2.BELANJA

2008 Words
Mentari mulai menampakkan sinarnya, hangat menerpa tubuh ketika cahaya masuk melalui celah jendela kamar. Gadis manis itu mengerjapkan mata pelan, mulai mengumpulkan niat untuk meninggalkan ranjang kesukaannya dan memulai aktivitas hari ini. Verlin terduduk di kepala ranjang, melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 06.00 pagi. Tok..tok..tok Suara pintu diketuk membuat Verlin mendengus seraya bangkit dari tempat tidur. Mau tidak mau dia harus segera meninggalkan tempat ternyaman menuju pintu. “Verlin, bangun...” Suara Mamanya menggema Ketika Verlin membuka pintu, tampak wanita paruh baya yang masih tampak cantik dengan menggandeng seorang gadis kecil di sisi kirinya. Ya, dia Sharla. Gadis cilik itu sudah cantik dengan rambut kucir dua dan dress polkadot warna baby blue. “Iya Ma, sudah bangun.” “Cepat mandi, kita sarapan dulu.” perintah Mamanya “Ih Aunty bau..” Ucap Sharla sambil menutup hidung “Apasih cantik. Kapan Sharla bangun, kenapa sudah cantik ?” “Sudah dari tadi dong Aunty, kata Mama gadis cantik harus rajin bangun pagi.” jawab Sharla “Benarkah itu ? Kenapa Aunty tidak tau.” godaku sambil berjongkok di depan Sharla mensejajarkan dengan tubuhnya “Apakah Mama Aunty tidak pernah bilang itu ?” tanya Sharla polos, aku terkekeh sambil melirik kearah Mama. Mama hanya menggeleng kepala pelan “Siapa Mama Aunty ? Apakah sama dengan Mama Sharla ? atau Oma ?” “Sayang, Oma adalah Mamanya Aunty. Mama Sharla itu kakaknya Aunty.” jawab Mama “Begitu ya Oma. Lalu kenapa Oma tidak memberi tahu Aunty untuk rajin bangun pagi ?” ucap Sharla tak pelak membuat aku tertawa lebar “Oma sudah sering bilang, tapi Aunty lupa.” sahut Mama “Oh jadi ini salah Aunty ya Oma ?” “Ya begitulah. Sudah cukup, biarkan Aunty mandi dulu. Kita harus ke meja makan agar Mama, Papa dan Opa Sharla tidak lama menunggu.” ajak Mama seraya berlalu Aku menuju kamar mandi, mulai membersihkan tubuh. Berganti pakaian seperti biasa ketika di rumah. Menuju ruang makan untuk sarapan bersama dengan keluargaku. Usai sarapan, hanya tinggal aku dan mama di rumah karena Papa dan Kak Rendi sudah ke kantor sementara Sharla dan Kak Rosa kembali ke rumah mereka diantar sopir Mama. “Verlin, kamu bisa bantu Mama ?” tanya Mama “Kenapa Ma ?” “Ke Supermarket depan sebentar beli bahan untuk membuat kue. Mama ingin membuat kue untuk dibawa ke rumah Tante Asti.” jawab Mama “Memang tidak ada bahannya di dapur Ma ? Tumben !” sahutku “Ada beberapa bahan yang tidak ada. Bisa tolong Mama ?” “Bisa ma. Tapi apa tidak sebaiknya kita membeli saja nanti ? akan lebih praktis dan Mama juga tidak perlu repot.” jawabku membuat Mama tersenyum dan duduk di sebelahku yang bersantai di ruang keluarga memainkan ponsel. Mama mengelus rambutku pelan. “Nak, apa kamu benar-benar tidak ingat kesukaan Tante Asti maupun Kafian ?” tanya Mama pelan “Kenapa Mama bertanya seperti itu terus ? bukankah aku sudah menjawab kemarin ?” tanyaku sedikit curiga “Tak apa. Mama hanya heran, mereka orang yang sangat penting untuk kita terlebih keluarga kita sangat dekat dulu. Apa kamu benar-benar tak mengingat sedikitpun kenangan itu ?” “Ma. Verlin sudah jawab kemarin. Lagipula benar yang dibilang Kak Rendi dan Papa. Dulu, Verlin masih kecil.” “Iya sudah, Mama mengerti. Semoga setelah kamu bertemu dengan mereka kamu bisa mengingat kenangan kalian dulu.” ujar Mama “Maaf ya Ma kalau Verlin tidak mengingat Tante Asti, sahabat baik Mama.” “Bukan masalah besar Nak, tak perlu minta maaf. Lebih baik kamu ke supermarket sekarang karena selain akan membeli kue jadi, Mama juga akan membuat kue kesukaan Tante Asti dan Kafian yang tidak di jual di toko manapun.” terang mama seraya menyodorkan secarik kertas berisi catatan belanja. “Verlin ganti baju dulu ya Ma.” pamitku pada Mama, aku bangkit dan segera ganti baju *** “Ini apa aja sih, kenapa tidak ada yang aku tau ?” tanyaku pada diri sendiri “Mama juga kenapa tidak mengangkat telepon sama sekali. Atau minimal membalas pesanku. Apakah Mama sengaja mengerjaiku ?” gerutuku kesal “Mana yang harus aku pilih kalau begini. Ku pilih asal nanti pasti Mama ngomel dan aku harus kembali lagi kesini untuk membeli yang seperti Mama mau.” tambahku kesal Ya, aku sudah berada di supermarket. Menyusuri rak yang ditunjukkan oleh pegawai supermarket ketika aku menanyakan letak barang yang aku cari sesuai catatan. Aku hanya berkeliling mencari yang di tuliskan oleh Mama. Aku benar-benar tidak tau yang dimaksud Mama. Pasalnya Mama hanya menuliskan bahannya tanpa merk yang harus ku beli. Banyaknya merk membuatku tak tau mana yang harus ku beli. Tanpa sadar sambil memasukkan barang yang menurutku sesuai, seorang pria menatapku lekat. Dia terus saja memandangku tanpa berkedip, pandangan matanya seolah memancarkan rasa tidak percaya atau kerinduan yang dalam. Karena merasa risih aku menegurnya. “Ada apa Kak ?” tanyaku sambil menautkan kedua alisku .......... “Kak, ada apa ? Anda mengenal saya ?” tanyaku lagi .......... “Halo, permisi. Ada masalah dengan saya ?” ulangku seraya menggerakkan telapak tangan di depannya “Oh maaf. Bagaimana tadi ?” tanyanya gelagapan “ Apa ada masalah ? Kenapa Anda melihat saya seperti itu ? Anda mengenal saya ?” tanyaku beruntun “Oh tidak ada masalah apapun. “ jawabnya seraya tersenyum. Sungguh manis senyum itu. Mengingatkanku pada seseorang yang entah siapa “Baiklah kalau begitu, permisi.” pamitku seraya melangkah meneruskan mencari barang yang aku perlukan “Tunggu...” cegahnya, ketika baru beberapa langkah aku berlalu “Ya.. ?” tanyaku sambil berbalik menghadapnya “Apa kamu ada kesulitan ? Ku lihat kamu sangat kebingungan dengan suatu hal tadi ?” tanyanya padaku “Oh ini tadi hanya bingung mana yang harus aku beli sesuai catatan Mama.” “Bisa aku lihat, mungkin bisa sedikit membantu.” “Silahkan, terima kasih kalau begitu.” ucapku sambil menyodorkan kertas catatan padanya Pria itu bergerak mengambil bahan-bahan sesuai catatan, terkadang juga menukar yang telah ku ambil dalam keranjang dengan yang ada di rak. Terlihat sangat tau apa yang diperlukan, entah memang tau atau terbiasa membelinya. Aku hanya mengamatinya saja dan mengikuti dari belakang. “Ini sudah selesai. Sesuai dengan catatan kamu. Tidak ada yang kurang ataupun tertukar sedikitpun.” ujarnya menyerahkan troli berisi barang belanjaanku “Terima kasih banyak ya Kak. Saya tidak tau akan berapa lama disini kalau tidak Kakak bantu.” ucapku tersenyum manis dan dia mengangguk Dia berlalu dan berjalan menjauh, aku hanya melihat punggungnya seraya berjalan menuju kasir. “Assalamualaikum.” ujarku sambil masuk rumah dan menemui Mama di dapur “Waalaikum salam.” jawab Mama berbalik menghadapku “Wah, bunga darimana ini Ma ?” tanyaku penasaran melihat bunga cantik diatas meja makan “Dari anak teman Mama, tadi dia mampir sebentar.” “Tumben sekali. Teman yang mana ?” “Teman yang akan kita kunjungi nanti. Bagaimana tadi belanjanya ?” tanya Mama sambil mengeluarkan belanjaan dari kantong dan memeriksa sesuai catatan “Biasa saja. Memang kenapa ?” ujarku “Mama pikir ada yang istimewa.” hembusan nafas kasar Mama terdengar “Apanya yang istimewa sih Ma ? Cuma belanja bahan aja bukan belanja baju atau sepatu yang membuatku sangat bersemangat?” ujarku nyengir “Tumben sekali kamu bisa benar beli bahan seperti apa yang Mama mau ?” sambung Mama mengolokku “Oh itu. Mama benar-benar membuatku repot. Catatan Mama tidak lengkap. Cokelat batang banyak sekali merknya Ma, begitu juga dengan terigu, Choco chips, cheese maupun yang lainnya. Mama benar-benar mengerjaiku.” ujarku protes “Mama tidak mengerjaimu, Ver. Bukankah ini biasa Mama beli ?” “Aku tidak hafal apa yang Mama beli. Aku tidak pernah memperhatikan.” “Makanya kalau belanja bulanan, lihat perhatikan dan hafal apa yang Mama beli bukannya sibuk ambil snack saja. Kamu juga harus sering-sering ikut Mama belanja.” titah Mama “Ada Papa yang menemani Mama, tenang saja Ma. “ “Kamu ini sudah dewasa, sudah waktunya kamu mengerti masalah dapur, syukur-syukur kamu belajar masak.” “Ah, nanti saja Ma kapan-kapan kalau sudah ingin dan butuh.” “Kamu butuh dan wajib Ver. Usiamu sudah sangat cukup untuk berumah tangga, sebentar lagi kamu menikah. Akan kamu beri makan apa suamimu nanti ?” “Mama ini aneh. Masih lama ma. Verlin saja belum lulus kuliah, masih satu tahun lagi. Lalu Verlin mau bekerja dulu, udah bahas nikah aja dari sekarang.” “Kamu ini kalau dikasih tau ngeles aja. Mama nggak mau tau, kamu harus belajar masak mulai sekarang. Nanti kamu bantu Mama membuat kue untuk Tante Asti dan keluarganya. Contoh itu Rosa, sudah baik, cantik, pintar memasak, pintar urus suami, anaknya juga sangat pintar. Kakakmu beruntung menjadikan Rosa istri.” “Mama, jangan membandingkan Verlin dengan Kak Rosa.” sungutku kesal “Mama tidak membandingkan kalian. Mama hanya minta kamu mencontoh Kakak iparmu. Buat suamimu nanti bangga juga denganmu. Suami yang merasa beruntung menjadikan kamu istri. Mertua yang sangat bersyukur mempunyai menantu seperti mu Ver.” ujar Mama panjang lebar seperti biasa “Iya Ma. Tenang saja Vino sudah sangat beruntung memiliki ku sekarang. Mamanya juga sudah bersyukur dengan apa adanya Verlin.” jawabku yang seketika membuat binar mata Mama meredup tak semangat seperti dulu “Sudahlah. Percuma Mama bicara denganmu. Mau ikut bantu Mama atau tidak ?” “Mama saja dengan Bibi. Verlin mau istirahat saja di kamar. Capek muter dari tadi.” Tanpa menjawab apapun, Mama berbalik ke dapur meninggalkan aku yang terduduk bingung di meja makan. Aneh, seperti ada sesuatu. Tidak baisanya Mama membahas pernikahan. Terlebih selama ini kami juga tidak pernah membahas Vino ataupun Mamanya. Jika tentang pernikahan bukankah ini ada hubungannya denagn Vino, karena Vino adalah pacarku saat ini. *** Di kamar, aku memainkan ponsel membuka media sosial seperti biasanya. Ada notifikasi seseorang mengikuti akun ku yang tidak aku kenal siapa dia. Dia juga menyukai beberapa postinganku yang anehnya postingan dengan Vino, kekasihku tidak satupun dia sukai. Padahal foto lainnya termasuk foto Sharla juga dia sukai. Mengabaikannya, aku meneruskan melihat ke profilnya. Hanya ada foto pemandangan disana. Terselip satu foto di postingan pertamanya, mengingatkanku pada masa kecil dulu. Foto boneka teddy bear warna coklat dan putih duduk berjejer seolah memeluk dari samping. Manis sekali. “Verlin...” suara Mama mengagetkanku “Iya Ma.” aku turun ke dapur menghampiri Mama dan Bibi yang tampak sibuk “Nak, kamu hubungi Rosa tanyakan apakah di rumah atau sudah di restoran. Mama ingin sekalian mengantar kue untuk Sharla.” “Baiklah. Apa Mama buat banyak kue ?” “Tidak juga. Hanya tiga loyang saja. Satu untuk Asti, Rosa dan kita di rumah untuk camilan menemani minum teh nanti sore.” “Jangan terlalu capek Ma. Kita bisa membeli saja nanti.” “Sudah Mama bilang, ini istimewa. Nanti kita juga akan mampir ke toko kue yang biasanya juga. Tenang saja.” “Mama ini terlalu repot. Untuk apa kalau mau beli perlu buat juga. Atau kenapa harus beli lagi kalau sudah mama buat istimewa pakai tangan Mama sendiri ?” tanyaku “Mama tidak repot, tapi senang melakukannya. Akhirya sekian lama Mama akan bertemu lagi dengan sahabat terbaik Mama.” “Terserah Mama saja kalau begitu.” “Sudah sana hubungi Kakak iparmu !” ujar Mama seraya mendorong tubuhku ke kamar Setelah menghubungi Kak Rosa, yang ternyata sudah ada di Restoran bersama Sharla juga disana dan memberitahukan pada Mama. Aku bergegas mandi dan bersiap untuk mengantar Mama. Pasalnya sejak tadi Mama sudah cerewet sekali menyuruh, mengomel bahkan bertingkah aneh. Aku berusaha maklum, mungkin Mama terlalu rindu dengan Tante Asti. Senang rasanya memiliki sahabat dari remaja sampai usia senja. Berharap aku memiliki sahabat yang masih sangat dekat hingga usia senja seperti Mama, tentu saja Dinda. Siapa lagi. Dinda, sahabat terdekatku dari kecil sampai sekarang. Dulu, Kak Kafian juga sangat dekat denganku. Ah, iya. Kak Kafian, kenapa nama itu lagi yang ada di benakku. Setelah sekian lama aku mencoba melupakan orang yang dulu sangat menjaga dan melindungiku, akhir-akhir ini nama itu muncul lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD