16...
"Ini -- " Rosie tak bisa percaya, di hadapannya itu adalah kartu black gold yang notabenenya adalah kartu limited yang dikeluarkan oleh pihak bank kepada orang tertentu.
Jason tersenyum kecut, dia tahu mengapa Rosie memandang kartu-nya dengan aneh sekaligus takjub. Pasalnya, kartu black gold merupakan tanda VVIP, nasabah setidaknya telah memiliki triliunan uang yang disimpan dalam bank.
"Itu pasti palsu." Dua SPG senior mendekat, meraih kartu bank Jason yang sebelumnya telah berada di tangan Rosie.
"Ini pasti palsu, tidak mungkin kartu premium bank bisa kamu dapatkan." Dua wanita itu mengambil mesin EDC, sebuah elektronik yang biasanya digunakan untuk melakukan transaksi dengan kartu bank.
"Kamu tidak akan bisa mengelak." Salah seorang dari mereka berdua menggesek kartu bank.
Tit...
Mata kedua wanita terbuka lebar, kartu bank di tangannya benar benar memiliki saldo, dan itu dapat dilihat di layar yang menunjukkan saldo telah berkurang 8 milyar.
"Kamu, bagaimana mungkin?!" Tangan kedua wanita itu bergetar, mereka telah menyadari kesalahan yang telah dilakukan.
Menyesal? Mereka sangat menyesal karena telah menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan bonus ratusan juta.
"Jangan menilai orang dari penampilan, terkadang penampilan dapat menipu." Jason merampas kartu bank miliknya, menyimpan kembali dalam saku celana.
"Tuan, tunggu sebentar, saya akan melengkapi beberapa berkas agar tuan bisa langsung membawa mobil ini." Rosie berlari dengan wajah sumringah.
Bagaimana tidak, di awal karirnya menjadi SPG, dia telah berhasil menjual mobil Bentley continental GT yang mempunyai harga pasar 8 milyar. Selain itu, bonus ratusan juta juga telah menantinya.
...
***
...
Setelah mengurus beberapa berkas berkenaan dengan ijin kepemilikan barang berharga, Jason mengendarai mobil barunya kembali ke wilayah distrik selatan.
Dia kembali ke Bar Silver Stone karena itu adalah rumahnya, setidaknya untuk beberapa waktu ke depan sebelum mencari rumah yang cocok untuknya.
Beberapa waktu ini Jason mencari rumah, tapi sama sekali tidak menemukan suatu yang mengesankan dalam pandangannya.
Dia mencari rumah besar dengan posisi dekat dengan pantai. Untuk mencari rumah dengan kondisi seperti itu sangat lah sulit mengingat, Kota Levanya hanya memiliki beberapa pantai.
Hari demi hari berlalu, tak terasa Jason sudah harus menghadiri acara amal di aula kota. Semua pengusaha terkemuka akan hadir, tapi tidak serta merta hanya pengusaha yang sudah memiliki nama, banyak juga pengusaha baru, datang hendak mencari relasi dan mencoba masuk ke dalam dunia kalangan atas.
Jason dengan mobil Bentley continental GT-nya memasuki halaman dan parkir di sana.
Jas hitam dengan tuxedo abu abu menjadi pilihan utama penampilan pria berumur dua puluh lima tahun itu. Gaya rambut yang simpel dan rapi dengan sentuhan sedikit minyak rambut membuatnya terlihat bersinar ketika sorot lampu meneranginya.
Jason masuk ke dalam gedung tinggi nan besar, menyerahkan undangan yang telah dia kantongi sebelumnya.
Ada dua pintu menuju aula utama, dan masing masing pintu ditujukan untuk orang berbeda.
Pintu sebelah kanan dengan dekorasi yang menawan dengan pita merah menaungi setiap sudutnya, diperuntukkan bagi seorang pengusaha terkemuka, pemimpin perusahaan tingkat pertama.
Sedang pintu sebelah kiri, meski tidak semeriah pintu kanan, pintu yang digunakan sebagai jalur masuk umum masih dapat dikatakan menawan dengan pita putih yang dibentuk menyerupai mawar.
