3. BERKUNJUNG

1558 Words
“Rendi, ngapain kamu disini bukannya di kantor ?” tanya mama kaget ketika melihat Kak Rendi di restoran bersama Kak Rosa dan Sharla “Mama ? Rendi ada meeting disini tadi Ma. Sekalian saja mau makan siang disini sama Rosa dan Sharla.” jawab Kak Rendi lugas “Lalu mana cucu cantik Mama ?” “Sharla sedang pergi membeli mainan sama Kafian.” jawab Kak Rosa, seketika membuat Mama membulatkan mata seraya duduk di sebelah Kak Rosa “Kafian siapa Ros ?” tanya Mama penasaran, sementara aku masih cuek dan berdiri di belakang kursi Kak Rendi memainkan ponsel “Mama ini bagaimana, ya Kafian anak Tante Asti lah. Dia kan teman Rendi sekaligus rekan bisnis Rendi, Ma. Tadi kami meeting disini.” jelas Kak Rendi “Kafian baik banget ya ma, Rosa baru bertemu tadi dan dia sangat ramah. Bahkan Sharla langsung akrab. Minta dibelikan mainan baru langsung diajak ke mall.” sambung Kak Rosa “Dari dulu memang Kafian baik banget, menyukai anak-anak. Dulu dia ingin sekali punya adik, sampai ketika kejadian itu dia tidak mungkin lagi punya adik.” ucap Mama “Ma, kita mau ngobrol disini atau mau ke rumah Tante Asti sih ?” sela ku karena lelah mendengar mereka membahas hal yang tidak ku mengerti “Kamu ini Ver, baru juga sebentar Mama duduk.” dumel Mama “Verlin hanya mengingatkan Ma. Tapi terserah kalau kita tidak jadi ke rumah Tante Asti sih. Silahkan saja dilanjut ngobrolnya.” sahutku kesal “Apa tidak sebaiknya menunggu sampai Kafian kembali kesini biar Mama dan Verlin bertemu Kafian ?” tanya Kak Rosa “Lebih baik Mama langsung ke rumah Asti saja, sudah di tunggu. Nanti juga Kafian pulang dan bisa bertemu disana.” jawab Mama “Mama yakin tidak mau bertemu Kafian dulu ?” tanya Kak Rendi “Lagipula kita belum tau Kak Kafian perginya lama atau tidak mengingat tingkah Sharla yang sangat betah di mall, apalagi jika ada yang menuruti semua kemauannya.” sambungku “Verlin benar. Ya sudah, Mama pergi dulu. Sampaikan salam kami untuk Kafian. Katakan kami menunggunya di rumah.” ucap mama “Ralat kak. Hanya salam Mama dan Mama yang menunggunya di rumah. Aku tidak kenal lagi atau lebih tepatnya sangat lupa.” sambungku “Verlin…” geram Kak Rendi dan Mama “Jangan begitu, nanti kamu bisa saja malah tidak bisa lupa dengan sosok Kafian. Terkadang apa yang kita ucapkan akan terjadi sebaliknya.” tegur Kak Rosa “Aku punya Vino kak, untuk apa tak bisa melupakan yang lain.” sambarku cepat “Cukup, Verlin. Kamu sudah keterlaluan.” tandas Kak Rendi “Jangan bertengkar disini. Ayo kita pergi saja sekarang. Dan jaga sikap kamu Verlin.” ajak Mama Verlin dan Mamanya berjalan ke luar ruangan Rosa. Mereka bergegas menuju parkiran dan melajukan mobil ke tujuan semula. Tanpa mereka sadari, seorang pria yang menggendong bocah kecil yang tertidur di bahunya mendengar percakapan mereka di balik pintu. Segera menepi ketika terdengar gerak langkah kaki menuju pintu keluar. Awalnya pria itu akan masuk dan sekaligus menyapa. Sampai pada akhirnya dia mendengar ucapan Verlin yang begitu menyayat hati. Dia bertahan mendengar perdebatan