai tersebut. “Ah, minuman itu untukku,” jawab Glenn. Tentu saja pria ini juga tidak ingin citranya di depan Ratu berkurang. “Tidak perlu terburu-buru. Aku bisa menunggu selagi kamu membuatkannya lagi, terima kasih.” Ratu tersenyum dan melihat pada pegawai tersebut. Sementara Sinta yang merasa kesal karena niatnya malah membuat Ratu semakin disukai Glenn, akhirnya pergi dengan wajah memerah dan jantung yang seakan terbakar api. “Terima kasih, Bu, Pak. Lain kali saya akan lebih hati-hati.” Pegawai itu menunduk berulang kali. “Ah, aku yang salah. Oh, ya, sebelum kamu pergi, boleh aku tau siapa namamu?” tanya Ratu. Pegawai itu mendongak ketakutan. Ia khawatir Ratu mencari tau tentang identitasnya. “Tenang saja, aku tidak berniat untuk memecat atau memotong gajimu?” Ratu pun menarik name tag milik sang office girl. “Puspa Maharani. Ok! Puspa, aku menandaimu.” Wajah petugas kebersihan itu pun langsung pucat pasi. “Aku akan menyelipkan bonus di gajimu,” bisik Ratu yang masih terdengar oleh Glenn. “Ratu?” Sebagai direktur keuangan dia mengkritisi niat Ratu. “Dipotong dari gaji saya, Pak Glenn. Tenang saja!” Ratu mengerti maksud Glenn. “Ok! Karena masalah sudah selesai, saya akan pergi dulu ya. Ada urusan sama Bu Sonya,” ucap Ratu sambil menunjukkan map dokumen yang dibawanya. Map yang akan ia serahkan untuk Direktur Pemasaran tersebut. * “Hmmm ... gara-gara CEO muda itu, aku jadi jauh dengan Sinta. Dia terbiasa denganku, tidak mudah menemukan sekretaris yang cocok dengannya.” Ratu menggumam seraya ia duduk di bangku sekretaris miliknya. Dia tadi tak bisa berlama-lama di ruangan Sonya, karena khawatir Harry mencarinya. Maka dari itu, sekarang dia sudah berada di depan kantor milik Harry lagi dan menunggu pria itu memberikan perintah untuknya. Benar saja, beberapa detik kemudian dering telepon di meja sekretaris pun terdengar. Ratu segera mengangkatnya. “Baik, saya akan segera membawa kopi untuk Anda.” Ratu pun menutup kembali gagang teleponnya. Dia menggelengkan kepala sambil menuju ke pantry. “Tadi pagi aku sudah membuatkan kopi, lalu dia juga meminta jus. Sekarang dia meminta kopi lagi. Ah, aku tidak paham bagaimana cara dia menjaga kesehatan.” Sebagai orang yang sangat memperhatikan kesehatan, Ratu kurang menyukai pecandu kopi seperti Harry. Dengan cekatan wanita itu membuat sebuah espresso dari mesin penyeduh kopi. Lalu Ratu melirik pada kulkas mini yang ada di pantry dan membukanya, biasanya suka tersedia berbagai macam makanan. “Ah, pisang?” Ratu mengingat jika buah-buahan memiliki kandungan yang cukup baik untuk menetralisir efek dari kafein. Dia mengambil satu pisang lalu mengupas dan memotongnya. Menata buah tersebut di atas sebuah piring putih, berjajar rapi dan cantik. Kemudian ia bawa dalam satu nampan bersama secangkir espresso. “Ada yang kurang,” gumam Ratu. Tangannya meraih satu botol air mineral ukuran kecil dan meletakkan dalam nampan yang sama. “Ini lengkap!” Dengan percaya diri wanita itu pun membawa seluruh ‘sesajen’-nya untuk sang CEO. Bukan karena ia ingin dipuji atau naik gaji, hanya saja dia tidak ingin tugasnya bertambah jika atasannya memiliki penyakit serius di usia muda. Tak sedikit CEO yang melimpahkan banyak tugasnya pada sekretaris karena pimpinan perusahaan tersebut memiliki halangan untuk bertugas, karena sakit misalnya. “Silakan kopinya, Pak.” Ratu menata satu per satu, mulai dari kopi, air mineral, dan buah pisang di atas meja kerja Harry. Tentunya semua itu tidak menghalangi barang-barang milik CEO muda tersebut. Sekretaris cantik itu meletakkan semuanya di samping monitor dan sebagian berada di samping berkas sehingga tidak akan menghalangi kinerja atasannya. “Ah, Ratu kau menyakitiku.” Harry tiba-tiba berujar demikian. “Ma-maksudnya, Pak. Maaf mungkin saya tidak sengaja.” Ratu bingung, dia menyakiti apa pada sang CEO? “Itu, kenapa kau potong pisang dengan cara yang sadis begitu.” Tangan Ratu pun meremas nampan yang digenggamnya. Dalam hati ia menggerutu, “Dia sudah mulai gila lagi!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD