Butuh Kepastian

1509 Words
Jangankan membalas tegur sapaku, sekedar berhenti atau menoleh pun tidak dilakukan lelaki yang baru saja melewatiku. "Mending negor gue aja Na." Tiba - tiba Ary sudah berada disebelahku. "Nggak usah aku tegur juga kamu udah negur duluan." Ary terkekeh. mendengar gerutuanku. "Secantik ini kok hobinya ngejar cowok, sementara yang naksir udah ngantri kayak antrian minyak murah." "Masalah hati dan selera nggak bisa dipaksain, makanya jatuh cinta ... biar paham." "Gue kan udah pernah jatuh cinta, tapi nggak ajaib kayak lo Na.... jatuh cinta normal." "Gue juga normal... udah ah, baliknya kesitu - situ lagi. Pr udah beres belum?" "Tiga lagi Na...nyontek ya." "Ya udah ... yuk." Kami memasuki kelas yang belum terlalu banyak yang hadir, termasuk Erin. Tapi sudah ada Keanan yang duduk manis dan ikut tersenyum manis juga. Nggak takut diabetes apa nih orang ya? "Morning An," sapanya. "Pagi Kean.." "Lo sarapan apa sih An... pagi - pagi gini udah cantik banget." Aku memutar bola mata malas, pagi - pagi sudah disajikan pujangga cinta berceloteh. "Sarapan cinta Kean." "Kalo buat siang mau makan cinta juga gue bisa kasih An..." Aku terkekeh dengan gombalan recehnya. "Aku udah kebanyakan cinta Kean, tuh Ary nganggur." "Gue nggak kaya Ana.... gue sarapannya nasi goreng, kalo siang bakso... nggak ada menu cinta," jawab Ary agak sedikit judes. Aku sudah duduk dikursiku dan memberikan buku fisikaku ke Ary. "An... nanti kalo abis latihan basket, boleh nggak kalo gue nganterin lo pulang?" "Nggak usah Kean... aku pasti dijemput kok." "Kalo sekali - sekali main ke rumah boleh?" "Mau ngapain?" "Ya main aja... ngobrol, atau ngajak kamu nonton, hangout atau sekedar makan siang bareng." "Hmm, di rumahku peraturan ketat Kean... mau pergi sama siapa, kemana, ngapain...itu semua harus izin papa, for your information...papaku bukan orang yang ramah dan teman - temanku belum pernah ada yang lolos dan dapat izin dari papa." "Galak banget bokap lo?" "kalo nelen orang nggak dosa, pasti udah ditelen kali sama dia." Tampak Keanan menelan ludah. Beres tugasku satu. "Mudah - mudahan om ganteng nggak denger lo ngomong gini Na," bisik Ary yang sudah menyalin prku. Aku terkekeh kecil. "Kamu udah kayak lagi ngomongin sugar daddy deh,." "Lha iya om ganteng kan?" Tanya Ary masih sambil berbisik walau Keanan sudah menjauh dan sepertinya meninggalkan kelas. "Yang kamu bilang ganteng itu papaku lho Ry ... jangan ada bibit pelakor ya." "Hoo..hoo.. sadar diri gue Na ... kalo lo aja masih bisa gue tikung, nyokap lo yang cantik jelita itu mana kuat gue bersaing." "Maksud kamu, aku kalah cantik sama mamaku?" "Ya jelas laaah." Aku mencebikkan bibirku. "Kalo gitu nggak usah bilang om ganteng segala deh." "Emang kenapa, masalah? Jangan sampe om ganteng tahu lo bilang dia galak, fitnah itu. Lagian nggak cocok juga penampilan sama image yang lo sematkan ke otak Keanan barusan." "Jangan sampe papaku tahu dong, tapi kalo dia nekat datang aku juga nggak tahu reaksi papa kayak apa, kalo Dudi lolos karena kita dulu sering bareng waktu