Grand Duke Dan Perangkapnya

1318 Words
Terperangkap. Angeline mengulang kata itu terus menerus. Bahkan setelah ia sampai di rumah Grand Duke Sunset yang megah. Ia bahkan tidak memberikannya waktu untuk terpukau atau menikmati keindahan dari semua ruangan yang dilewatinya. Kata itu semakin kuat suaranya di pikiran Angeline ketika ia sadar ia segera diantarkan kepada sang grand duke. Padahal ia susah payah melewatkan semua kesempatan bersosialisasi supata tidak bertemu pria itu. "Angeline," panggil sang grand duke yang menoleh kepada Angeline. Sebuah senyum merekah di wajah tampan pria itu. Ia membungkuk hormat di hadapan Angeline dan menunggu tangan Angeline terjulur padanya, tapi hal itu tidak terjadi. Angeline tahu perbedaan kelas sosial diantara mereka dan dia mengenal tata krama untuk kelas sepertinya dengan baik. Ia merendahkan tubuhnya sedalam yang ia bisa dan mengangkat kedua ujung gaunnya. Tanda hormat paling dalam yang bisa diberikan seorang gadis sepertinya. "Sebuah kehormatan untuk saya untuk hadir di hadapan Yang Mulia Sunset." Katanya. Angeline tidak mengharapkan apapun, tapi setidaknya ia tidak ingin melihat wajah yang dipasang grand duke kepadanya. Grand Duke Sunset kelihatan tersinggung. Atau.. apa ya. Angeline juga kurang mengerti. Tapi yang jelas ia tidak suka. Pada yang mana? Apa mungkin ada sesuatu di rambut Angeline yang membuat grand duke kesal? Atau pria itu kesal karena kurang jelas melihat belahan d**a Angeline ketika ia merendahkan badannya tadi? Yang mana? Pikiran Angeline mulai penuh pertanyaan sebelum seorang pelayan masuk dan menunjukkan salam hormat yang sama seperti Angeline. "Maafkan saya atas gangguan ini, tuan. Semua koper nona muda telah di letakkan di sayap timur rumah." "Terima kasih," kata Angeline, lebih dahulu daripada grand duke yang juga telah membuka mulutnya. Angeline kembali menoleh kepada grand duke yang kelihatan sama tercengangnya dengan pelayan rumahnya. Tapi kemudian pria itu mengatupkan bibirnya dan tersenyum simpul. Ia mendekat kepada Angeline dan menyodorkan tangannya. Angeline mengaitkan miliknya pada lengan kekar grand duke yang tersembunyi di balik pakaiannya lalu ia mulai diajak berjalan. Entah kemana, tapi dinilai dari arahnya, sepertinya Angeline ingin diajak pergi ke taman belakang. Baiklah, tempat pertama yang harus dihapal Angeline kalau ia ingin melarikan diri dari rumah besar seorang grand duke. "Aku dengar kamu sangat suka mawar," kata grand duke yang menuntun Angeline menuju sebuah sudut berpagar rendah di tamannya yang luas. "Jadi aku menyiapkan hadiah kecil untukmu." Angeline tidak bisa mengelabui matanya saat ini. Tapi sepertinya inilah gambaran dari kekayaan yang dimiliki oleh keturunan grand duke secara turun temurun. Dari luar, taman itu kelihatan seperti sebuah taman tak terawat dengan bagian dalam yang tidak kelihatan karena setiap tiang yang menyatu di atas kepala mereka dililiti dengan tanaman rambat yang kelihatan berantakan dan tidak beraturan. Tapi setelah masuk Angeline sadar bahwa tanaman rambat itu sebenarnya melilit beraturan dan menjatuhkan bunga berwarna merah dan kuning diatas kepala Angeline. Di taman yang beratapkan kubah berongga itu digantung pot-pot bunga dengan ukiran bunga mawar emas yang kelihatan sangat detail. Di tengah ruangan itu ada sebuah meja dan dua bangku dari besi putih dengan sebuah sangkar kecil yang dapat diisi dengan lilin. Di sekitar meja dan bangku itu ada berpot-pot bunga mawar yang kelihatan segar dan terawat. Pria ini tidak main-main, pikir Angeline. "Kamu suka?" Tanya grand duke, Angeline kembali menoleh dengan cepat kepada grand duke sambil mengangguk. Pria itu kelihatan lega sabil melonggarkan sedikit kerah bajunya yang terasa sesak, karena perasaannya pada Angeline dan hari terik yang membuatnya jadi susah bernapas karena pengap. "Syukurlah kamu suka dengan taman ini. Aku sempat ragu kamu akan suka ketika tempat ini mulai dibuat. Setahuku Angeline Archeness yang sangat terdidik susah untuk tersanjung hanya dengan hadiah fisik seperti ini." Angeline menggigit bibirnya sendiri ketika mendengar pernyataan jujur sang grand duke. Ia mungkin mendengar itu semua dari gosip yang mengitari Angeline. Gadis itu mengeratkan genggamannya pada tangannya yang saling bertaut. Sejauh apa sang grand duke terpengaruh? Sejauh apa yang ia dengarkan dari sekian banyak gosip yang terbentang dari ujung pinggir sampai pusat kota mengenai Angeline? "Baiklah. Aku cuma mau menunjukkan padamu apa yang aku kerjakan baru-baru ini untukmu. Ayo kita kembali ke dalam. Aku sudah minta jamuan kecil untuk