Part 21 - Dokter Baru Leon diperiksa oleh dokter barunya, namanya Tiara. Dokter Tiara baru saja satu tahun menjadi dokter spesialis jantung. Jadwal operasinya pun belum terlihat padat seperti dokter jantung lainnya. Bahkan dokter Tiara, masih suka melakukan riset dan penelitian. Ia selalu meminta izin pada pasiennya untuk menjadi bahan penelitian. Tapi sebagian orang malah menganggap. Kalau dokter Tiara ini melakukan malpraktek. Karena ia meminta pasiennya untuk jadi kelinci percobaan. Padahal tidak seperti itu. Dokter Tiara hanya akan uji coba, jika pasien dan wali pasien menyetujui. Metode pengobatan dokter Tiara yang baru. Ia harus bisa mencari jalan keluar setiap kasus yang sedang ia kerjakan. Meskipun kadang berbeda dengan hasil penelitian ilmuan. Karena dia sendiri yang ingin mencari metode yang berbeda. Dokter Tiara perlahan melepaskan mesin yang sudah biasa menjadi penopang hidupnya Leon. Respek membuat Dewanti marah. "Apa kamu tidak berpikir? Dua tahun Leon tergantung sama alat itu. Apa jadinya, kalau sampai harus dilepaskan untuk selamanya? Kamu mau bunuh adik saya?" bentak Dewanti. Ia tidak mau sampai nyawa Leon terancam gara-gara dokter barunya ini, yang gegabah tanpa perhitungan. "Dewan, sabar dulu. Mungkin dokter Tiara punya alasannya," Elizhabeth mencoba menenangkan Dewanti yang mulai murka. Wajar saja Dewanti bersikap seperti itu. Toh memang sebelumnya Dewanti tidak setuju dengan dokter muda itu. Katanya dokter itu belum cukup berpengalaman di bidangnya. Jadi Dewanti masih meragukannya. "Maaf ya sebelumnya, saya sudah cek keseluruhan kesehatan Leon. Sepertinya dokter sebelumnya memberikan dosis yang sangat tinggi. Tidak seharusnya Leon memakai alat itu. Jantungnya hanya perlu di operasi. Saya kira bisa," jelas dokter Tiara. "Dokter tahu setelah tiga jam alat itu dicabut. Leon pasti akan kambuh. Dokter ini masih dokter baru. Jadi jangan sok tahu!" tandas Dewanti. Tidak mau menggubris pendapat dokter Tiara mengenai Leon. "Apa benar anak saya bisa di operasi? Apa dia akan lebih baik?" tanya Himoto. "Setelah saya observasi lebih lanjut. Saya akan tentukan jadwal operasinya. Untuk memperbaiki katu jantungnya yang rusak. Jadi saya akan lihat respon tubuhnya. Jika alat ini di lepaskan," jawab dokter Tiara. "Engga. Ayah, ibu ini bisa beebahaya. Dewanti sudah melewati semua ini selama dua tahun. Engga mungkin Dewanti izinin dokter ini buat nyabut alat dan mesin ini," ucap Dewanti bersi kukuh pada pendiriannya. "Kak, udah kak. Mungkin aja dokter Tiara bener. Lagian aku cape sama alat itu. Engga bebas. Dua tahun aku engga bisa kemana-mana dan harus tergantung sama alat itu. Bukannya bagus kalo dilepas?" Leon mencoba menenangkan Dewanti. Mungkin saja dengan metode baru dokter Tiara. Leon bisa lebih baik dari sebelumnya. Ia juga sudah lelah di penjara terus di rumah sakit. Tidak bisa bergerak kemana-mana. Salah sedikit saja. Bisa jadi pendarahan kalau selangnya sampai ketari-tarik. "Saya yang tanggung jawab, kalau seandainya ada apa-apa dengan Leon," ucap dokter Tiara bertanggung jawab. "Dan saya akan ganti semua obat yang selama ini Leon konsumsi. Dosisnya terlalu tinggi. Obat itu malah akan memperburuk kondisi Leon. Saya tahu saya masih kurang pengalamannya dalam bidang ini. Tapi saya berani jamin, kalau Leon akan baik-baik saja tanpa alat itu," ucapnya lantang. Sepertinya dia sangat yakin sekali dengan metode pengobatan yang baru, untuk Leon. "Baik dok. Udah yah kak Dewan. Kita coba aja dulu apa kata dokter Tiara," Leon menyetujui metode pengobatan untuk dirinya. Jika Leon sendiri sudah setuju, Dewanti bisa apa? Elizhabeth dan Himoto sebagai orang tua kandungnya pun sudah setuju. Jadi mau tidak mau Dewanti harus menyetujuinya. ********** Caffetaria Rumah sakit. Dewanti sedang melamun sendiri di sana. Ia masih mengkhawatirkan Leon adiknya. Rasa takut akan kehilangan kembali timbul di hatinya. Rasanya sudah cukup ia kehilangan ayah dan ibu kandungnya. Ia tidak mau, kalau sampai kehilangan Leon. Dewanti tak habis pikir. Kenapa ayah, ibu dan Leon bisa membuat keputusan gegabah seperti itu. Padahal Dewanti selalu berusaha yang terbaik untuk kesehatan Leon. Dewanti selalu mencari dokter yang memang sudah lama ahli di bidangnya. Meski ya memang mereka semua menyerah pada kondisi Leon, yang belum juga menunjukan kemajuan yang signifikan. Leon masih seperti itu saja. Bahkan harus sampai di pasang alat dan meskin. Yang mengharuskan Leon tetap tinggal di rumah sakit. "Dew, masih mikirin Leon yah?" tanya Elizhabeth yang baru saja duduk di samping Dewanti. Dewanti terkejut dengan kehadiran Elizhabeth. Buru-buru ia menghapus air matanya yang sukses membuat pipinya basah. Elizhabeth membantu menghapus air mata Dewanti. "Ibu tau kamu pasti sedih. Kamu pasti marah sama kami. Karena kami memutuskan hal yang tidak kamu sukai. Tapi percayalah Dewan. Semoga saja dengan metode baru ini, Leon bisa sembuh. Kalau Leon di operasi semoga saja, kondisinya lebih baik dari sekarang. Kamu juga engga mau kan, kalo Leon terus bergantung ke alat dan mesin itu?" tanya Elizhabeth. "Engga, bu," jawab Dewanti sambil menggelengkan kepala. "Maka dari itu, kita harus memberikan kesempatan sama dokter Tiara. Bahkan Leon sendiri setuju kan dengan metode ini. Ini sudah lebih dari tiga jam Leon di lepaskan dari alat dan mesin itu. Kamu lihat kan Leon masih baik-baik saja. Ibu juga tidak akan mebiarkan Leon semakin sakit. Jadi udah yah kamu engga perlu sedih," ucapan Elizhabeth benar semua. Mungkin Dewanti hanya takut akan kehilangan orang yang ia sayangi lagi. Jadi pikirannya menjadi egois. "Iya bu, Dewan serahkan semua ini sama ibu dan Leon aja," ujar Dewanti. "Oh iya bagaimana kabar Devan? Katanya Devan ngelamar kamu?" tanya Elizhabeth tiba-tiba. Tau dari siapa Elizhabeth tentang Devan? Pasti Leon yang sudah menceritakannya. Padahal Dewanti tidak pernah cerita soal Devan pada Elizhabeth. "Ibu tau dari mana soal Devan? Pasti Leon yah yang cerita?" tanya Dewanti. Telihat sekali rona merah padam di pipinya. Dewanti sebetulnya sangat malu, kalau sudah membicarakan tentang Devan. Devan itu memang pacarnya Dewanti. Mereka sudah lama pacaran. Devan juga sudah sering ngelamar Dewanti untuk menjadi istrinya. Tapi Dewanti masih saja menolaknya. Yang ada di dalam pikiran Dewanti, ia takut. Jika Dewanti menikah nanti. Devan akan mengajaknya tinggal di rumahnya. Hal itu lah yang Dewanti tidak mau. Karena Dewanti masih bertanggung jawab, untuk merawat Leon. Jadi lamaran Devan sering sekali ia tolak. Namun kali ini Devan sangat serius. Sampai-sampai ke rumah dan meminta restu dari Leon. Dari situlah Leon tau, kalau kakaknya mempunyai pacar. Leon mah setuju-setuju saja Dewanti di pinang. Karena memang kakaknya berhak bahagia. Ia tidak mau gara-gara penyakitnya. Kebahagiaan Dewanti jadi tertunda. "Kamu sayang sama dia?" tanya Elizhabeth. Dewanti mengangguk malu. "Kalau kamu sayang sama dia, terima lamaran dia sayang," "Tapi bu... " "Biar Leon sama ibu, kamu sudah cukup membantu selama ini. Leon memang sudah sepenuhnya tanggung jawab ibu. Makannya ayah sama ibu memutuskan, untuk tinggal kembali bersama kalian. Kamu berhak bahagia Dew," nasihat Elizhabeth. Dewanti malah termenung bingung. "Aku engga mungkin ninggalin Leon, bu," "Siapa bilang kamu ninggalin Leon? Setelah kamu menikah kamu masih bisa kok main ke rumah. Bisa nengok Leon juga. Lagian sekarang Leon juga sudah besar. Pasti dia juga udah punya pacar," cetus Elizhabeth. "Leon belum punya pacar bu. Kalo gebetan sih udah. Sabahatnya sendiri," ceplos Dewanti. Syukurin, gue bocorin aja sekalian sama ibu. Lo juga suka seenaknya cerita ke ibu tentang Devan. Ibu perlu tau, kalo Leon sekarang punya gebetan. Si artis pendatang baru itu, gerutu Dewanti dalam hati. "Oh ya siapa?" tanya Elizhabeth penasran. "Namanya Merlin, bu. Merlinda Camira. Artis pendatang baru," ceplos Dewanti. Dia bener-bener lagi ember bocor. Sebocor-bocornya pada Elizhabeth. Dewanti membocorkan semuanya tentang Merlin. "Artis? Kok bisa ngebetan Leon artis. Si Leon ini kebanyakan halu ah," bantah Elizhabeth. "Bu, Merlin itu sahabatnya Leon. Memang sih persahabatan mereka belum terlalu lama. Tapi Dewan yakin. Kalau mereka itu saling jatuh cinta. Merlin itu sebelum jadi artis kaya sekarang. Dulunya Leon sering anter-anter dia ke lokasi shooting. Bahkan sampai nyariin ada cashtting di mana," cerita Dewanti panjang lebar. Semua cerita tentang Leon dan Merlin terus bergulir dari mulut Dewati, tanpa henti. ***** Di sela istirahatnya. Fabio meluangkan waktu untuk video callan bersama Merlin. Merlin pasti akan terkejut dengan wajah Fabio, yang penuh make up sekarang. Fabio mencoba video call dengan Merlin. Ia menunggu video call Merlin di angkat. Dan.. "Haii Merlinku!" sapa Fabio. "Ih kamu lagi apa? Kok berdarah-darah gitu?" tanya Merlin dari Video Call mereka. Terlihat Fabio yang bersimbah darah. Selain itu banyak sekali memar, lebam-lebam disekitar wajahnya. Merlin jadi khawatir. "Ini cuma skenario acting Mer, ceritanya aku ditawan sama bos mafia disini. Nih, darah ini engga beneran kok. Gimana keren kan make upnya. Sampe lebam-lebamnya kaya benaran. Sesuai sama judulnya Fast Hunter. Perburan cepat mengejar penjahat, hehehe," Fabio malah cengengesan. "Kirain luka beneran. Oh iya seminggu lagi jadikan pulang?" tanya Meelin. "Duduh udah kangen berat yah kayanya sama aku?" goda Fabio. "Engga ue!" Merlin memeletkan lidahnya. "Suka deh sama lidahnya hahahaha.. Demen banget sih melet-melet kaya gitu. Tar aku pelet loh!" celoteh Fabio. Merlin malah tambah menjulurkan lidahnya. "Hahahaa," Fabio terbahak-bahak. Setelah Fabio menghabiskan sisa tawanya. Ia langsung terdiam. "Kayanya aku bakalan dua minggu lagi disini. Engga tahu sebulan. Soalnya sutradara minta aku buat sekalian shooting Fast Hunter 3," ujarnya sedikit lemas. "Yah, lama lagi dong. Emang kamu engga akan ikut ujian nasional apa? Kan tinggal satu bulan lagi." terlihat jelas gurat kekecewaan diwajah Merlin. "Aku juga bingung nih Mer, pengennya sih pulang dan ikutan ujian. Lihat entar deh moga aja ada dispensasi buat aku," sahut Fabio. "Terus gimana masa tenggang lo nih?" masa tenggang apa nih maksud Merlin? "Masa tenggang apaan? Kaya kartu aja pake masa tenggang," tanya Fabio kebingungan. "Masa tenggang perjuangan cinta elo lah. Masa iya masa tenggang kartu. Kan tinggal sebulan lagi. Kalo elo di sana terus. Kapan ngejar cinta guenya?" ujar Merlin mengingatkan tengang syaratnya, yang waktu hampir dua bulan yang lalu. Mereka bicarakan dalam rumah pohon di sekolah. Fabio menepok jidatnya yang tidak bersalah. "Ya ampun kok aku bisa-bisanya lupa hal itu. Gimana dong Mer, apa kamu engga mau kasih aku perpanjangan waktu? Please," terlihat sekali mata memelas Fabio dari layar ponsel milik Merlin. Entah kenapa Merlin ingin menjadi egois. Ia tidak mau lama-lama jauh dari Fabio. "Engga. Pokoknya waktu lo tinggal sebulan lagi. Pokoknya minggu depan lo harus balik. Gue engga mau tau, gue engga akan kasih lo perpanjangan waktu! Inget itu!" tandas Merlin. Hal itu membuat Fabio sedikit frustasi. Pasalnya ini kedua pilihan yang sulit ia pilih. "Masa kamu tega sih Mer, sama aku. Ini semua kan demi karir aku. Demi masa depan kita juga. Film Fast Huter ini paling di tunggu loh di banyak negara," rayu Fabio. "Bodo amat! Yang jelas gue engga mau ngasih perpanjangan waktu. Apapun alesannya. Titik!" tegas Merlin kejam. Fabio kembali memutar otaknya, untuk merayu Merlin. Agar mau memberikan perpanjangan waktu, untuk dirinya. Fabio juga engga mungkin menunda shooting Fast Hunter 3. Dia kan udah tanda tangan kontrak. Kalau membatalkan begitu saja. Fabio akan di denda. Lumaya juga dendanya sampai miliaran. "Mer, jangan gitu dong. Ini pilihan sulit banget buat aku. Aku udah tanda tangan kontrak loh ini. Kalo sampe batal. Dendanya miliaran," jelas Fabio, kembali mencoba merayu Merlin. "Bodo amat!" cuek Merlin. "Hmmmm," desah Fabio. Kayanya memang Merlin sangat sulit, untuk di rayu. kalo aku pulang. Apa kamu beneran akan terima aku jadi pacar kamu?" wah pertanyaan menjebak nih. Soalnya memang dari tadi Merlin terus terusan meminta Fabio pulang. Kali saja dengan pertanyaan Fabio ini, bisa membuat hati Merlin luluh. Merlin diam seketika saat di tanya hal itu oleh Fabio. Bukanya di jawab malah diam. Padahal jawabannya sudah pasti. Merlin akan menjadi kekasihnya Fabio. Kenapa masih ada keraguan di hati Merlin? Apa karena Leon telah kembali? "Emm.. Itu.. Itu.. Pokoknya elo pulang aja dulu. Kalo elo mau tau itu semua," jawab Merlin dengan tebata-bata. "Ah engga mau ah. Ntar kamu PHPin aku lagi," pancing Fabio. "Iya, iya, iya. Makannya cepet pulang. Biar pasti!" akhirnya Merlin kepancing juga. Gitu dong, kan Fabio bisa punya alasan kuat, untuk kembali ke Indonesia. "Fabio! Kita shooting lagi. Take terakhir di film Fast Hunter 2. Ayo cepet!" perintah Niyya. "Oke!" sahut Fabio. "Ya udah Mer, nanti aku hubungi kamu lagi. Jadi apa engga jadi pulangnya. Aku pikir-pikir dulu, ya. Sekarang aku shooting dulu yah! Bye!" pamit Fabio meyebalkan. "Faaaaabiiiiooo!!! Awas yah lo, kalo sampe engga pulang!! Gue bakalan backlist lo!!!" ancam Merlin sambil teriak. "Hahahha," Fabio menertawakan kelakuan Merlin. Dengan cueknya, Fabio mematikan ponselnya. Setelah itu, ia segera bergegas untuk shooting film Fast Hunter 2. Merlin cemberut melihat layar ponselnya yang gelap. Seenaknya saja Fabio menutup teleponnya. "Awas aja sampe lo seminggu lagi engga dateng! Gue baklan berubah pikiran!" dumal Merlin berbicara sendirian. "Kak Merlin!" panggil Meylia. Ia segera mendekati Merlin. "Ada apa Mey?" Meylia mendekatkan mulutnya ke telingan Merlin. "Aku boleh kan ikutan cashtting? Aku juga pengen jadi artis," bisik Meylia. Mulut Merlin menganga, ia terkejut mendapatkan bisikan seperti itu dari adiknya. "Lo kan tau nyokap engga bakalan suka. Ibu kan pengennya jadi dokter. Kalo gue sih engga akan ngelarang-larang lo. Malah bakalan ngedukung. Tapi lo harus bilang ibu dulu," nasihat Merlin. "Sembunyi-sembunyi aja dulu kak. Kalo udah maju kaya kakak, baru deh Mey bilang sama ibu. Kakak mau bantu kan?" tanya Meylia. "Terserah lo deh. Kalo sampe ketauan ibu. Elo yang nanggung akibatnya sendiri yah!" ancam Merlin. "Siap kak! Aku jamin engga akan ketauan ibu," ucap Meylia bersemangat. Seakan mendapatkan restu dari Merlin. Dia akan mengikuti jejak kakaknya di dunia entertainment. Tidak mudah memang masuk ke dunia entertainment. Tapi Meylia yakin. Bakatnya juga di bidang acting. Ia akan membuktikan pada ibunya. Kalau Meylia juga bisa jadi artis seperti kakaknya Tekadnya sudah bulat. Ia akan melepaskan kemauan ibunya, yang meminta Meylia untuk jadi dokter. Ia akan mengejar impiannya menjadi artis. Meski sekarang harus sembunyi-sembunyian dulu. Yang penting usaha dulu buat lolos jadi figuran dulu. Karena dulunya juga Merlin seorang figuran. Siapa tau, kalau mereka tau Meylia ini adiknya Merlin. Akan ada akses mudah, untuk Meylia bisa menjadi artis ******** Albert kembali di tawan oleh Defonzy. Kali ini jumlah mafia anak buah Defonzy sedikit berkurang jumlahnya. Pasalnya tadi seblum Albert tertangkap. Mafia itu habis di serang oleh Albert. Selain ke ahliannya dalam menembak, Albert juga sangat ahli dalam bela diri. Dengan tangan kosong juga ia bisa melumpuhkan lawannya. Albert tidak tega melihat Ashya yang semakin lemah. Mungkin karena sudah terlalu lama jadi tawanan para mafia ini. Albert tidak mau membuang-buang waktu lagi. Ia harus segera melumpuhkan para mafia ini. Defonzy harus segera di tangkap. Agar mendekam selamanya di dalam jeruji besi. Albert sedang mencari cela, kapan ia harus bergerak untuk melawan Defonzy. Soalnya kali ini tanganya telah di ikat tali. Untungnya Albert sangat cerdik. Ia perlahan mencoba melepaskan tali yang mengikat tangannya. Kali ini talinya mulai melonggar. Di depan ia melihat sebuah pistol di meja Defonzy. Ia bertekad untuk meraih pistol itu. Hap! Albert berhasil mengabil pistol yang berada di meja itu. Tali yang mengikat Albert sudah terlepas dengan mudah. Terjadi baku tembak di gudang penyimpanan n*****a. Albert berhasil meraih Ashya yang sudah lama menjadi tawanan Defonzy. Albert menggiring Ashya menuju pintu keluar. Pergerakan Albert di ikuti mafia-mafia anak buah Defonzy. Akhirnya Albert sampai di pintu gerbang keluar. Ia meminta Ashya untuk segera pergi. Awalnya Ashya menolaknya. Tapi Albert tetap memaksa. Albert tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum Defonzy tertangkap. Selama dia belum tertangkap. Pasti akan ada kejahatan-kejahatan lainnya yang akan terjadi. "Ashya, go away!" perintah Albert. "Go away Ashya! Run!" teriak Albert. Ashya pun menuruti perintah Albert. Ashya berlari sekencang-kencangnya, menjauh dari gerbang gudang penyimpanan n*****a. Yang ada di otak Ashya sekarang adalah menyelamatkan dirinya. Ia kan pergi menemui ayahnya. Dan meminta pertolongan, untuk membantu mengeluarkan Albert dari gudang itu. Sementara di gudang penyimpanan n*****a. Albert terus mengejar Defonzy yang berusaha kabur lagi. Albert terus mengejarnya dengan hati-hati. Banyak peluru yang di tembakan oleh mafia. Ke arah Albert, dengan sigap. Albert terus menghindarinya. Sampai Albert tiba di sebuah pelabuan. Defonzy pasti akan kabur lagi dengan menggunakan kapal pesiar itu. "Stop Defonzy!" teriak Albert. Mendengar teriakan dari Albert. Defonzy buru-buru masuk kedalam kapal pesiar. Kapal itu muali melaju. Albert berlari dengan kencang. Dan.. Tap! Albert melompat ke kapal pesiar itu. Ia langsung di hadang para mafia itu. Satu per satu Albert hantam mereka. Hingga akhirnya ia bisa bertemu dengan Defonzy. Sang bos mafia, yang selama ini jadi target utamanya. Kini mereka saling beradapan satu sama lain. Albert memegang pistol di tangan kanannya. Defonzy juga memegang pistol di tangan kananya. Albert mulai mendekati Defonzy. Albert menendang tangan kanan Defonzy dengan keras. Tak! Suara itu begitu terdengar keras. Pistol Defonzy terjatuh entah kemana. Albert menodongkan kembali pistolnya di kepala Defonzy. "Game over!" ucap Albert. Defonzy malah tersenyum meremehkan. Ia menatap Albert dengan tatapan membunuh. Defonzy kembali merogoh saku celananya. Dimana di sana sudah tersimpan belati andalannya. Defonzy bersiap akan menikam Albert. Namun... Buk! Albert berhasil menepis pisau belati itu. Ia tidak akan tertipu lagi oleh tak tik yang di mainkan Defonzy. Gerak geriknya sudah terbaca Albert sekarang. Jadi ia tidak akan terluka lagi. Alhert pelintir tangan Defonzy ke belakang. Lalu ia borgol. Albert pun menggiring Defonzy ke luar kapal pesiar. Albert meminta kepada sang nahkoda untuk putar balik ke pelabuhan sebelumnya. Sesampainya di pelabuhan. Ternyata di sana sudah banyak polisi. Di sana juga ada Ashya dan ayahnya. Ayahnya Ashya mengacungkan jempol pada Albert. Akhirnya ia bisa juga menangkap bos mafia. Buronan yang selama ini polisi cari. "Good job, Albert!" puji ayahnya Ashya. "Thank you, Sir!" jawab Albert. Ashya tersenyum pada Albert malu-malu. Akhirnya ia bisa terbebas dari tawanan Defonzy. Semua ini berkat ke gigihan dan keberanian Albert dalam menjalankan misi ini. Ashya berjalan mendekati Albert. Ashya memeluk Albert dengan erat di depan semua orang. Ayahnya kaget melihat reaksi yang di lakukan putrinya di depan semua orang. Tapi ayahnya bisa memaklumi. Karena Albert memang pahlawan bagi Ashya. "I love you," bisik Ashya kemudian. Albert terkejut dengan ungkapan Ashya yang mendadak. Pasalnya ini di depan banyak orang. Ada ayahnya Ashya pula. Albert juga tidak memungkiri. Kalau ada debar yang berbeda di hatinya. Ashya berhasil menggeser nama kekasih sebelumnya di hati Albert. Apa dia juga harus menerima cintanya Ashya? "I love you to," bisik Albert tepat di telinga Ashya. "CUT! Good job Fabio! Good job! You realy realy. Best actor! Good job!" puji sang sutradara bertubi-tubi. Fabio lega akhirnya shooting Fast Hunter 2. Telah selesai dengan baik. Itu artinya ia harus melanjutkan shooting Fast Hunter yang ke tiga. Bagaimana yah? Fabio masih bingung mencari alasan agar mengundur jadwal shooting film Fast Hunter yang ke tiga. Fabio harus memperjuangkan cintanya dulu. Setelah itu, ia lanjut untuk shooting Fast Hunter yang ke tiga. "Fab, besok lanjut shooting film Fast Hunter yang ke tiga yah. Gila! Acting lo pas jadi Albert, kereeeeennn banget!! Sampe-sampe sutrada muji elo terus. Lo emang keren asli deh!" puji Niyya. "Niyya, boleh engga. Kalo shootingnya di undur?" tanya Fabio dengan hati-hati. "Ya engga bisa lah. Lo kan udah tanda tangan kontrak. Bisa di denda, kalo elo main undur-undur seenaknya," protes Niyya. "Yahhh padahal aku cape banget. Kamu tau kan... " Fabio mendekatkan mulutnya, ke telinga milik Niyya. "Kalo aku sakit," bisik Fabio. "Aku butuh istirahat, barang seminggu atau dua minggu. Please, Niyya coba negosiasi sama sutradaranya lagi," pinta Fabio. "Iya juga yah, elo butuh istirahat. Ya udah gue bakalan coba bujuk sutradara. Tapi gue engga bisa ngejamin yah. Moga aja dia bisa di ajak bernegosiasi. Lo pengen pulang ke Indonesia juga kan?" tebak Niyya. "Hehehe. Iya, Niyya. Lagian juga aku pengen ikutan ujian nasional. Aku pengen lulus barengan mereka. Meskipun aku seorang aktor. Aku nilai akademis aku harus bagus juga dong. Biar ga di pandang sebelah mata sama yang lainnya," terang Fabio. Padahal di hatinya hanya tertuju pada Merlin. Ia hanya mencari alibi. Agar bisa di izinkan untuk pulang ke Indonesia. "Oke deh, Fab. Gue samperin dulu pak sutradaranya yah," pamit Niyya sambil menghampiri pak sutradara, yang berada tidak jauh dari mereka berada.