keluarga itu sebentar sambil menata hati agar tidak mempengaruhi mood. Setelah ibu dan anak itu berlalu, tak berapa lama si pria mengetuk pintu dan mengembalikan sang bocah pada orang tuanya. Dia menahan gejolak rasa yang awalnya menggebu menjadi kecewa atas sikap Verlin. Sebisa mungkin dia tidak membenci gadis pujaannya. *** Verlin sampai di alamat yang diberikan sang Mama. Sampai di depan pagar, seorang satpam membuka pintu. Mereka keluar dari mobil, menuju pintu utama. Sang Mama tampak senang dan Verlin hanya mengikuti dari belakang sembari membawa buah tangan. Sebelum ke restoran mereka juga mampir di toko kue langganan dekat rumah. Ting Tong Ting Tong Tak berapa lama setelah bel berbunyi, tampak wanita paruh baya yang membuka pintu dengan senyum ramah. Verlin rasa beliau adalah asisten rumah tangga disini. Wajahnya ramah dengan rambut yang sudah memutih. “Assalamualaikum...” Ucap Mama dan verlin bersamaan “Waalaikum salam...” jawab wanita tersebut “Asti ada Bi ?” tanya Mama “Ibu ada di dalam. Mari silahkan masuk, akan saya panggilkan.” ucapnya ramah, baru beberapa langkah tampak seorang wanita seusia Mama menuruni tangga. Wajahnya cantik dengan perawakan yang masih tampak muda. Beliau tersenyum menatap kami dan segera menghampiri. “Retno…” ucapnya “Asti... apa kabar ?” tanya Mama. Mereka berpelukan dan saling melempar senyum “Baik, sangat baik. Ini.. ?” tanyanya sambil menatapku “Halo tante, saya Verlin“ sapaku sambil mencium punggung tangannya yang kemudian dia balas dengan memeluk dan mencium pipiku “Verlin. Kamu cantik sekali ” ujarnya “Ahh sampai lupa, mari duduk dulu. Bi, tolong buatkan minum untuk tamu saya.” ajaknya dan perintah kepada asisten rumah tangganya “Terima kasih tante. Tante juga sangat cantik.” jawabku seraya berjalan menuju sofa mengikuti langkah kakinya “Kamu bisa saja Nak. Apa kesibukan mu sekarang ?” “Saya masih kuliah tante.” “Dia baru semester enam. Satu tahun lagi baru lulus. Doakan saja semoga lancar agar cepat lulus.” ucap Mama “Oh tentu. Satu tahun bukan waktu yang lama jika untuk mengerjakan skripsi. Waktu akan terasa cepat.” jawab Tante Asti, yang membuatku hanya mengulum senyum membenarkan ucapannya “Ini Ti, aku bawakan kue kesukaan mu dan Kafian.” ujar Mama “Ah, benarkah ? Terima kasih sekali, maaf merepotkan kalian.” “Tidak repot sama sekali. Aku malah senang membuatkan untuk kalian. Sudah lama sekali rasanya tidak membuat sesuatu untuk kalian.” sanggah Mama “Iya benar Retno. Dimana Mas Atma , kenapa tidak bersama kalian ?” tanya Tante Asti “Mas Atma ada kerjaan yang tidak bisa ditinggal, jadi belum bisa berkunjung.” “Begitu rupanya. Tidak masalah, lain kali kita bisa sering bertemu.” Ujar Tante Asti. Selama mereka berbincang, aku hanya mendengarkan tanpa sedikitpun menyela. Aku turut senang sepertinya mereka memang teman lama yang sangat merindu satu sama lain. “Tadi kami bertemu Rendi. Dia bilang Kafian ada di restoran, selesai meeting dengannya. Tapi kami tidak bertemu dia karena sedang pergi bersama cucu ku.” “Benarkah ? Kafian memang sangat menyukai anak kecil. Tapi susah untuk di suruh menikah. Padahal Rendi saja sudah memiliki anak, aku iri padamu Ret.” ujar tante Asti sedih “Sabar, sebentar lagi juga Kafian akan menikah. Bukan begitu Ver ?” tanya mama menatapku, membuatku menautkan kedua alisku bingung namun tak urung mengangguk. Tante Asti menanggapi dengan tersenyum “Jadi, kamu belum bertemu Kafian ya Ver ?” tanya Tante Asti pada ku “Belum Tante.” jawabku jujur “Kalau begitu sebentar, aku hubungi Kafian agar cepat pulang. Kemarin dia sangat senang mendengar kalian akan berkunjung.” ujar Tante Asti seraya mencoba menghubungi nomor dari ponsel “Assalamualaikum Ma..” “Waalaikum salam. Kamu dimana Nak ?” “Di kantor Ma. Ada apa ?” “Apa tadi kamu dari restoran Rendi ?” “Oh iya Ma. Selesai meeting aku kembali ke kantor.” “Kamu tidak bertemu Verlin dan Tante Retno ?” “Tidak Ma. Kenapa ?” “Mereka sudah ada di rumah. Bisa kamu pulang sekarang ?” ….. hening tidak ada jawaban dari seberang “Kafian...?” ….. “Kamu masih ada disana Nak ?” ulang Tante Retno “Oh iya Ma. Maaf. Kaf harus meeting lagi, ada client yang baru saja datang.” “Jadi kapan kamu pulang ?” “Belum tau Ma. Maaf sekarang Kaf harus segera menemui client. Sampaikan salam Kafian untuk Tante Retno.” jawabnya tergesa “Kamu yakin Kaf ? Bukankah kamu sudah Mama minta untuk mengosongkan jadwal siang ini ?” “Maaf Ma, ini mendadak. Kaf tidak bisa membatalkannya.” “Ya sudah tidak apa. Jangan lupa makan siang, Nak.” “Iya Ma. Kaf tutup dulu ya. Assalamualaikum..” “Waalaikum salam..” Sampai telepon berhenti, aku hanya diam. Kak Kafian hanya menitip salam pada Mama, padahal dia tau aku ada disini juga. Entah mengapa rasanya hatiku sedikit tercubit. “Maaf ya Ver, Ret. Anakku tidak bisa pulang. Dia memang gila kerja. Hampir 80% waktunya untuk bekerja dan melupakan kebahagiaan dirinya sendiri.” “Tak apa, Ti. Dia pria yang bertanggung jawab. Lagi pula aku sudah bertemu dengannya. Hanya Verlin yang belum bertemu.” jawab mama lugas “Benarkah ? Ketika Kafian ke rumah juga Verlin tidak bertemu ?” “Tidak Tante. Aku sedang pergi belanja.” “Begitu rupanya. Bagaimana kalau kamu simpan nomor telepon Kafian ? Kalian bisa berkomunikasi dan janjian ketemu mungkin ?” saran Tante Asti “Itu lebih bagus Ver. Mama setuju.” “Baiklah Tante.” Aku mencatat nomor yang diberikan oleh Tante Asti. Tidak ada foto yang dipasang di profilnya. Hanya gambar sunset, seperti apa yang dia sukai dulu. Mama dan Tante Asti melanjutkan berbincang sambil makan siang. Aku hanya diam, sambil mendengarkan mereka. Terkadang membahas masa lalu ataupun hal lucu lainnya. Senja mulai menampakkan wujudnya, Aku dan Mama pamit pulang. Keluar melewati pagar rumah Tante Asti, aku merasa ada sebuah mobil yang terparkir tepat di depan pintu pagar sedang mengamati kami. Tak berapa lama ku lihat mobil tersebut memasuki rumah Tante Asti. Siapakah dia ? Apa itu mobil Kafian ? Mengapa tadi tidak masuk ketika kami masih ada di sana ? atau itu mobil orang lain, tamu Tante Asti ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD