Dua hari kemudian...
Adam menandang wajah lesu Kenan yang baru masuk ke kantor padahal jam sudah menunjukan hampir pukul sebelas siang. Ck, sudah bolos dua hari giliran masuk kesiangan.
''Kenapa lo?'' tanya Adam saat Kenan, sudah duduk di kursi seberang mejanya.
''Gue capek banget Dam, di tahan sama nyokap dari kemarin lusa, suami Kalissa ada penerbangan setelah adik gue lahiran, gue nggak bisa tidur di rumah sakit anak Kalissa berisik banget nangis terus,'' jawab Kenan sambil menelungkupkan kepalanya di meja Adam.
''Ck, namanya juga masih bayi, baru lahir, apalagi kerjaannya kalau bukan nangis.'' ucap Adam kesal.
''Gue nitip Monika lagi ya Dam, gue lagi nggak mood ngamar.''
''Monika siapa?'' tanya Adam.
''Cewek yang yang waktu itu masih ada di apartemen lo kan?'' tanya Kenan balik, dia sedikit khawatir kalau-kalau Adam sudah mengusir wanita itu.
''Oh, namanya Monika?'' gumam Adam.
''Emang lo nggak ngobrol sama dia, sekedar nanya nama?'' tanya Kenan heran.
''Buat apa? Gue nggak tertarik.'' Jawab Adam tak perduli.
''Masih perawan padahal Dam.''
''Tau darimana lo kalau dia masih perawan, emang udah lo cobain? tanya Adam asal sambil kembali fokus pada laptop di depannya.
''Anjiirr, kalau udah gue coba ya jebol Dam, udah nggak perawan lagi,'' jawab Kenan frontal.
''Ya udah, berarti nggak ada jaminan kalau dia benar masih perawan.''
''Taruhan yuk Dam, kalau dia masih perawan, gue nggak perlu balikin duit seratus juta lo,'' ajak Kenan iseng.
''Terus yang mau membuktikan ucapan lo itu siapa?'' tanya Adam.
''Ya gue lah.''
''Nggak fair.''
''Yakali kita buktiinya bareng-bareng, lo udah mau tobat jadi orang baik Dam? Mau nyobain pertama kalinya dengan threesome bareng gue, ogah Dam gue geli bayanginnya.''
Adam melemparkan setumpuk berkas ke wajah Kenan.
''Sialan lo Dam.''
''Lo dapetin cewek itu di mana?'' tanya Adam serius, dia teringat wajah dan kata-kata wanita itu tadi pagi, yang tidak bersikap seperti wanita penghibur pada semestinya.
''Di tempat peragaan busana waktu itu Dam, lo si kabur duluan.''
''Apa dia udah biasa ada di sana?'' tanya Adam penasaran.
''Kayaknya si nggak, gue baru lihat kemarin itu soalnya," jawab Kenan yakin.
''Lo yakin?''
''Yakin lah, lo meragukan petualangan gue?'' tanya Kenan balik.
''Kalau lo tahu dia masih perawan harusnya lo mundur Ken." Pinta Adam penuh nasihat.
''Ih, sayang amat Dam, yang masih gitu hari gini udah langka lho," jawab Kenan tanpa hati.
''Dia nggak salah Ken, kasihan," ucap Adam.
''Ya mau gimana lagi, dia butuh uang sedangkan gue butuh hiburan, nggak ada yang salah kan?'' tanya Kenan dingin.
"Lo bisa cari cewek lain yang udah pro Ken, kan banyak," bujuk Adam.
"Enak aja gue udah bayar dia mahal, kalau yang lain itu udah dapet empat Dam." Ucap Kenan.
''Dan lo belum balikin duit yang gue transfer Ken, berarti lo udah nggak berhak sama dia,'' telak Adam.
''Ck, ya udah nih gue transfer balik.''
Adam berdiri dan merebut ponsel Kenan.
''Apaan si lo Dam?''
''Nggak perlu lo balikin, anggap aja lo udah menangin taruhan tadi.'' jawab Adam.
''Kan belum kita buktikan Dam.''
''Itu biar jadi urusan gue nanti. Lo nggak usah jemput dia dulu.''
''Seriusan Dan lo mau tobat?'' tanya Kenan cengo.
''Yang namanya tobat itu dari yang buruk kearah yang lebih baik, bukan sebaliknya. Udah sana kerja,'' ucap Adam sambil melempar ponsel Kenan, untung Kenan sigap menangkapnya.
''Siap Bos, tapi nanggung banget nggak sih, bentar lagi udah masuk jam makan siang?'' kelakar Kenan.
Adam melemparkan pulpen kearah punggung Kenan, tetapi Kenan hanya tertawa menanggapinya. Dan jangan harap Kenan nurut buat bekerja lebih dulu. Tidak, dia benar-benar keluar ruangan dan menuju kantin. Beruntung mereka tidak sedang mengerjakan pekerjaan yang di kejar deadline.
******
Adam pulang ke apartemenya sudah hampir pukul delapan malam. Saat memasuki ruangan itu dia melihat wanita yang tadi Kenan bilang bernama Monika, tengah berjalan maju mundur dengan sebuah benda di tangannya, tengah menyedot debu. Adam menilai wanita itu sekali lagi, seandainya wanita itu benar-benar wanita yang sudah biasa berprofesi sebagai penghibur seharusnya saat dia pulang sudah merias diri dan berpakaian menggoda bukannya berpakaian alakadarnya seperti yang sekarang di kenakan wanita yang tengah menyeka keringat tak jauh dari tempatnya berdiri. Adam walaupun tidak pernah menggunakan jasa wanita seperti itu tapi dia tahu, saat dia sesekali menemani Kenan pergi ke klub malam, banyak wanita yang berprofesi seperti itu terang-terangan menggodanya. Adam akan mencari tahu nanti, dan berharap wanita itu memang wanita baik-baik, seandainya benar, Adam sungguh-sungguh tidak akan melepaskan wanita itu pada Kenan atau lelaki lain yang sejenis dengan pria itu.
''Kamu lagi ngapain?'' tanya Adam yang sebenarnya hanya basa-basi karena terkejut tertangkap mata Monika saat tengah memperhatikan wanita berkaus longgar pinjaman darinya kemarin.
''Maaf Mas, saya gabut jadi daripada bosan saya iseng bersihin debu di karpet ini,'' jawab Monika sambil membenarkan ikatan rambutnya.
''Nggak usah repot-repot bersihin rumah saya, lebih baik kamu istirahat saja. Tidur, Kenan nggak akan jemput kamu malam ini.''
''Mas ketemu dia, boleh saya minta nomor ponselnya?'' tanya Monika, dia akan mencoba bicara pada laki-laki bernama Kenan yang sudah membelinya untuk bisa pindah menginap dari tempat ini. Monika merasa tidak enak pada laki-laki yang mempunyai apartemen ini kalau dia kelamaan numpang tidur di sini.
''Nggak usah, dia satu kantor sama saya. Kalau ada yang mau kamu sampaikan sama Kenan tinggal bilang sama saya. Kita ketemu setiap hari.'' ucap Adam yang membuat Monika sedikit bingung, tetapi dia tidak berani bertanya. Akhirnya dia hanya bisa mengangguk mengiyakan.
''Saya mau mandi, apa kamu sudah makan malam?'' tanya Adam kemudian.
''Belum, tetapi saya sudah masak, beberapa bahan di kulkas Mas. Nanti saya ganti,'' jawab Monika.
''Nggak usah di ganti saya juga mau ikut makan, tunggu saya mandi dulu sebentar kalau kamu belum kelaparan. Jarang-jarang saya ada teman makan di rumah.''
Monika mengangguk, dia memang belum makan karena menunggu laki-laki itu pulang. Rasanya tidak pantas kalau dia makan duluan dan memberikan sisa masakannya untuk pemilik rumah dan seisi kulkas yang dia masak tadi.
