MMY 1

1272 Words
"Selamat pagi semuanya! Saya harap hari ini kalian bisa bekerja dengan semangat dan baik, seperti sebelumya. Karena saya sangat mengharapakan kontribusi baik kalian disini." Begitu setiap harinya selalu terdengar briefingpagi langsung dari Manajer divisi itu yang disambut dengan tepukan gemuruh para karyawannya. "Sekarang, silahkan lanjutkan pekerjaan kalian." Zakiya Amalia selalu nampak mempesona dimata karyawan-karyawannya, baik laki-laki yang langsung memuji kecantikan wanita yang dianugerahi tubuh bak model dengan wajah mulus dan para wanita yang mengidam-idamkan karier mulus sang Manajer yang cemerlang. "La, jadwal saya hari ini apa saja?" tanya Zakiya sambil berjalan menuju ruangannya. Matanya sedikit melirik Bonia yang ia kenakan. 08.30, masih ada waktu untuk meminum teh dan sepotong Sandwich. "Pukul sembilan nanti ada rapat dengan pemilik perusahaan dengan segala divisi dan selanjutnya makan siang dengan Direktur utama perusahaan Orf Group." Lala mengangguk-angguk ketika melihat jadwal dari bosnya itu hanya sampai jam makan siang. Itu tandanya ia bisa bersantai ria setelah jam makan siang. Ha-haha. Zakiya mengangguk lalu mengambil keperluan untuk rapatnya nanti. Tangannya bergerak cepat sambil membuka laporan-laporan yang untuk ia periksa lagi. "Kamu temani saya ke ruang rapat sekarang."  Lala mengerutkan keningnya lalu kembali mengecek jam di ponselnya. "Masih terlalu cepat, Buk. Tidak ingin sarapan dulu?" tanya Lala membuat Zakiya yang sudah ingin membuka pintu kaca di ruangannya terhenti. Matanya berwarna coklat hazel sedikit menatap tajam sekretarisnya itu. "Tentu saja masih ada waktu," ujar Zakiya. "Tapi, waktu itu saya persiapkan untuk memeriksa lagi laporan divisi kita sebelum di presentasikan." Lala menelan ludahnya pelan. Ia lupa dengan julukan perfectionism yang disematkan oleh karyawan lain maupun saingan dari bosnya itu. Zakiya tahu bahwa ia masih ada waktu untuk sekedar mengenyangkan isi perutnya. Akan tetapi, Zakiya tidak ingin di rapat nanti akan terjadi sesuatu masalah yang mendadak dan akan membuat semua menjadi runyam. Jadi jika masih ada waktu untuk persiapan kenapa tidak digunakan.  Lebih baik sedia payung sebelum hujan, bukan? "Baik, Buk. Nanti saya persiapkan." "Sekarang, Lala. Bukan nanti." Lala hampir saja tersedak ludahnya sendiri ketika mendengar nada peringatan dari bosnya itu. Ini masih pagi dan dirinya hampir saja mendapat amukan dari Zakiya. "Ada yang ingin kamu tanyakan lagi, Lala?" "Tidak ada, Buk." *** "Cukup. Saya rasa tidak ada yang perlu saya bahas lagi." Pemilik dari Arf Group nampak puas ketika mendengarkan laporan bulanan dari setiap divisi. "Dan, untuk Divisi pemasaran tetap pertahankan kinerja kalian." Zakiya tersenyum lebar ketika Raka Arfdhia memuji kinerja Divisinya. Setelah ini pasti anak-anaknya akan menagih traktiran dari Bu Bos mereka. Dan, Zakiya sudah memesan Pizza untuk dibagikan kepada semua karyawannya sebagai bentuk terima kasih. Walaupun dirinya selalu dianggap galak dan ketus oleh karyawannya, tapi untuk masalah kerja Zakiya tidak akan pernah main-main untuk mengucapkan terima kasih atau sekedar traktiran. "Sama-sama, Pak." Zakiya menerima jabatan tangan dari Bos besarnya itu.  Tentu saja itu semua tidak lepas dari tatapan curiga dari semua yang menghadiri rapat. Mulai dari bisik-bisik tentang seorang Manajer terlibat affair dengan pemilik perusahaan sampai terang-terangan menatapnya tidak suka. Dan, reaksi Zakiya hanya menatap mereka seperti tidak ada. Karena omongan mereka baginya bukan apa-apa. Ia tidak masalah akan menjadi hot news di jam makan siang karyawan yang nantinya akan mulai menyebar seantero kantor. Karena bagi Zakiya untuk menjadi tangguh, perkataan orang lain adalah duri kecil yang akan menyempurnakan kariernya. "Baiklah. Saya senang sekali melihat wanita muda seperti kamu. Sangat terampil dan cekatan mengetahui perubahan pasar  diluar sana." Tentu saja Zakiya sangat tersanjung mendengar ucapan laki-laki matang disebelahnya itu yang tampak memukau dengan setelan jas berwarna hitam. Semua karyawan Arf Group pasti mengetahui tentang kharisma dan aura tajam yang dimiliki Raka Arfadhia. Perjalananya mengembangkan perusahaan tidaklah mudah, dimulai ketika ia diremehkan karena menjadi ahli waris perusahaan sejak kecil dan belum mengetahui apa-apa tentang sepak terjang dunia bisnis. Tentu, itu bukan hal yang sulit baginya. Adanya kemauan dan darah bisnis yang mengalir didalam tubuhnya membuat perusahaan itu maju berdiri tegak hingga sekarang. Bahkan siapa yang menyangka jika perusahaan itu sekarang sudah menembus kanca Asia. Dan, hal itu juga termasuk pertimbangan Zakiya bekerja disini. Tiba-tiba sekretaris dari Raka datang menemui mereka dengan kabar yang membuat pria itu terlihat bahagia. "Pak, Nyonya Zaila sedang menunggu di ruangan Bapak." Zakiya bisa melihat binar bahagia di wajah lekaki itu ketika sang isteri disebut bertandang ke kantornya. "Wanita itu selalu membuat kejutan," ujarnya sambil terkekeh. Lalu tatapannya beralih pada Zakiya yang masih berdiri disampingnya. "Apa kamu sedang sibuk? Mungkin saya bisa mengajak kamu bergabung dengan isteri saya minum teh." Zakiya ingin menolak sebenarnya dengan alasan tidak ingin mengganggu kebersamaan suami-isteri itu. Tetapi, rasanya sangat sulit untuk menolak ajakan langsung dari atasannya. Ia juga tidak punya jadwal setelah ini, kecuali nanti siang menemui Direktur Orf Group. Jadi tidak ada salahnya bukan untuk dirinya ikut bergabung.  "Rasanya sangat sulit untuk menolak perintah dari atasan langsung," ujarnya sambil terkekeh. Lalu dengan sekali anggukan, Raka Arfadhia mengajaknya menuju ke tempat sang isteri menunggu. Mereka berdua berjalan menuju ruangan Raka dengan diikuti sekretaris masing-masing. Sesekali pria itu melempar candaan yang mau tak mau membuat Zakiya tertawa. Ia baru mengetahui bahwa Bos besarnya itu merupakan pribadi yang hangat dan memiliki selera humor yang cukup tinggi. Di depan pintu ruangan Raka. Nyonya Zaila sudah berdiri tegak sambil menatap suaminya dan wanita lain yang berjalan disampingnya dengan tajam. Tentu saja itu membuat Zakiya meringis sekaligus juga memuji kecantikan dari Zaila yang nampak cantik tanpa make-up yang berlebihan sebagai isteri dari pemilik perusahaan. "Oh, begini ya rupanya kelakuan Papi di kantor. Sudah Mami mau pulang saja dan mengemas pakaian Mami dan Mas Afif, kami mau pulang kampung!"  Raka tampak gelagapan dengan ucapan isterinya barusan. Buru-buru ia mendekat ke menuju sang isteri. "Astaga, sayang! Kenapa Mami berpikiran seperti itu? Papi tidak melakukan apa-apa," ujarnya sambil memegang tangan Zaila, nampak sangat ketakutan. Tersirat jelas bahwa ia begitu mencintai isterinya.  "Ini perkenalkan, Zakiya. Dia Manajer pemasaran sayang. Dan, kinerja kerjanya sangat bagus, Papi teringat Mami waktu bekerja dulu." "Kalo begitu izinkan Mami bekerja!" Raka menggeleng tegas. "Tidak sayang! Mami tidak boleh bekerja, Mami sudah kelelahan bekerja dengan Papi di ranjang," ujar Raka sambil mengedipkan sebelah matanya membuat Zaila mencubit pinggangnya. Pria itu mengaduh kesakitan sambil mengelus area yang menjadi samsak cubit isterinya. Zakiya mengamati itu semuanya. Perasaan iri menjalar di hatinya. Bukan, bukan! Ia tidak iri dengan kedekatan Bu Zaila dan Pak Raka. Apalagi menjadi orang ketiga atau palakor dalam kehidupan suami isteri tersebut. Ia hanya membayangkan kedua orang tuanya masih seperti mereka, mungkin saja Zakiya akan bahagia. "Kamu benar Manajer Pemasaran?" tanya Zaila sambil menatap Zakiya dari atas hingga ke bawah. Bukannya menjadi gugup atau takut ditatap seperti itu, Zakiya malah memberikan senyuman tipis di bibirnya. "Iya, benar. Buk." "Sayang, jangan tatap dia seperti itu. Mami menakutinya." Raka mendekati isterinya sambil merangkul mesra wanita itu. Diam-diam Zaila Arfadhia kagum dengan mental wanita muda didepannya kini. "Mami tidak menakutinya. Hanya bertanya, kenapa Papi menuduh Mami menakutinya?" tanya Zaila sambil mantap tajam ke arah suaminya. Zakiya dan Lala merasa terkejut dengan sikap atasannya itu. Tentu saja mereka tahu dengan aurah dan sorot mata tajam yang dimiliki Raka mampu membuat lawannya mengibarkan bendera sebelum perang. Tapi, kali ini mereka tahu apa yang lebih ditakuti Bosnya. Sedangkan Sekretaris Raka --Arin hanya tersenyum memaklumi perdebatan suami isterinya. Pasti, tidak lama lagi Nyonya Zaila akan bertindak manja dengan Pak Raka. "Astaga, sayang! Kenapa Mami sangat sensitif sekali? Apa jangan-jangan Mami suda—“ Zaila dengan cepat kembali mencubit pinggang sang suami sebelum mulut itu mengeluarkan kata yang tidak-tidak. "Mami baru dapat tamu bulan!" Raka langsung memasang wajah masamnya. Sedangkan Arin dan Zakiya menahan tawa mereka. Lain lagi dengan Lala yang tak bisa manahan tawanya, hingga membuat mereka semua terkejut dengan tawa membahana Lala.  "HAHAHA! Astaga, kenapa Pak Bos dan Buk Bos lucu sekali! Cocok sekali dijadikan film 'Suami takut isteri' HAHAH!" "LALA!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD