Suasana tenang di sebuah peragaan busana di sebuah hotel ternama, yang mayoritas penontonnya adalah laki-laki, seketika riuh saat beberapa wanita cantik berpakaian seksi mulai muncul dan berlenggok saat berjalan di atas catwalk .
Diantara beberapa wanita itu ada seorang gadis yang sebenarnya masih berusia remaja, hanya saja dengan bentuk tubuh yang proporsional, pakaian seksi dan make up mampu menyamarkan usianya.
Seorang lelaki dewasa berusia sekitar dua puluh tujuh tahun yang tengah duduk tenang di barisan penonton hanya menandang sekilas pada wanita-wanita itu, alih-alih memamerkan pakaian yang melekat di tubuh mereka, tapi justru lebih seperti memamerkan aset yang mereka punya. Tetapi ada satu wanita yang bahkan terlihat tak nyaman dengan pakaian terlalu terbuka dengan warna yang paling mencolok di banding wanita lainnya.
Tak lama kemudian laki-laki bernama lengkap Adam Alfian Nugraha itu, bangkit dari kursinya dan meninggalkan tempat yang dia datangi karena di ajak oleh seseorang yang tak lain adalah sahabat sekaligus sekertarisnya di kantor.
Sebagai lelaki dewasa dia tahu akan berakhir seperti apa acara itu, hingga dia memutuskan untuk pulang lebih dulu meninggalkan sahabatnya yang tentu saja masih betah berada di tempat ini.
''Baiklah hadirin yang terhormat, saat ini kita telah sampai pada puncak acara malam hari ini.''
Para model itu secara otomatis berdiri berjejer di atas panggung, karena sebagian besar dari mereka memang sudah terbiasa mengikuti peragaan busana ini. Jadi tentunya sudah tahu aturan dan apa yang akan terjadi nantinya, sehingga mereka memasang senyum manis dan gestur tubuh semenarik mungkin. Kecuali seorang wanita muda bergaun merah yang tengah berdiri paling tengah di barisan itu.
''Seperti biasa, kita akan melelang dua model spesial kita malam ini,'' ucap wanita cantik yang menjadi pembawa acara di malam itu.
''Monika, Anna silahkan maju kedepan!'' seru pembawa acara itu dengan penuh semangat.
Monika terkejut saat tiba-tiba dirinya di suruh maju kedepan bersama satu model lainnya. Ini tidak di sebutkan oleh seseorang yang meminta Monika menggantikan kakak dari laki-laki itu untuk menjadi model di acara ini.
''Dan seperti biasa kita hanya akan melelang satu model di setiap pertunjukan, silahkan anda semua bisa mulai memberi harga. Yang nilainya paling tinggi akan lolos ke pelelangan berikutnya,'' imbuh pembawa acara itu.
''Sepuluh juta untuk yang berbaju putih.''
Terdengar mulai ada yang memberi harga, tetapi Monika tidak dapat melihat yang mana orangnya.
''Dua puluh juta untuk yang berbaju merah,'' seru satu orang lainnya.
Monika melongo, kenapa harus dirinya? Dan apa tadi, dia tidak salah dengar kan kalau pembawa acara itu sama sekali tidak menyebut pakaiannya yang di lelang, melainkan modelnya. Sialan! Monika paham dirinya telah di jebak di sebuah tempat prostitusi. Dia harus menanyakan ini pada orang yang menyebabkan dirinya berada di sini dan meminta pertanggung jawaban.
''Kalau begitu Anna mundur, dan silahkan beri nilai terbaik kalian untuk Monika Zarella,'' seru pembawa acara yang di sambut tepuk tangan meriah dari orang-orang yang berada di tempat itu.
Emosi Monika sudah berada di ujung kepala, tangannya berkeringat dingin. Dia berdiri di panggung luas ini tinggal seorang diri. Tetapi Monika melihat beberapa pria dengan tubuh kekar berjaga di sekitar panggung. Ingin melarikan diri pun ia takut.
''Tiga puluh juta.''
''Empat puluh juta.''
''Lima puluh juta.''
Suara ramai orang yang menawarnya dengan harga tidak masuk akal dan tepuk tangan riuh menggema di kepala Monika. Ternyata begini orang-orang kaya tak bermoral menggunakan uangnya.
''Enam puluh juta.''
Monika mencari asal suara dari seseorang yang menawarnya lebih tinggi. Dan dia terkejut saat melihat seperti apa wujud laki-laki itu. Seorang pria paruh baya berkumis dan berperut buncit.
Demi Tuhan Monika ngeri sekali kalau harus berakhir dengan pria seperti itu. Dengan pikiran kacau Monika berdoa semoga ada yang mau menawarnya dengan harga lebih tinggi.
''Tujuh puluh lima juta rupiah.''
Monika melihat seorang pemuda yang berdiri paling depan yang tadi menawarnya, dengan pakaian casual dan gaya anak muda kekinian, Monika menduga orang tua anak itu adalah seorang konglomerat. Mana ada anak tukang parkir yang punya uang sebanyak itu hanya untuk kesenangan semalam?
''Saya berikan satu lagi kesempatan terakhir untuk penawaran lebih tinggi.'' ucap pembawa acara itu dari bawah panggung tepat di hadapan para penonton.
Monika sudah merasa lelah dan pasrah akan nasibnya, walaupun dia berjanji saat keluar dari tempat ini nanti dia tidak akan dengan mudah memberikan kehormatannya pada orang yang bukan suaminya, bahkan mengenalnya pun tidak.
''Seratus juta rupiah.''
Seketika tepuk tangan menggema di ruangan ini, tetapi Monika tidak dapat melihat wajah laki-laki yang memberinya penawaran pamungkas itu.
''Silahkan selesaikan p********n, dan Monika tunggu di backstage jangan kemana-mana.''
Monika segera bergegas pergi ke belakang panggung hendak berganti pakaian. Pakaian minim yang ia kenakan saat ini sungguh membuatnya risih.
Tetapi belum sempat dia berganti pakaian, lelaki yang telah membayarnya tadi sudah menghampiri dirinya.
"Ayo, cepat ikut gue," ucap lelaki itu.
''Bisa gue ganti baju dulu sebentar, gue risih pakai pakaian kayak gini?" tanya Monika.
"Ck, nggak perlu, buat apa? Kaya yang nanti nggak bakal di buka aja. Udah gini aja, nggak usah sok tertutup. Kalau mau jadi wanita baik-baik dengan pakaian tertutup seharusnya lo nggak ada di tempat seperti inu." Cibir lelaki itu panjang lebar.
Monika menurut tanpa mendebat perkataan pria itu, mau menjelaskan seperti apapun penyebab dirinya berada di tempat ini rasanya tidak penting. Laki-laki yang kini tengah berjalan di sampingnya ini pasti tidak akan perduli pada alasan dan masalahnya mengapa dirinya bisa berada di tempat seperti itu.
Monika memasuki mobil mewah milik lelaki itu, hawa dingin seketika menyambar tubuhnya yang hanya berbalut pakaian minim bahan, bahkan bagian d**a saja tidak terutup sepenuhnya, dan bagian bawah hanya tetutup sebatas bokongnya saja. Kaos serta celana jeans yang di bawanya dia masukan secara sembarangan ke dalam tasnya setelah tadi tidak di perbolehkan berganti pakaian.
Mobil berhenti di sebuah pelataran hotel mewah. Monika hanya bisa menghembuskan nafas pasrah.
"Pakai ini sebelum turun!" lelaki di sampingnya mengambil sebuah jas hitam di kursi bagian belakang dan melemparkannya pada Monika.
Monika menerimanya dengan tenang walaupun di perlakukan sedikit kasar, dirinya tidak menyalahkan apa yang lelaki itu lakukan padanya. Memang perlakuan seperti apa yang bisa dia harapkan saat dirinya di bawa dari tempat seperti itu, tempat wanita-wanita cantik yang di beri kesempurnaan raga menjual harga dirinya.
Monika berjalan mengikuti langkah kaki di depannya, sedikit terseok-seok karena dia menggunakan alas kaki berhak tinggi dan lelaki yang berada di depanya memiliki postur tubuh yang lumayan tinggi sehingga saat berjalan menghasilkan langkah-langkah yang begitu lebar.
"Masuk!" Perintah lelaki itu setelah membuka pintu kamar hotel.
Monika menurut tetapi bingung saat tiba-tiba lelaki itu merebahkan tubuh di atas ranjang besar hotel ini.
"Lakukan tugasmu dengan baik," ucap lelaki itu sambil memejamkan mata.
Tubuh Monika menegang, dengan berjalan perlahan dia menghampiri lelaki itu. Demi Tuhan, dia tidak tahu harus melakukan apa dan mulai dari mana.
Monika berdiri lama, dan seketika terkejut saat lelaki itu menariknya hingga dia terjerembab di atas ranjang dengan tubuh lelaki itu berada di atasnya bertumpu menggunakan tangan besarnya dan menatap mata Monika dengan tatapan sayu.
Monika nemejamkan mata, benarkah malam ini akan membuatnya melepaskan satu-satunya hal berharga dalam hidupnya?
Air matanya mengalir begitu saja saat dia merasakan bibir lembut lelaki itu berlabuh di leher jenjangnya.
Monika benci ini, benci seseorang yang tak ia cinta menyentuh tubuhnya. Monika mengepalkan erat tangannya berusaha sekuat tenaga untuk tak memberontak. Bagaimanapun tubuhnya takkan mampu melawan tubuh besar di atasnya ini.