Kegiatan perkuliahan Vina semakin padat, kegiatannya di kampus selalu berpindah-pindah dari kelas satu ke kelas berikutnya. Pagi aktif mengejar materi hingga sore masih berkutat dengan setumpuk tugas entah itu berkelompok ataupun individu namun tetap memerlukan bantuan teman, belajar bersama. Vina kini terbiasa berada di perpustakaan, taman kampus, juga kafe-kafe tempat nongkrong yang berubah menjadi tempat berkumpulnya mahasiswa mengerjakan tugas.
“Hei mau kemana?”
oh astaga jangan lagi gerutu Vina dalam hati karena semenjak masa ospek berakhir dan kejadian dia harus maju di hadapan seluruh mahasiswa baru membuat dirinya seperti dikenali banyak orang. Sehingga saat ada yang menyapanya di tempat-tempat yang seharusnya tidak banyak yang mengenalnya dia menjadi was-was. Banyak dari mereka yang berpapasan dengannya tiba-tiba bertanya memastikan apakah dia orang yang sama atau tiba-tiba mengungkapkan kekaguman yang jujur membuat risih Vina sendiri. Mendengar suara yang menyapanya tadi isi kepala Vina sudah ribut sekali memikirkan apakah ini akan berbentuk ejekan, kekaguman, atau basa-basi saja.
Menengok si pemilik suara, Vina mendapati gerombolan mahasiswa yang tidak ia kenali tapi satu laki-laki di antara tiga perempuan yang tengah duduk itu Vina tahu orangnya.
“Iya kak?”
“Mau ke mana?” Hanan mengulangi.
“Mau ke kelas selanjutnya”
Sebenarnya Vina sudah ingin pergi tapi justru Hanan berdiri dari duduknya dan menghampiri. Menepis segala pikiran buruk seharian ini nyatanya Vina tidak bisa melepaskan asumsinya dari pandangan ketiga perempuan teman duduk Hanan yang kini menatapnya penuh curiga. Bahkan mereka juga mulai berbisik-bisik begitu Hanan berjalan ke arah Vina.
“Ada apa ya kak?” segera Vina bertanya agar dia bisa pergi secepatnya dari tempat itu.
“Jangan lupa dateng di wawancara besok tgl 24”
“Wawancara klub kesehatan kak?”
“Iya, wawancara apa lagi?”
“Engga maksudnya kok di grup calon anggota belum ada pemberitahuan ya?”
“Ini pemberitahuan spesial, aku yang kasih tahu duluan”
Ooo Vina membulatkan mulut dan mengangguk tanda paham.
"Oke deh nanti aku kasih tahu temen-temen di grup. Ada lagi kak?"
Bukannya menjawab pertanyaan Vina tapi Hanan justru mengulum senyum. Dia terlihat menimangkan kalimat yang hendak ia ucapkan selanjutnya. Ingin beranjak pergi tapi tidak sopan rasanya bila lawan bicaramu memberikan gestur hendak mengatakan sesuatu. Belum lagi tatapan Hanan ke Vina seperti menahan gadis itu untuk bersabar menunggu. Ah tatapan itu.
"Uhm,,, ga jadi deh"
.......
"Kalau gitu aku lanjut ke kelas ya kak" Vina bergegas ke kelasnya.
Untuk sekian lama Vina tidak pernah lagi merasakan prasangka itu. Namun hari ini perasaan itu hadir lagi. Perasaan seperti ada yang memperhatikan dari jauh. Seolah ada sepasang mata yang menatapnya dan Vina belum siap menghadirkan bayangan orang itu lebih banyak. Bila nanti saat dia memaksa tubuhnya berbalik untuk memastikan asumsinya, dia benar-benar mendapati tatapan itu. Maka mungkin gadis itu akan menghela napas dalam, akan kenyataan tentang dirinya sendiri. Bisa dipastikan kenyataan bahwa bukan orang yang Vina pikirkan yang memberikan tatapan itu akan membuat banyak kenangan akan kembali muncul semakin kuat.
it becomes more serious when she realizes how much his presence affects her life
Kegiatan wawancara untuk bergabung di klub kesehatan pun berlangsung. Vina bertemu dengan Naima dan berkenalan dengan teman-teman baru yang sama seperti dirinya hendak bergabung menjadi anggota klub tersebut.
“Yang paling ujung ganteng tauu”
“Menurutku si kak Riki paling ganteng berwibawa gitu”
“Aku juga setuju yang duduk paling ujung sampingnya cewek tadi kan siapa namanya?”
“Kak Hanan emang ganteng”
Begitu obrolan di ruang tunggu antara yang sudah selesai wawancara dan yang belum kebagian masuk menjadi pendengar. Vina tidak terlalu memperhatikan dia tengah gugup menunggu gilirannya sebentar lagi. Naima yang sudah masuk juga sedari tadi bersama yang lain membicarakan sesi wawancara mereka. Hingga dia kemudian mendekat ke arah Vina dan berbicara dengan lirih bahkan hampir berbisik.
“Na saingan mu banyak”
“Hah? oh yang daftar banyak ya”
“Bukan ituuu, saingan deketin Kak Hanan”
…….
“Wajar sih yaa dia ganteng gitu pasti banyak yang suka, menurutmu kak Hanan udah ada pacar belum ya Na? kalau belum kan lumayan kesempatan kalian masih sama.”
“Ini ngomongin kak Hanan di klub kesehatan yang nolongin kamu itu kan”
“Yaiyalah siapa lagi, duh aku juga mau deh besok punya suami kayak kak Hanan yang ganteng. Astaghfirullah mulut astaghfirullah zina mataaaa” Naima berulang kali menyesali ucapannya.
“Jadi gimana Na? Kak Hanan ganteng kan”
“Ya kalau cantik kan kita yak Ma”
“ISH ALVINA MAAAH”
Vina hanya bisa terkekeh lalu segera pergi menuju ruangan wawancara karena sudah sampai gilirannya. Dapat dia tebak bahwa yang di dalam ruangan itu adalah anggota pengurus klub. Ada dua laki-laki yang salah satunya Vina kenal juga tiga perempuan yang seingat Vina pernah ia lihat duduk bersama Hanan tempo hari.
Pertanyaan yang diajukan dapat Vina jawab dengan santai yaitu seputar biodatanya juga cerita pengalamannya semasa menjadi anggota klub kesehatan remaja sewaktu sekolah menengah atas. Sesi wawancara itu sudah sampai di akhir. Vina diminta menunggu pemberitahuan selanjutnya terkait informasi diterima tidaknya ia bergabung sebagai anggota.
“Vina udah kenal yang ada di ruangan ini?”
“Eh belum kak”
“Yakin???” ucap salah satu perempuan.
Dengan ragu Vina menjawab “Oh seingetku uhm Kak Hanan”
“Waaah as always yaa Hanan”
Orang yang menjadi topik pembicaraan tertawa bersama perempuan yang tadi.
“Oke biar nanti pas keluar ga penasaran sama yang ada di sini. Kenalin aku Riki terus dari ujung itu ada Mira sama Dea terus kiri aku ada Sarah sama yang kamu kenal namanya Hanan”
“Oke makasih kak udah di kasih tahu, salam kenal”
Setelah itu Vina keluar dari ruangan dan bergabung dengan yang lain. Sekarang giliran dirinya yang menjadi pusat perhaian sebagai pemberi informasi tentang sesi wawancaranya tadi. Peserta terakhir sudah selesai wawancara bahkan kakak tingkat mereka yang bertugas sebagai pewawancara juga sudah keluar ruangan memberi sedikit informasi tambahan kemudian mempersilakan semua bergegas pulang.
Mereka berbarengan keluar dari gedung itu. Vina berada di urutan paling belakang dari rombongan. Satu suara menyapa pendengarannya sambil lalu.
“Pantesan diajak bareng gamau udah ada yang punya ternyata” begitu ucap Hanan ketika berjalan melewati Vina yang terbengong-bengong mendengarnya.
Aneh
“Ada yang pulangnya jalan kaki? mau barengan?” sayup terdengar suara Hanan ke gerombolan calon anggota. Banyak dari mereka yang menjerit tertahan karena merasa senang ditawari. Vina yang merasa kosannya sangat dekat segera menepi mengambil jalan ke arah belakang kampus. Mengucapkan selamat tinggal ke Naima dan pamit undur diri.
“Loh itu Vina kan?” Sarah yang melihat kepergian Vina berteriak memanggil membuat Vina berbalik melihat ke arah suara.
“Iya ada apa kak Sarah?”
“Jalan kaki kan? bareng Hanan aja sini”
“Eh yang lain aja kak, kosan ku cuma deket kok”
“Lainnya nunggu jemputan ga searah juga ini katanya”
“Gapapa kak lain kali aja, kosan Vina deket banget soalnya. Udah ya kak, semuanya aku duluan” Vina sebenarnya senang-senng saja ada tebengan untuk kembali ke kosannya tetapi sore itu dia harus mampir ke sebuah toko untuk berbelanja kebutuhannya di kosan. Rasanya jika bersama Hanan dia tidak enak hati bila meminta laki-laki itu mengantarkannya ke toko yang dia tuju.
Sayangnya setelah mengatakan itu dan hendak pergi mata Vina berserobok dengan pandangan Hanan. Tatapan datar yang rasanya penuh selidik. Mengingatkannya pada seseorang yang dia lihat tempo hari. Juga menghadirkan prasangkanya di hari yang sama ketika disapa oleh Hanan. Sepertinya pemilik semesta merencanakan untuknya banyak berinteraksi dengan orang-orang yang jago sekali mengadu pandang pikir Vina sangsi.