Seharian itu Octavia hanya berada di kasur. Renov sudah pergi ke kantor beberapa jam yang lalu. Pria itu sebenernya sedang cuti, namun ternyata ada keadaan mendesak yang membuatnya harus pergi.
Gadis itu merasakan bagian bawahnya nyeri setelah beberapa kali melakukannya bersama Renov. Gadis itu minum beberapa pil yang diberikan Renov. Octavia tidak terlalu paham apa kegunaannya, namun dia mempercayai suaminya itu.
Suara ketukan pintu dari luar membuat Octavia terkejut. Untung saja dia sudah membersihkan diri lagi satu jam lalu setelah Renov pergi ke kantornya. Tubuhnya sudah terbalut pakaian santai.
"M-masuk," jawabnya gugup. Seorang pelayan wanita berumur lima puluhan masuk, membawakan nampan berisi sup hangat, s**u dan beberapa buah-buahan.
"Biar aku saja," ucap Octavia saat wanita itu meletakkan meja di tubuhnya, namun pelayan itu sudah dengan sigap melakukannya. "A-ah, terimakasih." balas Octavia penuh kecanggungan.
Wanita itu tersenyum. "Tidak perlu canggung, nyonya." ucapnya. "Nama saya Marta. Saya sudah menjadi pelayan sejak tuan Renov masih kecil."
Octavia kurang menyukai kata nyonya yang disandangkan padanya. Terlalu kaku dan aneh. "Hmm, bibi Marta?"
"Ya, Nyonya?"
Octavia meringis. "Bisakah kamu berhenti memanggilku, nyonya? Agak aneh rasanya."
Bibi Marta tersenyum tipis. "Aku tau. Pasti aneh memanggil gadis muda sepertimu dengan sebutan nyonya. Baiklah, aku akan memanggilmu Nona."
Bukan seperti itu keinginan Octavia, namun tidak memiliki pilihan lain, dia setidaknya lebih baik daripada nyonya.
"Hmm, Bibi?"
"Ya, Nona? Ada yang lain?"
Octavia buru-buru menggeleng. "Bukan, maksudku. Kapan biasanya Renov pulang dari kantor?" tanyanya pelan.
Bibi Marta tersenyum. "Tuan tipe orang giat bekerja, nona, dia kadang pulang subuh demi perkerjaannya. Tapi itu dulu, sekarang dia sudah memiliki istri yang menunggunya dirumah aku rasa dia akan pulang lebih cepat dari biasanya." ucapan wanita tua itu membuat warna merah menjalari pipi gadis muda itu.
"A-ah, begitu." katanya.
Bibi Marta membungkuk hormat dan pergi dari kamar itu.
Mata Octavia mengelilingi ruangan yang dia tempati saat ini. Dia baru dua hari dirumah ini dan baru menyadari betapa indahnya rumah itu. Dia tau sejak awal namun, ini jauh lebih Indah dari bayangannya.
Mata gadis itu terpaku pada foto pernikahan mereka. Octavia jadi mengingat sesuatu. Pesta pernikahan mereka terbilang mewah, banyak orang-orang penting datang pada resepsi mereka. Namun Octavia tidak melihat satupun keluarga pria itu.
Octavia juga belum ingin menanyakannya. Walau sudah menajdi istri Renov, tetap saja rasanya tidak sopan menanyakan hal itu. Mereka belum memiliki ikatan sekuat itu. Dia baru mengenal Renov beberapa hari ini.
Octavia memakan supnya dalam keheningan. Setelah menikmati makannya, gadis itu memilih berkeliling di rumah itu. Gadis itu benar-benar takjub dengan apa yang dia lihat disana. Begitu Indah dan menakjubkan. Berbeda sekali dengan rumahnya dulu. Jauh berbeda.
"Woah!" Octavia terpekik saat melihat kolam renang di lantai dua rumah mereka. Ini pertama kalinya dia melihat kolam renang berada diatas. Di depan kolam itu terlihat pemandangan pepohonannya hijau dan beberapa gedung tinggi yang jauh disana. Matanya membola girang.
Lalu perjalanan Octavia berlanjut kearah dapur besar disana, beberapa pelayang tampak sibuk dengan pekerjaan mereka. Sampai pada taman belakang disana yang besar dan Indah. Tanaman disana begitu terawat. Gadis itu sedikit meringis merasakan bagian intimnya masih nyilu saat berjalan.
Mata Octavia lalu tertuju pada sebuah ruangan terpisah yang berada disudut taman. Keningnya berkerut dalam. Ruangan terpisah? Apa itu? Gudang? Atau tempat peristirahatan tukang kebun dirumah ini? Hati Octavia bertanya-tanya.
"Hai," sebuah suara berat dan maskulin menyapa telinga Octavia. Gadis itu menegang. Tangan besar itu membelit tubuhnya erat, membuat Octavia menahan nafasnya beberapa detik.
"Renov?" bisiknya.
Pria yang dibelakang tubuhnya mendekatkan bibirnya ke leher gadis itu dan mengecupnya hangat, membuat Octavia mendesah pelan.
"Kata Bibi Marta kamu selalu pulang saat subuh ketika bekerja." kata Octavia gugup saat tangan pria itu mulai mereka pinggangnya.
"Sebelum menikah denganmu, memang benar." katanya menumpukan dagu di Puncak kepala Octavia. "Apa kamu sudah makan siang?"
Octavia mengangguk kecil. "Sudah."
Kini tubuhnya dibalikkan pria itu. Mereka saat ini saling berhadapan. "Apakah masih sakit?" bisik Renov saat melihat gerakkan aneh gadis itu.
Di mengangguk kecil. "Iya, tapi sudah lebih baik."
Pria itu mengangguk. Lalu dia tiba-tiba merangkum tubuh Octavia, menggendong gadis itu, membuat istri mudanya itu memerah.
"R-Renov—,"
"Maafkan aku, biar aku yang membawamu kekamar kita." Octavia mengalungkan tangannya, membiarkan pria itu membawanya. Beberapa pelayan melihat dan tidak berani tersenyum sedikitpun. Karena, Renov adalah pria dingin dan kasar sebelumnya. Dan secara tiba-tiba berubah lembut pada sang istri yang baru dia nikahi.
Renov menurunkan tubuh gadis itu saat mereka sampai di ranjang mereka.
"Ada apa?" tanta Octavia bingung saat pria itu membaringkan tubuhnya diatas kasur dan pria itu ikut naik dan memeluknya begitu erat.
Renov memeluk tubuh gadis itu kuat. "Tidak ada apa-apa, hanya memeluk istriku. Apa salah?" tanyanya.
Octavia buru-buru menggeleng. "Tidak. Hanya kaget saja."
Lalu keheningan menyelimuti mereka.
"Octavia."
"Y-ya?"
"Kita belum melakukan honeymoon bagaimana lusa kita ke Jepang?"
Mata Octavia membulat, menatap suaminya terkejut. "Jepang? Itu luar negeri bukan?"
Renov mengangguk, mengusap rambut gadis itu. "Ya, ada apa memangnya?"
Octavia menggeleng. "Aku belum pernah keluar negeri. Jadi rasanya aneh."
Renov terdiam. Menatap wajah polos gadis itu. Tangannya tanpa sadar singgah di pipi lembut gadis muda itu. "Kamu benar-benar polos." ucap Renov pelan.
Octavia menatap pria itu bingung. Renov menatapnya begitu tajam dan dalam, membuat gadis itu sedikit takut. "Renov?" dia memegang tangan Renov yang berada di pipinya.
Pria itu seperti tersadar. Lalu mengelus pipi itu pelan. "Kamu ingin apa untuk makan malam hari ini?" tanyanya.
Octavia tersenyum kecil. "Aku akan memakan apapun yang ada."
Renov tersenyum kecil. "Kamu gadis mungil yang baik." tangan pria itu masih asik menelusuri wajah Indah sang istri muda. "Ah, iya, aku ada sesuatu untukmu." Renov bangkit dari ranjang, mengambil sesuatu di laci di dekat ranjang.
Octavia ikut bangkit melihatnya.
Renov menyerahkan sebuah paperbag. "Kamu tidak memiliki ponsel 'kan? Aku membelikan ini untukmu. Kamu bisa meggunakannya untuk menghubungiku dan ibumu."
"I-ibu?"
"Aku memberikan ponsel pada ibumu. Jadi jika kamu merindukannya, kalian bisa melakukan panggilan video." ucap pria itu.
Mata Octavia berkaca-kaca. Dia langsung memeluk erat pria itu. "Terimkasih Renov. Terimakasih."
Tubuh Renov sedikit menegang, lalu tangannya mengusap lembut rambut gadis itu.
Octavia merasa beruntung memiliki Renov. Benar-benar beruntung. Dia harus berterimakasih kepada tuhan yang begitu baik memberikan sosok Renov pada hidupnya yang begitu berat.
Renov malaikatnya.
Namun, benarkah pria itu sosok malaikat dihidupnya? Atau seorang iblis yang bersiap menyiksa gadis itu?
***