Dering ponsel yang tak henti dari saku celana lelaki yang bibirnya tengah menjelajahi leher Monika seketika menghentikan aktivitas itu.
"Ck b******k, siapa si ganggu banget," umpatnya.
Monika hanya diam, tapi dalam hati dia sangat bersyukur Tuhan memberinya sedikit waktu untuk menunda kehancuran tubuh serta hatinya. Monika lalu duduk di tepi ranjang, dan mau tak mau harus mendengarkan percakapan lelaki itu dengan seseorang di seberang sana, karena ponsel yang di loudspeeker.
"Halo Mam...."
" Kamu di mana Ken, Mami udah hubungi kamu dari tadi kenapa baru di jawab?"' Ucap seorang wanita yang Monika duga adalah ibu dari lelaki itu.
"Kenan lagi sibuk Mam," jawab lelaki itu tanpa beban.
"Nggak usah banyak alasan, sibuk apa si? Ini udah malam kantor pasti udah tutup, kamu harus pulang sekarang."
"Harus sekarang banget Mam?" tanya Kenan sambil menyugar rambutnya.
"Kalissa udah di rumah sakit dia mau lahiran, kamu tega nggak temenin dia di sana."
"Hah..., harus malam ini banget Mam lahirannya? Nggak bisa di tunda besok aja?" tanya Kenan tak masuk akal.
"Nggak usah aneh-aneh kamu, pokoknya pulang kita ke rumah sakit sekarang, dua puluh menit kamu belum sampe rumah Mama obrak-abrik kamar kamu," ancam Ibu dari Kenan.
"Okay Mam aku pulang sekarang," jawab Kenan mantap.
Walaupun tidak perduli tetapi percakapan yang ia dengar membuat otak Monika berasumsi sendiri, kemungkinan yang hendak melahirkan adalah istri dari laki-laki hidung belang bernama Kenan yang tadi membelinya. Monika bergidik ngeri membayangngkan berapa banyak wanita yang sudah lelaki itu sentuh.
Pandangan Kenan beralih pada Monika setelah telepon dari ibunya berakhir, uang seratus jutanya harus ia kemanakan sekarang?
Dirinya tak di izinkan memiliki apartemen pribadi oleh Ibunya, yang bisa dia pakai dengan mudah untuk menyimpan teman kencannya. Membiarkan wanita itu tetap di sini dia tidak yakin kalau wanita itu tidak akan kabur Kenan sudah pernah mengalaminya, apalagi kamar hotel sudah dia bayar, pihak hotel tidak akan rugi apapun kalau Monika pergi malam ini juga tanpa menginap.
"Gue antar lo pulang besok gue jemput lagi, gue belum bisa pake lo sekarang ada masalah urgent banget," ucap Kenan pada akhirnya.
"Gue nggak punya rumah," jawab Monika.
"Rumah orang tua lo maksud gue."
"Jauh, gue anak rantau."
"Tempat lo tinggal selama ini di mana? Gue anter kesana."
"Gue nggak akan balik lagi kesana."
"Terus gue mesti anter lo kemana?" tanya Kenan geram.
"Terserah."
Kenan menyugar rambutnya kesal.
"Ya udah lo balikin duit gue, tujuh puluh lima persen aja dari yang gue bayar tadi."
"Gue nggak punya uang sebanyak itu." Jawab Monika jujur.
"Astaga."
********
Mereka berdua akhirnya keluar dari hotel itu, tidak apa-apa rugi dua juta karena membayar kamar hotel yang tak jadi dia pakai, dari pada dia kehilangan uang seratus jutanya. Kenan memutuskan mengantar Monika ke suatu tempat, dengan sedikit menipu orang tersebut.
Kenan mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.
"Bro... gue beli barang, belum sempat gue pakai, gantiin duitnya dong, ini gue lagi on the way ke apartemen lo buat antar barangnya kesitu." Ucap Kenan pada seseorang di seberang telepon
"............"
"Seratus, uangnya bisa lo transfer sekarang kan? Mau gue pakai, Kalissa mau lahiran," ucap Kenan yang membuat wanita di sampingnya melotot. Monika pikir laki-laki itu membeli kesenangan semalam dengannya menggunakan uang yang seharusnya di pakai laki-laki itu untuk biaya lahiran istrinya.
Bukan tanpa sebab Kenan melakukan kebohongan ini. Dia akan mengantar Monika untuk menginap di apartemen seorang Adam Alfian Nugraha, lelaki yang berstatus sebagai sahabat, pertner kerja, juga bisa di bilang Bos dari Kenan saat di kantor. Dia adalah orang yang menjalani hidup dengan amat sangat lurus bak benang layangan. Menitipkan seorang wanita penghibur padanya tanpa sedikit menyandera uang Adam pasti tidak akan berhasil, Adam justru akan memberi uang tambahan pada wanita yang di bawanya dan menyuruhnya pulang. Tidak sekali dua kali Adam melakukan hal seperti itu pada teman-teman wanita yang hendak Kenan kencani saat bertemu Adam.
Kenan segera keluar mobil saat mereka sudah berada di pelataran parkir apartemen mewah itu. Di susul oleh Monika dengan pakaian minimnya.
"Jas gue lo pakai dulu gih, sekarang lo gue kasih kartu akses buat masuk kesana ya, cari pintu unit nomor 47 kalau udah ketemu pencet bel lo tunggu aja pemiliknya keluar, kalau dia tanya bilang aja kalau lo yang seratus juta dari Kenan dia pasti ngerti. Lo jangan berani-beraninya kabur dari sana." Jelas Kenan cepat di selingi ancaman, karena dia tidak punya banyak waktu.
Belum sempat Monika bertanya apa-apa, Kenan langsung saja tancap gas meninggalkannya. Monika melirik jam di pergelangan tangannya, dia menghembuskan nafas kasar. Mau kabur kemana dia di jam hampir tengah malam begini? Terlalu beresiko jika ia berkeliaran di luar sana.
Monika akhirnya masuk kedalam gedung apartemen itu, berbekal kartu akses yang di berikan Kenan dirinya bisa masuk tanpa pemeriksan dari pihak keamanan gedung. Monika segera mencari unit dengan nomor pintu yang di sebutkan Kenan setelah keluar dari lift.
Adam terkejut saat membuka pintu unit apartemennya setelah dia mendengar bel berbunyi. Seorang wanita dengan riasan penuh di wajah serta pakaian seksi yang terlihat di balik jas hitam yang tak di kancing. Tanpa pikir panjang Adam hendak menutup pintu kembali.
"Tunggu," ucap Monika sambil menahan pintu yang hendak di tutup.
"Anda salah alamat," jawab Adam tanpa mau menatap wajah Monika.
"Saya kesini atas perintah seseorang yang bernama Kenan."
"Maksudnya?" tanya Adam bingung.
"Kenan bilang, sa...saya seratus juta yang dari dia," jawab Monika.
Adam terlihat sedang berfikir.
"Kamu pulang saja, saya tidak tertarik." Ucap Adam sambil benar-benar menutup pintu apartemennya.
Monika memerosotkan tubuh di dinding di dekat pintu yang telah tertutup. Tubuhnya sudah sangat lelah minta di istirahatkan, pakaiannya juga sama sekali tak nyaman di pakai di tubuhnya.
*********
Dering ponsel di nakas samping tempat tidur Adam sangat-sangat mengganggu tidur malamnya. Dengan mata terpejam Adam menggeser tombol hijau ponselnya. Seketika matanya terbuka saat pihak keamanan mengatakan ada seorang wanita tertidur di depan pintu unitnya. Adam tidak lupa siapa wanita itu, tetapi pilihan untuk tidur di lantai depan kamarnya sungguh tidak dia sangka. Apa tujuannya, kenapa tidak pulang saja, bukannya seharusnya dia beruntung sudah menerima uang tetapi tidak perlu bekerja?
Adam melihat jam di dinding kamarnya. Sudah menunjukan hampir jam dua dini hari, berarti sudah dua jam lebih wanita itu berada di depan unitnya. Dengan malas Adam berjalan keluar dari kamarnya.
Adam menyugar rambutnya kasar, pemandangan di depannya sungguh membuat dia bingung mau marah, atau kasihan!