Tidak sampai di sana, di dalam aula, tempat duduk juga tidak bisa sembarangan, perusahaan tingkat pertama, kedua, ketiga, masing masing memiliki tempat yang terpisah.
Untuk perusahaan tingkat pertama, tempat duduk mereka berada pada lapisan terdepan, itu mencakup empat baris kursi kebelakang.
Untuk perusahaan tingkat kedua, sama seperti perusahaan tingkat pertama, memiliki empat baris, baris kelima sampai kedelapan.
Sedang perusahaan ketika harus rela menjadi yang terbelakang, dengan menyisakan dua baris kursi, kesembilan dan kesepuluh.
Jason melirik sebuah kertas di tangannya, dia bisa melihat angka dua di sisi depan, sedang sisi lain dia dapat melihat angka '1KA3'
Itu adalah sebuah kode tempat duduk. Angka satu menunjukkan dia duduk di barisan pertama, KA3 menjelaskan tempat duduknya berada pada nomor tiga dari kanan.
Karena Bar Silver Stone merupakan merupakan bisnis tingkat kedua, Jason berjalan ke baris kelima, karena baris kelima merupakan baris pertama bagi perusahaan tingkat kedua.
"Yo, bukankah ini adalah Jason, pria yang diceraikan oleh istrinya?" Arya Wiguna, keturunan keluarga Wiguna itu memandang Jason dengan tatapan sinis, seolah mempertanyakan maksud kedatangan Jason ke dalam acara amal.
Jason rak menggubris Arya, hanya terus berjalan menuju kursinya. Namun siapa sangka jika Arya Wiguna tidak membiarkan begitu saja.
"Jason, aku perlu memberitahumu sesuatu ...." Arya berjalan ke arah seorang wanita yang terlihat tengah mengobrol dengan salah seorang wanita lainnya.
Jason tidak bisa mengenali siapa sosok wanita itu karena posisinya yang berada tepat dibelakang nya. Namun ketika wanita itu berbalik, mata Jason sedikit berkedut.
"Renata, ada seseorang yang ingin bertemu." Arya menggandeng tangan Renata, meski awalnya Renata ragu, dua tetap mengikuti arahan tangan Arya.
Renata penasaran siapa yang ingin bertemu dengannya, tapi ketika melihat Jason berdiri di hadapannya, spontan dia melepas kaitan tangannya.
"Ja -- "
"Hubungan kalian semakin terlihat baik, aku harap kalian bisa terus bersama." Belum sempat Renata berkata, Jason memutar tubuhnya dan menuju ke tempat duduknya.
Renata menggigit bibir bawahnya, dia tidak tahu harus bagaimana. Seharusnya dua tahu bahwa hal semacam ini pasti akan terjadi.
Dan juga sebenarnya, Renata datang karena Arya yang memberinya sebuah undangan, jika tidak bagaimana dia bisa masuk ke dalam aula kota jika dia sendiri bukan seorang pengusaha.
Sedang Arya, jangan ditanya bagaimana cara dia mendapatkannya, itu tidak lepas dari latar belakang keluarga Wiguna yang merupakan keluarga tingkat pertama.
Awalnya Renata telah menolak untuk datang, tapi ibunya terus memaksa dan dia tidak mempunyai pilihan lain selain menerima ajakan Arya Wiguna.
Keluarga Wijaya bukannya tidak dapat, tapi mereka hanya mendapatkan empat kartu undangan, dan dari ke empat tempat itu tak dak ada sama sekali yang berasal dari keluarga Renata.
Jason duduk tenang di tempatnya, dia bisa melihat Robin berada di barisan terdepan dengan beberapa pemimpin perusahaan tingkat pertama.
Robin mengenakan tuxedo berwarna hitam bergaris emas dengan setelan kemeja putih. Pria itu sama sekali tidak banyak bicara, dia diam walau orang disekitarnya terus bercakap entah apa yang mereka bicarakan.
Zayn Wiguna juga berada di sana, kepala keluarga Wiguna itu duduk tepat di samping Robin, sementara di sisi lainnya merupakan seorang pria tua berambut putih.
Semua yang ada di sana jika melihat wajah pria tua itu pasti langsung tahu, karena pria tua yang telah mengabdikan diri sebagai pemimpin kota itu cukup disenangi oleh rakyatnya.