menyambutmu." Kata grand duke sambil mulai berbalik. "Apakah kita bisa minum teh disini saja?" Grand duke menoleh lagi, wajahnya kelihatan setengah tidak percaya dengan permintaan Angeline. Gadis itu kelihatan bersungguh-sungguh dengan permintaannya. "Um.. Kamu mau minum teh disini saja?" Tanya grnad duke meyakinkan Angeline. Gadis itu mengangguk lagi, kelihatan antusias dan senang dengan taman itu. "Em.. Aku cuma mau melihat bunga-bunganya lebih lama lagi." Kata Angeline sambil mulai menyentuh tanaman rambat yang jadi dinding pembatas taman luar dengan taman bunga mawar di dalam sana. "Tempat ini seperti padang bunga di akademiku tempatku membaca buku dulu." Kata Angeline dengan jujur. Grand duke tertegun sejenak, lalu ia berdehem. Angeline kembali menoleh dan segera tersadar dengan celotehnya tadi. Tidak seharusnya ia mengutarakan permintaan seperti itu di hadapan seorang grand duke. Ia lupa posisinya. "Maafkan saya. Tidak seharusnya saya meminta hal itu kepada Anda." Kata Angeline sambil mendekat, hendak mengikut kemana sang grnad duke ingin pergi. "Tidak!" Grand duke berdeham sekali lagi, ia mengusap tengkuknya, "Tidak. Kamu tidak perlu meminta maaf." Kata pria itu. "Aku akan meminta pelayan untuk membawakan jamuannya kesini kalau memang itu maumu." Kata grand duke sambil berjalan cepat menuju rumah utama, meninggalkan Angeline yang terdiam sendirian. Apa arti dari wajah grand duke sebelum ia berbalik dan berjalan pergi itu, pikir Angeline. Apa dia baru saja menyinggung pria itu? Angeline merinding memikirkan hal-hal yang dapat dilakukan pria itu kepadanya kalau ia sampai pada ambang batasnya. Mungkin saja pria itu punya kekuasaan untuk melucuti keluarga Archeness dari semua yang keluarga itu punya. Sepertinya untuk kedepannya Angeline harus jauh lebih berhati-hati dengan semua perkataannya. Tapi kemudian Angeline beralih kepada taman yang kata grand duke ia buatkan untuk Angeline, hanya karena ia tahu Angeline suka dengan bunga mawar. Grand duke tidak salah dengan yang satu itu. Angeline memang sangat menyukai bunga mawar. Ibunya yang suka berkebun punya sepetak tanah yang ia tanami mawar karena tahu Angeline suka bunga itu. Banyak junior di akademi yang mengaguminya membuatkannya sebuket bunga mawar atau mawar yang dikeringkan untuk jadi pembatas buku. Grand duke telah kembali dengan rombongan pelayan yang membawakan semua peralatan minum teh dan bernampak-nampan kue-kue kering. Ia kelihatan tergesa-gesa menyusuri jalan setapak menuju taman mawar untuk Angeline itu tapi kemudian menengadah dan melayangkan senyum ketika melihat Angeline. "Ayo." Ajak pria itu sambil meraih dan menggenggam tangan Angeline untuk ikut masuk untuk minum teh seperti yang ia janjikan tadi. Angeline mengikut dengan pikiran yang muali bercabang. Apa yang bisa ia perbincangkan dengan seorang penguasa seperti grand duke ini? Apa ada semacam sistem etika yang belum ia pelajari? Apa dia sudah cukup terdidik untuk duduk bersama sang grand duke? "Kamu sedang memikirkan apa?" Tanya grand duke ketika sadar jiwa Angeline sedang tidak berada di tubuhnya. Gadis itu menggelengkan kepalanya sambil mulai mengangkat cangkir teh yang sudah dituangkan teh. Grand duke juga ikut menyeruput teh bersamaan dengan Angeline yang masih kelihatan memikirkan sesuatu. Lalu pria itu meletakkan cangkirnya dan berdehem, "Angeline." Panggilnya. Angeline menoleh lalu ikut meletakkan cangkir tehnya, menunggu grand duke yang seperti ingin mengatakan sesuatu kepadanya. "Aku tahu kamu bukan gadis yang mudah disanjung. Tapi aku berjanji akan berusaha membahagiakanmu." Kata grand duke. Angeline mengernyitkan dahinya sambil menyesapi kalimat grand duke itu, "maaf, apa?" Tanya Angeline. Grand duke mendelik dari atas matanya lalu membasahi bibirnya sambil memikirkan kalimat yang ingin ia katakan selanjutnya. "Aku tahu kamu tidak punya waktu untuk memikirkan pasangan sebelum saat ini dan aku sangat bahagia ketika kamu memilihku malam itu. Jadi aku berjanji aku akan membahagiakanmu." Katanya lagi. Angeline hampir terbujur kaku lalu mati karena serangan jantung mendengar pidato singkat dari Grand Duke Sunset yang baru saja mengutarakan pikiran dan perasaannya. Ini tentang malam itu lagi, pikir Angeline. Ini tentang malam yang ia sendiri bahkan tidak ingat itu lagi. "Bagaimana denganmu, Angeline?" Suara grand duke membangunkan Angeline dari lamunannya yang terus merundung pikirannya dari awal ia sampai rumah besar sang grand duke ini. Ia benar-benar jujur ketika berpikir kalau ia ingin tinggal sendiri di inti bumi saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD