Enam

1127 Words
"Kamu nggak akan bisa lari dariku! Mine!" Syok? Jangan ditanya lagi, bahkan kakiku masih gemetar sekarang ini mengingat laki-laki yang sempat berbuat gila di Bandara tadi. Suasana rumah Ayah yang sunyi karena beliau masih di proyek terasa begitu mencekam, aku takut jika laki-laki nekad itu akan membuntutiku sampai kerumah Ayah. Hiiiii, itu menakutkan. Aku baru saja pergi dari Solo untuk menghindari Mbak Chandra dan juga Raka yang akan menghelat pesta pernikahan di Solo, dan sekarang, baru saja aku menginjakkan kaki di Ibukota, seorang yang sama sekali tidak kukenal sudah membuat kepalaku pening. Aku sama sekali tidak mengenalnya, tapi dia justru bisa mengetahui namaku secara lengkap, mungkin aku akan menganggapnya angin lalu atau sekedar prank yang sedang marak, jika saja dia tidak menyebut namaku secara lengkap. Astaga, bahkan dia mengetahui jam kedatanganku di Bandara ini. Dia benar-benar seorang penguntit seperti di film-film picisan. Rafli Ilyasa, seorang Letnan dua di Batalyon Mekanis 201/ Jaya Yudha, itu identitas di atribut yang dikenakannya, benarkah dia seorang Perwira jika dia segila itu? Dan ternyata, saat iseng menelusuri i********: melalui namanya, wajah dan juga profilnya langsung terpampang. Dan yang membuatku benar-benar syok adalah dia benar-benar Perwira Muda, satu angkatan dengan Raka, dan juga dia berasal dari Solo. Dari sekian post feed instagramnya, cukup menunjukkan dia adalah orang waras dengan prestasi yang gemilang. Lalu kenapa dia menemuiku, dan langsung mengklaim jika aku miliknya? Dengan semua yang ada, sudah pasti dia tahu aku adalah kekasih Raka. Mungkinkah dia tahu jika Raka akhirnya meninggalkanku? Kebetulan macam apa ini Tuhan? Kepalaku langsung terasa pening. Mengingat betapa ramai dan hebohnya kejadian di Bandara tadi, sudah pasti jika akan ada yang menyebarkan video memalukan tadi, ayooolah, sekarang apa saja yang akan menarik perhatian akan dengan mudah viral, terlebih laki-laki berwajah model dengan seragam loreng yang mampu membuat para perempuan rela menjadi ibu bayang-bayang. Kejadian yang membuatku benar-benar tidak habis pikir. "Rana!" tepukan di bahuku membuatku tersentak, wajah jengkel Ayah yang ada di belakangku membuatku urung untuk protes pada beliau. "Kamu ngelamunin apa sih? Ayah panggil-panggil dari tadi nggak nyahut!" Aku menggeleng, hanya bisa meringis tidak ingin menjawabnya, bagaimana mungkin aku akan menceritakan pada Ayah jika penyebab aku linglung adalah anak gadisnya ini baru saja dilamar seseorang saat baru saja turun dari Pesawat. Mungkin saja Ayah akan mentertawakanku karena tidak percaya, atau malah, Ayah bisa saja mengataiku gila karena patah hati ditinggal menikah. Lagipula, apa yang terjadi itu tadi bukan kejadian yang patut di banggakan, malah justru memalukan. "Ayah sudah pulang dari tadi?" tanyaku berusaha mengalihkan pertanyaan Ayah. Ayah menyandarkan tubuhnya di kursi, tampak begitu lelah, di saat Ayah seperti sekarang ini, merepotkan dan menjadi beban beliau adalah hal yang paling tidak kuinginkan. Gagalnya impianku bukan hanya mengecewakanku, tapi juga mengecewakan Ayah dan Ibu, membuat Ayah dan Ibu menjadi lebih terluka memikirkan aku yang hanya merupakan anak tinggal mereka. Jika ada sesuatu yang bisa membuat Ayah dan Ibu bahagia, aku tidak akan segan untuk melakukannya. "Kamu tadi kesini naik Taxi, Na?" Kupijit bahu Ayah yang terasa tegang, "Iyalah, Yah. Memangnya ada anak buahnya Ayah yang jemput?" Ayah menahan tanganku, menatapku dengan heran, membuatku kebingungan sendiri, "Loh, bukannya Rafli mau jemput kamu, sejak Ayah bilang kalo kamu mau datang kesini, dia yang paling antusias." Rafli? Tunggu dulu. Yang Ayah maksud bukan Rafli Ilyasakan? Letnan Gila yang tadi melamarku, kan? Tidak, jangan bilang kalo yang mengirimkan Letnan Gila itu tadi justru Ayahku. "Rafli Ilyasa Yonmek201, Yah?" Tidak, aku mengharapkan jika Ayah mengatakan tidak, bukan Rafli yang itu, tapi Ayah justru mengangguk dengan begitu antusias. "Iya, Rafli Ilyasa yang dari Yonmek. Kamu tahu nggak sih Na, kalo dia sudah naksir anak ini dari jaman sekolah." What?! Apalagi ini. Dengan wajah yang begitu bahagia hingga aku tidak tega untuk menyela cerita Ayah, Ayah kembali melanjutkan. "Kali pertama Ayah bertemu Rafli dua tahun lalu, nggak sengaja mobil Ayah mogok dan di tolong sama dia." Astaga, kenapa Ayah menceritakan sosok Rafli seperti seorang malaikat, sementara di depanku dia malah sama mengerikannya seperti orang gila. Aku duduk disamping Ayah, memilih memutuskan mendengar cerita Ayah tentang Letnan Gila tersebut. "Dan di sanalah Ayah tahu, Rafli bercerita jika dulu ternyata satu sekolah sama kamu, lebih tepatnya dia satu angkatan sama Raka, sebenarnya sulit buat Ayah percaya di saat Rafli berkata jika dari dulu dia menaruh hati ke kamu Na. Sejak kamu berpacaran dengan Raka, dan setiap kali kamu diajak Raka ke Akmil." Ayah mengacak rambutku, seperti layaknya seorang anak lainnya, sedewasa apapun seorang anak, dia akan tetap seperti anak kecil dimata orang tuanya, dan saat kita di sakiti, orangtua kita justru yang merasakan kesakitan berkali-kali lipat. Mati-mata aku menahan air mataku yang sudah menggenang, aku tidak ingin meneteskan air mataku lagi untuk Raka dan menyakiti hati Ayah. "Pernah satu kali Ayah menanyakan apa yang membuat Rafli bisa menaruh hati padamu, bahkan di saat dia nyaris tidak pernah berbicara dengamu, mustahil bukan sekarang ini mendengar kata mencintai dari kejauhan sudah cukup'?, dan kamu tahu jawabannya, Rana?" Aku menggeleng, tidak berani menebak, bahkan untuk mempercayai apa yang dikatakan Ayahpun aku tidak percaya. "Jawabannya Rafli adalah, dia mempercayai, sejak pertama kali dia melihatmu, dia percaya kamu yang Tuhan pilihkan sebagai jodohnya, tanpa harus mempersalahkan siapa yang saat itu memegang tanganmu dan memiliki cintamu, Tuhan sendiri yang akan membawamu padanya." Aku menutup wajahku, semakin pusing memikirkan ada orang yang ternyata melihatku dari kejauhan sampai sejauh ini. "Dan ternyata apa yang dikatakan oleh Rafli benar, lamanya satu hubungan tidak menjamin akan menjadi jodoh, dalam hitungan bulan Raka yang selama ini tidak pernah mengecewakan Putri Ayah justru meninggalkanmu begitu saja." Disekanya air mata di sudut mataku, kepiluan tergambar jelas di wajah Ayah sekarang ini. Kecewa yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.. "Ayah, sudahlah. Rana saja sudah mengikhlaskan semuanya, jadi Ayah nggak boleh sedih kalo lihat Rana. Lebih baik gagal menikah daripada gagal dalam berumah tangga, toh Rana juga nggak rugi apa-apa." Ayah menggenggam tanganku erat, tangan yang dulu mengajarkanku untuk berjalan, banyak hal yang beliau ajarkan padaku, dan masih banyak hal yang belum kubalas atas semua jasa beliau padaku. Malah hanya keluhan yang selalu kubagikan. Aku mencoba kuat, perlahan menerima kenyataan walaupun berat pada awalnya, aku yakin layaknya luka karena tersandung batu, sakit awalnya dan lama-lama akan mengering dan hanya meninggalkan bekas yang seiring waktu akan memudar dengan sendirinya. "Rana, jika Rafli melamarmu apa kamu akan menerimanya?" Damn!! Aku langsung tersenyum kecut mendengarnya pertanyaan Ayah, bagaimana jika aku menjawab, bukan hanya jika, tapi laki-laki bernama Rafli tersebut memang telah melamarku dengan penuh kegilaan. ❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤ Spoiler bab selanjutnya "Jika masalahmu adalah kamu tidak mengenalku, maka biasakan untuk melihatku, karena untuk kali ini, aku tidak akan mengalah lagi, sudah cukup sekali aku memberikannya kesempatan dan dia menyia-nyiakannya." Jan, samain sama Lingga ya, karena beda jaaauuuuuh, Lingga cinta dari masalalu, kalo Rafli bukan siapa-siapa Rana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD