DUA PULUH LIMA

1532 Words
Sekolah Menengah Atas Cendikiawan III menetapkan jam istirahat selama empat puluh lima menit. Setelah itu, seluruh murid harus kembali ke kelas masing-masing karena biasanya ada guru bagian kesiswaan yang akan menyusuri seluruh bagian sekolah untuk memeriksa apakah masih ada murid yang berkeliaran atau tidak. Para murid pastilah memanfaatkan waktu empat puluh lima menit itu untuk mengisi perut, bercengkrama dengan teman-teman, menyalurkan hobi olahraga mereka, membaca komik atau n****+ di perpustakaan, mengunjungi ruang ekstrakulikuler masing-masing, atau bahkan hanya sekedar tidur di dalam kelas atau di musholla sekolah. Itulah mengapa pada jam istirahat hampir tidak ada murid yang tinggal di dalam kelas. Kelas menjadi nyaris kosong tak berpenghuni. Lagi pula siapa juga yang mau terus-terusan berada di dalam kelas? Dalam satu hari mereka sudah menghabiskan waktu kurang lebih tujuh hingga delapan jam untuk duduk di kelas, jam istirahat adalah saatnya mereka untuk menghidup udara segar dan melepas penat setalah berhadapan dengan materi-materi pelajaran. Bel istirahat pun berakhir. Semua murid berhamburan menuju kelas masing-masing walau dengan langkah berat, tapi itu lebih baik daripada harus kena marah guru bagian kesiswaan yang tidak jarang berujung dengan pemberian hukuman. Tia yang hari itu sedang merasa bahagia karena baru saja diberikan ponsel baru oleh mamanya berjalan bersama kedua temannya menuju ruang kelas seraya ber-wefie ria. Itu adalah salah satu cara untuk memamerkan ponsel barunya kepada teman-teman dari kelas lain. Dia terobsesi untuk menjadi siswi terpopuler di SMA Cendikiawan III. Maklum, anak itu terlalu banyak menonton sinetron dan berharap suatu saat nanti bisa menjadi artis terkenal. Tia sengaja melewati meja Demi seraya mengangkat-ngangkat ponselnya. Berharap Demi akan iri dengannya. Padahal Demi sendiri sama sekali tidak peduli dengan yang Tia lakukan. Dia hampir sama dengan Karisa, menganggap Tia sebagai burung beo yang berbicara ngelantur dan tak perlu dihiraukan, atau dianggap tidak ada pun tak masalah. Semua murid kelas 11 IPS 1 sudah duduk rapi di meja masing-masing dan bersiap untuk mengikuti mata pelajaran selanjutnya yakni bahasa Indonesia yang akan diajar oleh Mei. Dan tiba-tiba teriakkan Tia menggemparkan seisi kelas. Tia yang baru beberapa menit duduk di kursinya dikejutkan dengan bangkai tikus yang dia temukan di dalam tasnya. Ketika dia hendak mengeluarkan buku, tangannya menyentuh benda kenyal, berlendir dan basah, Tia mulai merasakan bau yang tidak sedap di sekitarnya. Betapa terkejutnya Tia saat melihat apa yang ada di dalam isi tasnya. Ada bangkai tikus putih berukuran kecil yang sudah berlumuran darah, kepalanya nyari putus tapi belum terpisah dari badannya. Sontak Tia pun melempar tasnya ke lantai seraya berteriak histeris. Tikus adalah hewan yang paling ia takuti sekaligus membuatnya jijik. Semua murid melihat ke arah Tia, banyak dari mereka yang bahkan datang ke meja Tia untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Tentu saja semua murid ikut heboh, beberapa siswi bahkan ikut teriak ketakutan dan sedikit menjauh dari meja Tia. Demi tampak tidak peduli dengan itu, dia tetap melanjutkan membaca webtoon di ponselnya. Sementara Fadli menoleh ke arah Tia dengan tatapan yang sulit diartikan. Bibirnya terlihat tersenyum tipis tapi kemudian dia kembali memasang earphone dan mendengarkan lagu yang entah apa. Sang ketua kelas berniat untuk pergi ke ruang guru melaporkan kejadian tersebut. Namun dia berpapasan dengan Mei yang sudah tiba di depan kelas. “Bu, kejadian aneh di kelas kita.” Ujar siswa bertubuh kurus dan jangkung itu. “Kejadian aneh apa maksudmu?” “Ada seseorang yang menaruh bangkai tikus di dalam tas Tia.” Jelasnya lagi. Tanpa menunggu lama, Mei segera berjalan cepat menuju meja Tia. Kala itu Tia sedang dipeluk oleh teman sebangkunya sambil menangis. Dia benar-benar merasa takut, terkejut, marah, sekaligus malu. Bahkan Tia menjauhkan tangan kanannya yang tadi sempat menyentuh bangkai tikus, dia merasa jijik tapi terlalu malu untuk pergi ke toilet. Mei membelah kerumunan murid yang berkumpul di sekitar meja Tia. “Tia, kamu gak apa-apa?” tanya Mei. Siswi itu melepas pelukannya dan beralih pada Mei, “Ada…ada bangkai tikus di dalam tas saya, Bu, huhuhu…” Jawabnya seraya menunjuk tas yang masih tergeletak di lantai. Sejak tadi memang tidak ada anak yang berani mengangkat tas Tia, sebab baunya sudah mulai tersebar di seluruh ruang kelas. Mei langsung mengambil tas tersebut dengan perasaan sedikit takut, tubuhnya juga sedikit gemetar, tapi Mei harus bisa bersikap tenang sebab dia adalah seorang guru yang harus memberikan contoh yang baik. Dengan hati-hati Mei membuka tas berwarna merah muda milik Tia tepat di depan matanya. Mei juga nyaris berteriak setelah melihat dua bangkai tikus dengan darah yang masih mengalir segar. Karena Mei merasa tidak bisa menangani masalah itu sendirian, dia pun memutuskan untuk meminta bantuan Julie selaku wali kelas 11 ips 1. Pertama-tama, Mei meminta teman sebangku Tia untuk mengantar Tia ke toilet, gadis itu perlu membersihkan diri. Setelah itu, dia membawa Tia beserta ketua kelas untuk menuju ke ruang guru, tak lupa juga Mei menenteng tas berisi bangkai tikus dengan perasaan takut dan jijik. Sebab bagaimana pun juga itu merupakan salah satu barang bukti yang paling penting. Ketiganya tiba di ruang guru dengan wajah pucat, membuat Julie keheranan dan langsung bertanya apa yang sedang terjadi. Saat itu, Julie baru saja ingin menuju ke kelas 11 IPS 2, dia ada jadwal mengajar di sana. Mereka berempat lalu duduk bersama, Mei meminta Tia untuk menceritakan semuanya secara detail, sebab dia pun tidak tahu bagaimana kronologi lengkapnya. Tidak ada yang Tia lewatkan dalam bercerita, dia menjelaskan dengan detail dan rinci. Mei lalu menyerahkan tas Tia pada Julie. Berbeda dengan Mei, Julie segera membuka tas tersebut tanpa rasa takut. Julie berinisiatif untuk meminta sarung tangan serta kantong plastic kepada petugas kebersihan yang pada saat itu sedang membersihkan ruang guru. Tanpa ragu dia mengambil bangkai tikus dengan tangannya sendiri, meminta Mei untuk mengambil video dan foto bangkai tikut tersebut dengan menggunakan ponselnya, lalu memasukkan ke dalam plastik berwarna hitam, dan mengikatnya. Jika dibiarkan berada di sana lama-lama, Julie khawatir baunya akan memenuhi ruang guru. Dia pun meminta petugas kebersihan untuk menangani bangkai tikus, entah dibuang atau dikubur. Seluruh bukti sudah Julie kumpulkan dalam bentuk foto dan video, jadi dia rasa tidak ada salahnya menyingkirkan fisik bangkai tikus itu, lagi pula ada banyak saksi yang melihatnya. Setelah itu mereka berempat langsung bergegas menuju ruang kelas. Semua murid masih heboh membicarakan kejadian yang menimpa teman sekelasnya. Julie meminta para murid untuk tetap tenang dan kembali ke tempat duduk masing-masing, begitupun dengan Tia dan sang ketua kelas. Kini hanya ada Julie dan Mei yang berdiri di depan kelas. Ketika Mei masih merasa mual karena bangkai tikus yang tadi dilihatnya, Julie justru berdiri tegak dan berbicara tegas di depan murid-muridnya. “Seperti yang kalian tahu, teman sekelas kalian baru saja mengalami kejadian buruk. Ada dua bangkai tikus di dalam tasnya. Tia menemukan bangkai tikus itu setelah jam istirahat, tentu saja sebelumnya tidak ada. Jadi pertama-tama, ibu ingin kalian berkata sejujur mungkin, segala masalah bisa diselesaikan dengan baik-baik jika kalian mau jujur dan bekerja sama. Siapa saja murid yang ada di dalam kelas saat jam istirahat?” Tanya Julie tegas, tapi intonasinya tidak mengintimidasi. Suasana kelas hening seketika. Tidak ada seorang pun yang bergerak dari posisinya yang sekarang, apalagi berbicara. Julie masih sabar, ia tahu tidak mudah untuk mengakui kejahatan yang sudah dilakukan. “Ibu bertanya sekali lagi, siapa di antara kalian yang ada di dalam kelas saat jam istirahat? Sebab Tia berkata bahwa sejak jam istirahat dimulai hingga jam istirahat berakhir ia selalu berada di luar kelas. Apakah ada dari kalian yang menetap di kelas atau kembali ke ruang kelas sebelum jam istirahat berakhir?” Semuanya tidak ada yang mau mengaku. Julie juga tidak ada gambaran apapun tentang siapa pelakunya. Ia tidak bisa menaruh curiga pada murid-muridnya tanpa bukti akurat. Tapi ini bukanlah masalah sepele. Bagi Julie—dan mungkin memang benar—itu adalah salah satu bentuk terror yang dilakukan pelaku terhadap Tia. Tindakan tersebut bisa mengancam ketenangan bahkan keselamatan Tia. Dan Julie saat ingin melindungi murid-muridnya. Namun karena tak kunjung menemukan titik terang, Julie akhirnya mengambil jalan lain. “Baiklah kalau tidak ada yang mengaku. Ibu beri kesempatan pada kalian untuk berkata jujur, baik orang yang sudah menaruh bangkai tikus di tas Tia, atau kalian yang sempat berada di ruang kelas pada jam istirahat, ibu tunggu kejujuran kalian hingga jam istirahat besok. Kalian bisa datang ke ruang guru untuk menemui saya secara diam-diam, dan Ibu juga tidak akan membocorkan identitas kalian. Tapi, jika tidak ada satu orang pun yang datang menemui Ibu hingga jam istirahat besok, Ibu terpaksa harus membawa kasus ini ke tingkat yang lebih serius dengan hukuman yang tidak main-main. Jika kalian mengaku dan berkata jujur, Ibu bisa membantu untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Jadi Ibu sangat berharap jika kalian bisa berpikir jernih saat di rumah nanti.” Semua murid mendengarkan ucapan Julie dengan serius. Tak seorang pun dari mereka berani berkutik. Beberapa terlihat khawatir, beberapa terlihat tenang karena memang tidak melakukan kejahatan dan tidak berbohong, beberapa lagi terlihat sedikit cemas dan bingung. Julie lalu mengajak Mei untuk berbicara di luar. Dia meminta Mei untuk melanjutkan jam pelajaran, sementara Tia ikut bersamanya. Julie harus mengajukan beberapa pertanyaan pada Tia untuk mengumpulkan informasi. Mei setuju. Meski tenggorokannya masih terasa mual dan pelipisnya dipenuhi dengan kucuran keringat. “Bu Mei, apa kau baik-baik saja?” Tanya Julie khawatir melihat wajah rekan kerjanya yang pucat pasi. Mei hanya tersenyum tipis dan mengangguk, “Ya, saya baik-baik saja.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD