Kereta Kiriman Di Kediaman Archeness

1200 Words
Kalau begitu, batalkan semua tawaran grand duke? Angeline membulatkan matanya. Ia menengadah dan melihat mamanya yang menoleh sambil tersenyum kecil pada anaknya. "Ya, mama. A.. Aku mau begitu." Kata Angeline. "Tapi apakah bisa?" Ibu Angeline menghela napas lalu tersenyum dan mengelus puncak kepala anaknya dengan sayang. Itu pertanyaan yang juga muncul di kepala Viscountess Archeness. Ia pun tidak yakin apakah keluarganya punya kekuatan sehebat itu untuk menolak permintaan seorang grand duke. Pikirannya semakin penuh dengan pertanyaan lainnya ketika ia berjalan menuju ruang baca tempat suaminya sedang duduk membaca sebuah buku tebal bersampul biru. "Ada yang mengganggu pikiranmu?" Tanya sang viscount. Viscountess Archeness tersenyum lagi. "Angeline tidak mau yang ini juga." Katanya, mengarahkan topik pembicaraan kepada Grand Duke Sunset yang hendak ditolak Angeline. Kalau hal ini sampai terjadi, Grand Duka Sunset akan menjadi pelamar ke tiga ratus dua puluh delapan. Dua lagi dan pelamar yang ditolak Angeline akan setara dengan lama berdirinya monarki Ann-Gardoux di tanah itu. Sang viscount berhenti menggoyang-goyangkan kakinya lalu menoleh pada istrinya dan menutup bukunya. Matanya membulat dan dengan perlahan ia mengangkat cangkir tehnya dan menyeruput teh yang masih tersisa di dalam sana. Ia sedang menyesapi situasi yang sedang terjadi di rumahnya dan itu semua karena Angeline, anak gadisnya yang cemerlang dan terpelajar itu. "Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Vsicountess Archeness. Sang viscount berdehem lalu berdiri sambil menarik napas panjang. "Grand duke adalah pria yang berbeda dari pelamar lain yang datang dari keluarga baron atau earl." "Aku tahu bagian itu. Angeline tidak memberikan pikiran dan hatinya waktu yang cukup untuk mencerna semua lamaran ini dan segera menolak mereka mentah-mentah. Apa ada yang salah dengannya setelah kembali dari akademi?" Viscount Archeness berdehem sambil meletakkan bukunya lalu menggeser bangkunya untuk berada lebih dekat dengan perapian. "Sayang, apa kamu melihat hal aneh ketika menjemputnya waktu itu?" Tanya viscountess yang mulai menggenggam tangannya lebih erat, merasa khawatir kalau anaknya mengalami hal traumatis sebelum ia menyelesaikan pendidikannya. Viscount Archeness terdiam. Ia seperti dirundung pikirannya, tapi keheningan itu membuat viscountess benar-benar muak. "Oh, aku sudah tahu ini akan terjadi. Angeline tidak seharusnya pergi ke akademi. Kita bisa mempekerjakan tutor yang hebat dan memberikannya pendidikan di rumah ini. Kau terlalu memaksanya untuk bersekolah seperti para pria. Kau tahu ini berbeda." "Aku. Tidak tahu apa yang terjadi padanya di akademi." Sergah Viscount Archeness. "Ia memang jadi pendiam saat di perjalanan pulang, tapi ia tidak kelihatan terusik. Ia hanya menjadi lebih... tenang. Aku pikir itu karena dia sedang memikirkan langkah selanjutnya." Viscountess mengernyitkan dahinya, tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Ia lalu menghela napas kasar dan pergi ke luar ruangan, meninggalkan sang viscount yang dirundung pikirannya sendiri. Seminggu berlalu dengan cepat dan dua kereta kuda muncul dari gerbang di depan rumah keluarga Viscount Archeness. Seorang pelayan kepercayaan viscountess berlari menuju ujung lain rumah itu, tempat keberadaan viscountess dengan dua anaknya, Angeline dan Aruma, si sulung yang sedang belajar cara membuat rangkaian mahkota bunga. "Kereta kuda grand duke, benar-benar datang, nyonya!" Katanya sambil berlutut di hadapan nyonya-nya, setengah terjerembap karena kepanikannya melihat sebuah kereta kuda dengan kayu mahal dan dihias mewah untuk pertama kali dalam hidupnya. Viscountess Archeness meletakkan rajutannya di meja kecil dan berdiri sambil menoleh kearah pintu menuju ruang baca tempat suaminya berada. Pria itu ikut menengadah kepada istrinya dari koran yang tengah ia baca. Mereka saling bertukar pandangan seakan berkata, 'ini benar-benar terjadi, kita harus melakukan apa sekarang?' "Ma.. Mama," panggil anak kedua viscount yang juga ikut masuk ke dalam ruangan dengan wajah yang kaget. Sepertinya pun ia sudah melihat kedatangan kereta kuda yang dikirimkan grand duke itu. Sekeluarga Archeness memberanikan diri untuk menghampiri teras rumah yang terasa lebih dingin dari biasanya. Seorang kepala pelayan dengan kumis yang meliuk di ujungnya membungkuk dan menyapa keluarga yang tengah kebingungan itu dengan ramah. "Saya dikirimkan untuk menjemput tuan dan keluarga." Katanya tanpa bahkan memperkenalkan dirinya. Viscount menoleh kepada istrinya yang menggenggam tangan Angeline dengan erat. Tidak etis adanya kalau keluarga viscount menolak kedatangan kereta kuda kiriman grand duke. Hal itu hanya akan kelihatan sebagai deklarasi perang dengan keluarga kerajaan di tengah penatnya politik monarki Ann-Gardoux yang sedang berada di tengah kekacauan ini. Ada baiknya sang kepala keluarga Archeness mengindahkan ajakan ini dan menikahkan anaknya segera kepada sang grand duke yang pemurah dan baik hati pada keluarganya. Memang bukan begitu cara pikir seorang Archeness, tapi untuk saat ini mereka tidak punya pilihan lain. "Ayo, kemasi barang-barang kalian, anak-anak." Kata sang viscount sebelum menghilang di balik pilar-pilar di teras kediaman Archeness. Sang viscount dihampiri oleh istrinya yang kelihatan sedikit cemas dan tergesa-gesa. Ia ingin sebuah pencerahan, dari siapapun, terkhusus suaminya. "Kamu tahu apa yang akan grand duke lakukan kalau seperti ini, 'kan?" Tanya istrinya sambil menghentikan tangan viscount dari melipat baju yang hendak dibawanya. "Kamu tahu dia akan memisahkan kereta kuda kita dengan Angeline?" Viscount terlihat ragu, tapi ia memejamkan mata dan menghela napas. "Angeline memposisikan dirinya di tempat bahaya seperti sekarang ini. Dia sudah tahu konsekuensinya dengan debut di hadapan grand duke." "Dan kamu membiarkan grand duke itu memerangkapnya seperti ini, Andrew?" "Apa menurutmu kita punya pilihan lain selain menerima tawaran grand duke?" "Menolaknya." "Ya, dan sekalian menyatakan perang keesokan harinya? Angeline anak yang cerdas, Em. Kalaupun grand duke bisa ditolak, yang menolak harus gadis kita yang cerdas ini. Angeline harus menolaknya sendiri." Sang viscount ada benarnya. Yang bisa menolak hanya Angeline seorang. Viscountess pun ada benarnya. Sang kepala pelayan yang dikirimkan grand duke meletakkan Angeline di kereta kuda yang hanya ada dirinya dan sang kepala pelayan. Sedangkan ayah ibu serta ketiga saudarinya berada di dua kereta kuda lainnya. Angeline mengikut saja. Ia sudah tahu hal ini akan terjadi, ayah ibunya pun tahu Angeline sudah tahu. Sang grand duke memanglah licik. Tapi Angeline mempelajari kelicikan setiap keluarga kerajaan di akademi tempat ia bersekolah. Ia mungkinlah seorang gadis dari keluarga bangsawan rendah. Tapi meski begitu, Angeline tidak bodoh. Meski mungkin, Angeline ingin jadi bodoh dan tidak memiliki perkiraan yang selalu benar terjadi. Angeline melihat selagi kereta kuda keluar dari sepetak lahan yang dimiliki keluarganya, menuju jalan tanah lalu menuju jalan batu. Rombongan itu melewati dua kediaman bangsawan lain sebelum akhirnya mereka memasuki kawasan kota. Angeline tahu di belokan di depan mereka kedua kereta kuda yang membawa ayah ibu serta ketiga saudarinya akan berbelok ke kana menuju hotel yang ada di pusat kota. Dan ia sepenuhnya benar. Ia akan pura-pura bertanya kepada sang kepala pelayan mengapa kereta kuda yang ada di belakang mereka berbelok. Lalu kepala pelayan ini mungkin akan menjawab kalau kereta kuda mereka itu hanya mengambil rute berbeda, padahal itu hanya bohong. "Kemana kereta kuda yang membawa mama dan papa?" Tanya Angeline. "Oh, mereka hanya mengambil rute yang berbeda, nona." 'Kan. Angeline benar lagi. "Begitu," jawab Angeline. Semenjak Angeline suka menerka-nerka seperti ini, Angeline tidak lagi terpengaruh dengan kejutan yang dilemparkan hidup kepadanya. "Ada yang mengganggu pikiran Anda, nona?" Tanya sang kepala pelayan. Angeline menggeleng cepat sambil tersenyum lalu keheningan menyelimuti mereka lagi. Angeline tenggelam lagi dalam pikirannya, menerka-nerka kemungkinan, lalu merangkai rencana yang dapat ia lakukan. Tapi satu kenyataan yang Angeline harus mulai sesapi adalah kalau ia ingin berjuang untuk membatalkan pernikahan yang tidak diinginkannya ini, ia harus berjuang sendiri. Sehebat apapun keinginan orang-orang disekitarnya untuk membantu, selain sang raja tidak ada yang bisa benar-benar membantu Angeline. Selain raja dan dirinya sendiri tentu saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD