Curhat

1382 Words
"Jadi apa kemajuannya?" Tanya kak Priska ketika kami duduk berdua di kamarku untuk melihat oleh - oleh yang dari Eyang. "Belum ada kak, tadi malah dia marah - marah sama aku." "Kenapa?" "Dia nggak mau aku samperin ke kelasnya buat ngasih - ngasih makanan atau snack gitu." "Trus Ana gimana?" "Aku dengerin aja ... sepertinya dia nggak serius marahnya." "Cowok gitu biasanya kalo marah serius lho Na." "Emang aa' dulu pernah marah gitu?" "Sama kakak sih aa' nggak pernah marah, kakak cuma mengira - ngira soalnya selama ini kan dia nyuekin, kok sekarang sampe marah ...pasti udah kesel banget itu Na. Udah deh yang lain aja Na. Cowok yang baik itu gimana?" "Siapa, Keanan?" "Kakak nggak tahu namanya." "Yang kakak sama mama bilang No kan?" "Iya." "Iya ..itu Keanan." "Yaudah coba pdkt sama dia." "Nggak suka." "Jelek?" "Hmmm...not bad lah, dibawa party sama ngemal nggak malu - maluin." "Trus masalahnya apa?" "Ya aku nggak suka aja ... nggak feel samsek." Jawabku sambil mematut baju yang dibelikan Eyang didepan cermin. "Auntie ini boleh nggak?" Tanya Wika yang sedang memakan coklat yang dibawa Eyang. "Abang udah makan coklat berapa?" "Dua." "Simpan dulu yang itu buat besok, kebanyakan nanti giginya ada uletnya lho." "Pissss." Maksudnya abang mau bilang Please. "Tanya mama dulu, auntie nggak tau." Wika melihat ke arah mamanya dengan tatapan penuh harap. "Oke ..oke .. satu aja abis itu udah, sisanya simpan lagi dalam paper bagnya buat makan sama Azki weekend nanti ya." Wika mengangguk senang. "Kalo kakak bilang sih, coba aja dulu pdkt sama Keanan itu, siapa tahu orangnya asyik." Kak Priska melanjutkan pembicaraan sambil menepuk nepuk p****t Owka yang sudah tertidur di tempat tidurku. "Aku tuh nggak suka kak ... perhatiannya berlebihan." "Apa Ana pernah berpikir kalo Dana juga berpikiran hal yang sama tentang Ana?" Nah ini yang aku pikirkan tadi. Apa iya begitu? "Gitu ya ... tapi aku bener - bener jatuh cinta sama mas Dana kak, sejatuh ituuu." Ucapku berusaha meyakinkan kak Priska sekaligus butuh supportnya. "Hmm ... coba jangan terlalu dipepet mas Dananya. Biarlah dia belum suka dulu sama Ana sekarang .. setidaknya dia jangan benci Ana ...Cowok seumur Dana itu masih banyak gengsi, walau beda - beda tiap orang. Aa' sama Mas aja beda. Aa' dari sma punya pacar .. Mas nggak mau pacaran, bahkan sampe kuliah semester berapa baru pacaran. Mungkin Dana kayak mas? Bisa aja dia jadi sebel kalo dideketin cewek apalagi secara terang - terangan." Aku menghela nafas kasar lalu duduk di kursi depan meja riasku. "Jadi aku harus gimana kak? Gimana caranya dia bisa merespon aku, sudah dua tahun aku di cuekin, sekalinya tadi ngomong nggak ada ramah - ramahnya." "Liatin aja dari jauh sambil didoain hatinya berubah. Kalo bukan sekarang, mungkin nanti efek doa itu." "Atau mungkin nggak berefek sama sekali." Aku melanjutkan ucapan kak Priska. "Hm ..itu namanya tidak berjodoh. Tapi percayalah ... kakak sama aa' sudah melewati banyak tahun untuk sampai jadian. Dimulai dari sma, trus melewati hampir empat tahun nggak saling berkhabar ..tapi kalo memang jodoh ...nih lihat udah dua aja keponakan Ana. Tapi kalo memang nggak jodoh Na... mau pacaran bertahun tahun, ujungnya cuma jagain jodoh orang doang." Ucapan kak Priska barusan sedikit membuka pikiranku. "Trus aku cuma bisa liatin dia aja tanpa memberi perhatian?" "Tidak usah diberi perhatian pun dia tahu Ana suka dia. Tinggal menunggu hatinya terbuka aja, biar dia yang bertindak deketin Ana." "Kalo dia diam aja?" "Kembali ke poin atas tadi ... nggak berjodoh." Kembali aku menghela nafas, baju - baju yang ada dipangkuanku ini rasanya sudah tidak menarik lagi walau dibawa dari Eropa sekalipun. "Aku bingung kak, perasaan ini rasanya mau meledak sanking bahagianya kalo lagi lihat dia lewat." Cicitku pelan. kak Priska menghampiri dan mengusap pelan bahuku. "Nikmati proses jatuh cinta ini Na ... nggak semua orang bisa merasakan cinta luar biasa seperti kamu sekarang ini. Masalah endingnya akan happy atau sad ... kita nggak akan pernah tahu kalo belum melewatinya. Kakak cuma bisa kasih saran supaya slow down ... secinta - cintanya kamu sama Dana, kamu juga harus punya harga diri dengan tidak mengumbar perhatian berlebihan yang tidak dia butuhkan." Aku mulai menangis, baru ucapan kak Priska yang membuatku goyah. "Auntie nangis ya ...?" Tanya Wika dengan mulut cemong - cemongnya mendekatiku. Secepatnya aku mengusap airmataku. "Nggak ...auntie matanya sakit kena debu." Jawabku pura - pura tidak terjadi apa - apa. "Abang udah yuk ... mana susnya.." Kak Priska membuka pintu kamarku memanggil Asih suster yang membantu mengurus Wika. "Sus ... tolongin saya sebentar, ini abang dikasih minum air putih hangat dulu terus sikat gigi dan ganti baju tidur ya." " Iya bu, adek Owka mau sekalian dibawa keatas bu?" "Nggak usah, nanti sama saya aja." "Iya bu ...sini bang sama Sus ..." Ajak Asih dan Wika menurutinya. "Thank you auntie Chayangan ..." Ucap Wika sebelum meninggalkan kamarku. "Sama - sama sayang." "Mau kiss nggak?" "Biar auntie yang kiss abang." Aku memilih spot aman dari coklat yang sudah memenuhi pipi gembulnya, yaitu dahi. 'Cup' satu kecupan untuk keponakanku tersayang. Wika keluar kamarku mengikuti susternya dan kak Priska kembali duduk ditempat semula. "Aku bilang sama sepupunya mas Dana, aku akan berhenti kalo mas Dana punya pacar atau ternyata dia maho kak." Kak Priska tertawa. "Gila banget ... cuma karena dia nggak respon masak kamu kepikiran dia Maho sih?" Aku jadi ikutan tersenyum. "Ya kali aja dia sekong, nggak suka cewek." Kak Priska geleng - geleng kepala. "Ada - ada aja sih Na ... yaudah selamat menikmati dari jauh mas Dananya, dilihat aja jangan disentuh ... dan mudah - mudahan dia nggak sekong." Ucap kak Priska tentu saja sambil tertawa dan menggendong Owka untuk kembali ke kamarnya. Hufft ... ternyata urusan perasaan suka sama seseorang aja tidak semudah yang aku kira. * Aku pergi ke sekolah pagi ini bersama Papa diantar oleh pak Wagyo. Hampir setiap hari begini kecuali papa ada keperluan siang ke rumah sakit atau ada acara diluar kota. Papaku memang disiplin dalam segala hal, termasuk disiplin godain mama setiap waktu dan disetiap tempat. Kenapa mas Dana tidak seperti itu ya? "Apa sekarang sudah bisa mengikuti pelajaran di sekolah Na?" "Udah lumayan pa." "Masih ada bully nggak disekolah?" "Nggak, aman - aman aja." Jawabku dan membuat papa mengangguk - angguk. Beberapa detik hening .... "Pa ...papa kapan pertama kali pacaran?" "Ha?" "Ckk ...nggak usah sok kaget gitu deh." "Ana udah punya pacar?" Aku memutar bola mata dengan malas. Ditanya bukannya jawab malah balik bertanya, ini ciri - ciri orang yang lagi mau cari alasan. "Aku nanya papa kenapa papa nanyain aku lagi, jawab dulu dong." "SMP" "Hah?" "Gitu aja kaget." "Ya kagetlah. Ekspektasiku papa akan jawab sma." "Rugi amat sma baru punya pacar, tapi kamu jangan bilang mama ya." "Mama juga pasti nggak tertarik dengan urusan cinta monyet papa itu." Papa mendengus. "Enak aja bilang cinta monyet." "Sama adek kelas?" "Nggak, sama kakak temen papa." "What the ....." "Mau ngomong jorok ya kamu?" "Nggak, itu serius pa?" "Iya ..kakak temen juga masih sma kelas 1 sma Na ...zaman papa dulu masih pake istilah kelas 1 sma, bukan kelas 10 kayak sekarang." "Papa kelas berapa?" "Kelas 3 smp." "Owwh ..." Jawabku lega. "Tumben nanya - nanya, emang lagi naksir siapa?" "Nanya doang, riset buat karya tulis." "Apa iya?" "Iyaaa beneran ..." Aku menyakinkan papa. "Kalo ditaksir cowok lihat - lihat dulu orangnya ...jangan sembarang nerima kebaikan orang." "Kalo orangnya kayak papa baiknya boleh?" "Eeeng ....ya kasih tahu papa nanti papa lihat dulu." "Emang waktu papa punya pacar dulu eyang tahu?" "Nggak sih." "Trus kok sekarang papa harus tahu?" "Ya kalo sekarang pokoknya papa harus tahu, cowok itu bener apa nggak." "Maksud papa dia beneran cowok apa nggak?" "Emangnya kamu ditaksir bencong? Maksud papan cowok bener bukan bener cowok." "Bencong ...bencong...tuh mbak Alfi asisten tante Karin yang bencong." Aku menyebut asisten tante karin yang bernama Alfian. Untung saja aku sudah sampai didepan sekolah yang memang tidak macet pagi ini, sehingga rasa ingin tahu papa tidak akan berlanjut. 'Cup' Aku mencium pipi kiri papa. "Bye papa sayang." Aku turun dari mobil yang hanya mengantar hingga depan gerbang sekolah. Aku berjalan pelan disisi kiri karena takut ada kendaraan guru yang masuk. Seorang lelaki melewatiku berjalan dengan cepat dan aku mengenalinya karena aroma parfum dan cara berjalannya. Kini dia cuma 2 langkah didepanku. panggil...jangan...panggil ...jangan. "Mas Dana!" Akhirnya aku tidak dapat menahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD