Prolog
Octavia pov
***
Aku termenung menatap cermin yang memperlihatkan diriku yang benar-benar tampak jalang dengan baju jaring-jaring yang disebut lingerie. Rambut bergelombangku, aku urai karena basah membuatku tambah jijik dengan diriku saat ini.
Namaku Octavia, di umurku yang baru delapan belas tahun, aku harus menikah dengan seorang pria berumur sepuluh tahun lebih tua dariku.
Selama ini aku tinggal bersama ibuku, Ayahku sudah meninggal, karena itu ibu selalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhanku dan bersyukur pendidikanku bisa kuselesaikan di jenjang SMA, baru sebulan aku lulus. Aku bahagia, namun tiba-tiba saat aku mendapatkan kabar dari ibu aku akan dinikahkan, aku bingung.
Aku bingung harus bereaksi apa. Ibu adalah manusia yang paling kucintai didunia ini. Ibuku tidak pernah memaksaku untuk menikah, namun melihat bagaimana pengorbanannya selama ini, aku akhirnya menerima pernikahan ini.
Aku akhirnya memutuskan untuk mengabdikan diriku kepada suami dan ibuku ketimbang menikmati masa mudaku yang baru aku raih.
Ceklek.
Suara pintu kamar yang terbuka membuatku terkejut dan reflek menutup tubuhku. Mataku melotot saat melihat pria bertubuh besar dengan mata tajamnya menatapku dengan sorot terkejut, namun lambat laun tatapannya berubah... Penuh gairah.
Aku ketakutan saat pria itu mulai mendekatiku. Namun aku tidak mengeluarkan satu suara pun.
"Octavia," bulu kudukku merinding ketika laki-laki dewasa yang saat ini sudah bernotabe sebagai suamiku mulai melingkarkan kedua tangan kekarnya di perutku. Suaranya terdengar serak.
Dalam cermin kulihat bayangannya tengah menyeringai lebar, lalu wajahnya mendekat ke leherku. "Ah!" erangku saat giginya mengigit lembut leherku.
Tangannya yang berada di perutku mulai bergerak, menyentuh setiap inci tubuhku, membuat ada sesuatu yang bergejolak dalam diriku dan membuat aku tanpa sadar mendesah saat salah satu tangannya dengan sengaja mengusap lembut putingku, yang masih tertutup lingerie tipis.
"Oh...,ahhh...," desahanku kembali membuat laki-laki yang belum aku ketahui namanya itu menyeringai. Dan baru aku sadari ia sangat tampan dengan mata tajamnya itu.
Tangannya yang satu lagi turun menuju bagian paling bawahku. Benda paling sensitif yang selama ini tidak ada yang pernah menyentuhnya selain aku.
"Ah.. Ahh.. A-pa yang... Kau lakukan?" kataku dengan terbata saat jari telunjuknya mengusap lembut belahan vaginaku. Maju-mundur, berulang kali ia lakukan disana.
"Senang mendengar suaramu, istriku." laki-laki itu ikut mendesah saat aku tanpa sengaja mendorong bokongku kebelakang, hingga menyentuh sesuatu yang keras, yang aku yakini milik laki-laki itu.
"Aku tidak tahan lagi!" geram pria itu.
Aku memekik saat dia memutar tubuhku, mengempasku kekasur, dengan dia yang mengurungku dengan lengan.
"Itu masih baru!" aku terdekat saat pria itu merobek satu-satunya kain yang menutupi tubuhku.
"Ahhhh.... Aa.. Pada ini??"
Pria itu melebarkan kakiku, lalu kepalanya mendekat kearah sensitif milikku. Dan tak lama, tubuhku menggelinjang merasakan sesuatu yang basah menyapu vaginaku.
Aku menatap kearahnya dengan terkejut. Dia menyeringai, menjilati kemaluanku seperti menjilat es krim. "Ahhhhhh...." aku berusaha menutup kedua kakiku saat aku merasakan sesuatu dalam diriku akan keluar, namun pria itu menahannya dan malah menjilat milikku tambah ganas. Ia bahkan mengigit dan mengulum milikku.
"Mendesahlah dengan keras sayang, dan panggil namaku. Renov."
Dan itu pertama kali cara kami berkenalan secara langsung.
***