***
Adam baru selesai mandi saat mendengar ponselnya berdering tanda ada panggilan masuk, saat memeriksanya ternyata itu panggilan dari Kenan. Entah mengapa kali ini Adam ingin mengabaikannya. Sepanjang hari ini Kenan sudah membuatnya kesal dengan segala tingkah Kenan yang kekanakan bila menyangkut hal di luar pekerjaan, seperti tadi sore saat dirinya hendak pulang dari kantor Kenan akan memaksa ikut pulang ke apartemenya. Tetapi Adam melarangnya, harus tidur di mana dia kalau dua kamar di unitnya dia pinjamkan pada dua orang yang berbeda jenis kelamin itu. Bahkan Kenan dengan tidak tahu malu merengek padanya sampai di parkiran tadi, sebelum Adam meninggalkannya. Adam heran dengan sahabatnya yang satu itu, padahal usia Kenan dua tahun lebih tua dari usia Adam sendiri tetapi rasa-rasanya Adamlah yang menjadi kakak di sini, terbukti Adamlah yang lebih sering mengalah. Ck padahal di kantor kan dia Bosnya, tetapi Adam selalu teringat satu hal, dia memang Bosnya tetapi modal yang Kenan taruh di perusahaan ini jauh lebih besar dari punya Adam. Kenan tidak mau jadi bos bukan karena tidak mampu, tapi karena tidak mau menanggung beban pekerjaan terlalu berat. Kenan pernah keceplosan mengatakan itu saat Adam menjemputnya di klub malam karena sudah tidak mampu lagi menyetir mobil untuk pulang karena banyak minum. Dan tentu saja yang di maksud pulang saat telah mabuk adalah apartemen milik Adam, bukan rumah keluarganya. Kenan itu anak Mami, jadi dia hanya ingin terlihat sebagai anak baik-baik di hadapan ibunya.
Saat Adam dan Monika tengah makan malam dengan hening, tiba-tiba seseorang masuk ke apartemen itu tanpa permisi.
Adam dan Monika kompak menoleh ke arah pintu di mana laki-laki itu masuk dengan sebuah cengiran lebar.
''Hai.....''
Adam menoleh dengan malas, tetapi tidak dengan Monika, wanita itu justru tersenyum cerah. Dan entah mengapa itu membuat Adam kesal melihatnya.
''Lo mau ngapain kesini?'' tanya Adan kesal, dia kan sudah melarang Kenan kesini kenapa tetap memaksa dengan menerobos masuk. Sepertinya besok-besok dia harus mengganti password apartemennya.
''Gue mau numpang tidur di sini Dam, semalem aja. Di rumah berisik anak Kalissa rewel banget sumpah Dam nangis mulu,'' jelas Kenan.
''Udah nggak ada kamar kosong,'' jawab Adam.
''Gue bisa tidur sama lo kok Dam.''
''Gue yang nggak mau,'' jawab Adam ketus.
''Ya udah gue tidur sama Monika aja, nggak apa-apa kan sayang?'' tanya Kenan dengan lembut membuat telinga Adam gatal mendengarnya.
Monika hanya meringis tak menjawab.
''Salah satu dari kita harus ada yang mau tidur di luar kamar,'' ucap Adam.
''Gue nggak mau,'' sambar Kenan cepat.
''Ck, ok.... Monika, baju sama barang bawaan kamu nggak banyak kan?'' tanya Adam.
Monika menggeleng.
''Kemasi bawa keluar,'' perintah Adam.
''Dam.... jangan Dam, kasihan dia gue tidur sama lo aja.''
''Ya udah lo yang ngalah ,'' jawab Adam.
''Masalahnya gue juga kasihan sama badan gue Dam, bisa remuk kalau tidur di lantai atau sofa.''
''Ck, ribet,'' dumel Adam.
''Demi Tuhan gue nggak tega kalau dia tidur di luar kamar Dam.''
''Siapa bilang dia bakal tidur di luar kamar, opsi itu kan cuma berlaku buat lo aja.''
''Terus lo mau suruh dia tidur di mana Bambang?'' tanya Kenan geram.
''Di kamar gue, sama gue.''
Kenan melongo, saat melihat Adam menarik tangan Monika ke kamar sahabatnya itu dengan tas berisi barang bawaan perempuan itu yang sudah Adam ambil alih.
''Sialan, lo Dam,'' umpat Kenan dengan keras.