smp... nggak ada masalah. Tapi intinya aku nggak mau Keanan ke rumah, aku nggak suka." "Tapi mungkin perlu dicoba Na... kali aja Keanan bersedia jadi tumbal." Aku tertawa ngakak mendengar usul Ary. "Aku maunya mas Dana sebagai cowok pertama yang datang kerumah dalam rangka kencan," bisikku dan membuat Ary mendengus sebal. "Mas Dana lagi ... mas Dana lagi." "Hari ini aku nggak ngasih apa - apa ke kelasnya Ry." "Owh syukurlah ... aman hari ini dari segala lirikan kejam mas Dana. Tumben lo begini, dapat hidayah dari mana Na?" "Semalam aku curhat sama kakak iparku, katanya jangan kasih perhatian dulu." "Kenapa tadi negur dia?" "Nggak tahu, nggak tahan rasanya Ry." "Kalo gitu sudah bener sekarang kita nggak ke kelas dua belas dulu hari ini. Wah pasti Erina yang paling bahagia hari ini, akhirnya lo dapat hidayah Na." Aku hanya tersenyum tipis, berat sebenarnya ... tapi aku harus coba mengikuti saran kak Priska. "Yuhuuu bestiiies..." Terdengar suara Erin sudah memasuki kelas kami. "Tumben telat lo Rin..." Ary menyapa Erin yang baru masuk kelas bersama Dudi. "Kamu udah sehat Dud?" Tanyaku kepada Dudi yang kemarin tidak masuk sekolah karena sakit. "Actually I'm not sick at all," jawabnya santai. "Trus kenapa?" "Kayak baru kenal Dudi deh lo Na...pasti kesiangan laah," sahut Ary lagi. Aku menggelengkan kepala. "Masih Dudi yang lama ternyata." Dudi menjawab dengan cengiran. "Gue mau maen mobil Sabtu nanti, pada mau ikut nggak?" Tanya Dudi yang memang hobby ngedrift di club otomotif. "Dimana?" Tanya Erin. "Sentul. Kalo mau gue jemput," ucap Dudi. "Nggak kenal sama temen - temen kamu ... males," ucapku. "Ada Bima, Nanda, Michael... anak- anak smp dulu Na, lo pasti kenal. Anak sini juga ada yang ikut kakak kelas kita... eh gebetan lo tuh Na...sodaranya Erin ... Dana." "Mas Dana ngedrift juga?" Tanya Erin. "Iya... dia hobby ngedrift juga tapi beda club sama gue." Jawab Dudi. "Yuk Na ... lumayan bisa lirik - lirik jarak jauh." Ary semangat mempengaruhiku. "Aku mau ikut, tapi yang nyetir siapa? Kalo pake supir baru boleh kayaknya Dud," ucapku. "Gue kesananya sama supir kok ... tenang aja, gue juga belum punya sim .. mana boleh nyetir sendiri sejuh itu." "Nah aman kalau gitu, kamu yang pamitin sama papa ya Dud." "Iya boleh, om Aris kan baik ... pasti diizinin, pada ngumpul di Ana aja, nanti gue jemput lo semua." "Emangnya jam berapa?" Tanya Erina. "Gue jemput jam dua belasan ya, gue harus di Sentul jam empat soalnya, takut macet kalo Sabtu." "Oke..ntar kita ke rumah Ana deh jam sepuluhan... mau cuci mata juga ngeliat om ganteng dan aa' tampan," ucap Ary. Erina cuma menggelengkan kepala melihat reaksi Ary. Ary memang agak tergila - gila kalau melihat Papa dan aa'. Karena mas Nino tidak tinggal di rumah, makanya mas Nino tidak masuk list Ary. Bunyi bel tanda jam masuk sekolah dimulai. Dudi kembali ke kelasnya disebelah. Pelajaran seharusnya matematika, ternyata bu Marni tidak datang ke sekolah. Robby ketua kelas kami sudah membawa tugas yang harus dikerjakan. Aku, Ary dan Erin tentu saja membuat kelompok sendiri, bekerja dan berbicara adalah kebiasaan kami bertiga. "Nanti mas Dana kaget nggak ya ketemu aku di Sentul?" "Asal bukan lo aja yang kaget kalo lihat dia sama cewek disana." Agak kaget dan sedikit tercekat aku mendengar ucapan Erin. Betul.juga, kok aku tidak berpikir sejauh itu. "Bukannya mas Dana belum punya cewek Rin? "Gue kan bilang kaloooo ... ya bisa aja bukan pacarnya, siapa tahu ada cewek lain yang naksir dia juga disana. Harus siap mental maksud gue tuh Na." "Owh, kalo mental pasti gue siap .." "Pssst .... padahal tadi ada yang bilang nggak mau kasih perhatian lho Rin." Ary pura - pura berbisik pada Erin sambil melirik kearahku. "Eh aku bilang hari ini kan Ry ...bukan Sabtu." Aku membela diri. "Payah lo ... nggak konsisten!" "Iya gimana dong, lemah banget aku kalo urusan mas Dana." "Terserahh deh ah ... yang penting gue mau lihat cowok - cowok ganteng disana. " Ary berucap sambil menulis tugas. "Masalahnya cowok ganteng itu seneng nggak kalo lo liatin?" Erina menyahuti ucapan Ary. "Issh ...timbang diliatin doang aja pake itung - itungan sih sama gue Rin ... gue lumayan cantik lho, kalah dikit sama Ana." Aku dan Erina tertawa. "Siapa bilang kau kalah cantik sama aku, kamu cantik lagi Ry. Soal percintaan aja yang beda." "Apanya yang beda sih? Sama - sama ditolak kan?" "Kamu yang di tolak ... aku kan belum." "Sudaaah ... sudah... sesama jones nggak usah ribut. Kita ini nggak punya pacar bukan nggak laku, tapi kita mau sama orang yang nggak mau sama kita, sedangkan yang jelas - jelas mau malah kita cuekin." Lerai Erin. "Pokoknya perawan ribet tuh kita deh, kalo ada yang susah kenapa mesti gampang ye kaaan," ucap Ary lagi. "Kamu gimana Rin ... masih bertahan nggak kasih signal ke Dudi?" "Gue nggak mau merusak persahabatan yang sudah ada gini Na .... iya kalo Dudi suka sama gue, kalo nggak kan nanti malah jadi aneh, bisa - bisa Dudi akan jaga jarak sama gue. Biarin aja deh kita tetap bersahabat begini." "Kalo Dudi nanti punya pacar, bikin nyesek lho Rin." Ary ikut menimpali. Erin tersenyum. "Kalo lo berdua kan sukanya sama orang diluar circle kita, jadi kalo nggak jadi ya udah deh ... tapi Dudi ada dalam pergaulan kita, bisa dibilang cukup dekat dan selalu bareng, kalo ternyata dia tahu gue suka sama dia trus dia nggak suka sama gue ... mana bisa semuanya jadi biasa lagi." "Bener juga ya, terlalu besar resiko kalo ternyata Dudi tahu dan dia nggak nganggep Erin lebih dari sekedar sahabat. Jadi mau lo pendem sampe kapan Rin?" "Ya sampe Dudi bilang suka sama gue, kalo dia nggak pernah ngomong ... ya sudah, berarti gue nikmati aja hubungan persahabatan ini selamanya." "Tuh Na ... lo belajar sama Erin ...santai dikit." "Nggak, aku sih nggak bisa gitu. Untungnya mas Dana diluar circle kita. Mauku sih mas Dana bilang sama aku secara gamblang, atau ya seperti yang aku bilang kemaren ... dia punya pacar ...aku cabut." "Semoga segera semua cepat terlihat ya Na ... take it or leave it." Ucap Ary. "Ya ... aku hanya butuh kepastian itu, biar sakit sekalian," jawabku lirih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD