Chapter 6

3302 Words
"Baiklah sudah selesai," ucap Iza sambil duduk di kursinya dan memeriksa dokumen hasil pemeriksaan Tomoe.  "Bagaimana?" tanya Tomoe sambil mengenakan kembali kemejanya. "Semua baik-baik saja. Kau harus rajin berolahraga ringan dan tidak lupa minum obatmu," jawab Iza. "Baiklah," ucap Tomoe lalu duduk di hadapan meja Iza. "Apa kau sudah sarapan?" tanya Iza. "Belum," jawab Tomoe. "Bagaimana jika kita sarapan bersama?" tanya Iza. "Baiklah. Tapi, aku harus menghubungi Akira dulu untuk menjaga Shirayuki," jawab Tomoe. Iza hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. Ia mengeluarkan phonselnya lalu menekan nomor Akira. "Kau masih tidur? Aku mengizinkanmu dari sekolah bukan untuk membiarkanmu tidur lebih lama." "Aku akan sarapan dengan kak Iza. Selama aku pergi, jagalah Shirayuki. Nanti akan aku bawakan sarapan untukmu." Setelah Tomoe selesai menelepon. Ia langsung memasukkan kembali phonselnya ke saku celana. "Baiklah, ayo kak," ucap Tomoe. Iza hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. Setelah itu, mereka langsung berjalan meninggalkan kantor Iza. *** "Apa itu dari Suzukawa?" tanya Hime saat melihat Akira meletakkan kembali phonselnya di meja. "Iya, dia akan sarapan bersama kakaknya," jawab Akira. "Kakak? Setahuku, Suzukawa anak tunggal," tanya Hime bingung. "Hm ... nanti juga kau tahu," ucap Akira sambil tersenyum kecil. Membuat Hime menjadi bingung dengan ekspresi yang di tunjukkan Akira. "Aku akan pergi sebentar, kau jangan pergi kemana-mana. Paham?" tanya Akira. "Baiklah," jawab Hime. Setelah itu, Akira berjalan meninggalkan kamar Hime. Begitu Akira pegi, Hime langsung menatap ke sekeliling ruangan kamar rumah sakit yang ia tempati. Kamar yang luas bagaikan sebuah apartemen mewah. Dengan berada di ruangan yang luas itu sendirian. Hime menjadi bingung harus melakukan apa. "Ah, benar juga. Ayah dan Ibu sedang perjalanan bisnis ke Korea. Merka tidak akan tahu tentang kejadian ini kan? Saat Akira dan Suzukawa kembali. Aku harus bicara dengan mereka agar merahasiakan masalah ini dan tidak membuat Ayah dan Ibu khawatir," ucap Hime. "Selamat pagi, nona Shirayuki," sapa seorang perawat yang datang dengan membawa nampan berisikan makanan. "Selamat pagi," jawab Hime sambil tersenyum ceria. "Saya membawakan sarapan Anda. Setelah sarapan silakan minum obatnya ya, Nona," ucap perawat itu. "Baik, terima kasih," ucap Hime. Setelah itu, perawat langsung meletakkan nampan berisikan makanan di meja yang sudah di atur di tempat tidur Hime lalu berjalan meninggalkannya. "Oh, siapa orang-orang itu?" tanya Hime bingung saat tanpa sengaja melihat dua orang pria berjas hitam yang membukakan pintu untuk perawat sebelumnya. Hime memutuskan untuk bertanya kepada Akira nanti dan langsung memakan sarapannya. *** "Bagaimana hubunganmu dengan calon tunanganmu? Kalau tidak salah namanya Shirayuki Hime dari keluarga Shirayuki, benar?" tanya Iza lalu memasukkan sesuap makanan ke mulutnya. "Hm ... biasa saja," jawab Tomoe. "Apa maksudmu dengan biasa saja?" tanya Iza bingung. "Ya, kami memang dari awalnya hanya teman biasa. Sama seperti aku dan Akira, tentu saja hubungan kami ya seperti teman biasa," jawab Tomoe. "Hah ... kau ini. Setidaknya kau harus menganggapnya lebih dari teman. Bagaimanapun dia akan menjadi istrimu nanti," ucap Iza. "Itu kalau dia setuju, kak. Kan aku sudah bilang, dia belum memberikan jawaban," ucap Tomoe.  Aku dengar dari perawat yang melihat Tomoe membawa Shirayuki, dia terlihat sangat khawatir. Apa mereka salah lihat? batin Iza bingung. "Oh ya kak. Tahun ini kau berumur dua puluh tujuh kan?" tanya Tomoe. "Ya," jawab Iza. "Memang kenapa?" tanya Iza saat melihat ekspresi adiknya yang sedang berpikir keras. "Dari pada memikirkan soal pernikahanku. Aku masih umur tujuh belas tahun, bukankah lebih baik memikirkan soal dirimu sendiri? Kau tidak berpikir untuk tidak menikah kan?" tanya Tomoe. Iza yang mendengar itu menjadi terkejut. Memang benar, di umurnya yang seharusnya sudah menikah ini. Ia belum juga memutuskan untuk melirik wanita. "Aku terlalu sibuk untuk memikirkan soal pernikahan," jawab Iza. "Apa mungkin ayah juga memberikan banyak pekerjaan kepada kakak?" tanya Tomoe. Membuat Iza tertegun dan langsung mengalihkan pandangan dari tatapan menginterogasi Tomoe. "Hah ... setidaknya, ikutlah kencan buta untuk mencari pasangan. Bagaimanapun, umurmu sudah siap menikah kak," ucap Tomoe. "Hahaha..." Aku belum ingin menikah karena sedang memikirkan penelitian untuk kesehatanmu. Tapi, kalau aku tidak melakukan seperti yang di ucapkan Tomoe, dia pasti akan merencanakan sesuatu, batin Iza. "Baiklah," ucap Iza. "Oh, aku harus memesankan makanan untuk Akira juga," ucap Tomoe lalu mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan. Ia langsung memesankan makanan untuk Akira begitu pelayan menghampiri meja mereka. Setelah itu, pelayan itu langsung pergi setelah Tomoe selesai. "Apa kau yakin Akira akan suka dengan makan itu?" tanya Iza bingung. "Hm ... entahlah, dia tidak bilang ingin makan apa," jawab Tomoe santai. "Hah..." Iza hanya bisa menghembuskan napas pasrah lalu mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan. "Ada yang bisa saya bantu, tuan?" tanya pelayan yang sebelumnya menghampiri meja mereka. "Pesanan sebelumnya, tolong tambahkan potongan lobak putih," ucap Iza. "Baik, tuan. Apa ada pesanan lainnya?" tanya pelayan itu. "Tidak ada," jawab Iza. Setelah itu, pelayan itu langsung berjalan meninggalkan meja Iza dan Tomoe. "Apa kau ingin makan lobak putih?" tanya Tomoe bingung. "Tidak, tapi itu pasti akan di butuhkan nanti. Baiklah, ayo kita pergi kalau sudah selesai, Akira pasti sudah menunggu makanannya," ucap Iza. Tomoe hanya menganggukkan kepala dengan bingung. Tomoe langsung menerima bungkusan makanannya setelah Iza membayar makanan mereka. Setelah itu mereka berjalan kembali ke rumah sakit. *** Akira baru saja kembali ke kamar Hime. Namun tidak menemukan gadis itu di tempat tidurnya. Membuat Akira sangat terkejut dan langsung keluar. "Kemana gadis yang ada di dalam?" tanya Akira kepada kedua pengawal yang di perintahkan Tomoe untuk menjaga kamar Hime. "Eh? Dari tadi kami berjaga di sini. Nona Shirayuki tidak meninggalkan kamar sama sekali," jawab salah satu pengawal yang tidak mempunyai rambut. "Gawat, aku terlalu lama pergi. Bagaimana jika dia menculik Hime. Tomoe bisa membunuhku," ucap Akira panik. "Ada apa?" tanya Tomoe yang tiba-tiba muncul bersama Iza. "Aahh .... jangan bunuh aku!" teriak Akira tiba-tiba. Membuatnya sukses mendapatkan pukulan dari Tomoe di kepala. "Kenapa kau tiba-tiba berteriak? Ini rumah sakit bodoh," ucap Tomoe kesal.  "Maaf," ucap Akira sambil menyentuh kepalanya yang terasa sangat sakit. "Ada apa sebenarnya, Akira?" tanya Iza. "Oh kak Iza, ternyata kau sudah kembali. Sebenarnya tadi aku pergi sebentar karena mendapatkan pesan dari paman Toki untuk menemuinya di kantornya. Saat aku kembali ke sini, Hime tidak ada. Mereka juga tidak melihat Hime keluar dari kamar karena mereka tidak meninggalkan pintu kamar Hime," jawab Akira. "Ternyata kalian tidak berjaga dengan baik. Percuma menganggap diri kalian sebagai pengawal keluarga Suzukawa," ucap Tomoe tajam dengan aura membunuh yang kuat. "Tomoe, tenanglah. Mereka hanya melaksanakan tugas," ucap Akira berusaha menenangkan Tomoe. "Kau tidak berhak bicara seperti itu, Akira," ucap Tomoe lalu menatap Akira tajam. Membuat Akira terdiam. "Sudahlah, Tomoe. Tenanglah, kita coba masuk dulu. Mungkin kita bisa menemukan sesuatu bagaimana nona Shirayuki bisa menghilang," ucap Iza sambil menepuk pundak Tomoe. "Hah ... baiklah," ucap Tomoe. "Kalian bisa kembali berjaga," ucap Iza. "Baik, tuan." Setelah itu, Iza mendorong Tomoe untuk masuk ke kamar Hime dengan diikuti Akira. "Oh, kau sudah kembali, Akira dan Suzukawa," ucap Hime sambil tersenyum ceria yang terduduk di tempat tidurnya. "Hime, kau dari mana?" tanya Akira terkejut. "Aku hanya dari kamar mandi, memang ada apa?" tanya Hime bingung. Tomoe hanya melirik Akira tajam, namun pemuda itu langsung mengalihkan pandangannya dengan keringat dingin.  "Akira pikir Anda menghilang, karena saat dia kembali. Anda tidak ada di tempat," ucap Iza memecahkan keheningan. "Oh, maaf Akira. Aku membuatmu khawatir," ucap Hime. "Haha ... tidak masalah, setidaknya nyawaku baik-baik saja," ucap Akira. "Hm?" Hime terlihat bingung dengan ucapan Akira sebelumnya. Apa hubungannya dengan nyawanya? "Kalau begitu, bagaimana jika kau makan sekarang, Akira," ucap Iza lalu Tomoe menyerahkan bungkus makanan yang ia bawa. "Ah, terima kasih," ucap Akira lalu menerima bungkus itu dan duduk di sofa yang ada di ujung ruangan bersama Tomoe. "Bagaimana keadaan Anda, nona Shirayuki?" tanya Iza. "Ah, saya baik-baik saja. Saya bisa pulang nanti siang," jawab Hime. "Baguslah kalau begitu," ucap Iza sambil tersenyum lembut. Membuat wajah Hime sedikit memerah. "Anu ... Anda siapa ya?" tanya Hime bingung. "Ah, maaf belum memperkenalkan diri. Saya Shiroima Iza, kakak Tomoe. Terima kasih sudah mau menjadi temannya," ucap Iza memperkenalkan diri. "Ah, saya Shirayuki Hime. Anda tidak perlu berterima kasih, saya lah yang seharusnya berterima kasih. Karena Suzukawa sering sekali membantu saya," ucap Hime. Iza hanya tersenyum ramah sebagai respon. "Ah, saya pikir Suzukawa anak tunggal, ternyata dia mempunyai kakak. Tapi, kenapa nama keluarga Anda Shiroima? Ah, maaf jika pertanyaan saya ini terkesan kurang sopan," tanya Hime bingung. "Tidak masalah, kau kan akan menjadi bagian dari kami. Jadi, tentu saja harus tahu," ucap Iza. "Tapikan, saya belum memutuskannya," ucap Hime. "Apa kau membenci Tomoe?" tanya Iza. "Tentu saja tidak," jawab Hime. "Apa menurutmu ada yang kurang dari Tomoe?" tanya Iza. "T-tidak," jawab Hime. "Kalau begitu, apa yang membuatmu masih tidak yakin?" tanya Iza. "Saya hanya merasa tidak yakin kalau saya adalah orang yang cocok dengan Suzukawa," jawab Hime. Iza menelus kepala Hime sambil tersenyum lambut. "Tenang saja. Tomoe bukan seseorang yang memikirkan hal seperti itu," ucap Iza. Hime hanya diam tanpa merespon apapun. "Ehem ... jadi, sebenarnya aku adalah anak angkat keluarga Suzukawa. Dulu sebelum Tomoe ada, orang tua Tomoe mengadopsiku saat umurku lima tahun lalu lima tahun kemudian Tomoe lahir. Saat berusia sepuluh tahun, namaku Suzukawa Iza. Tapi, saat berumur tujuh belas tahun, aku memutuskan untuk mengganti namaku menjadi Shiroima," jelas Iza "Tapi kenapa Anda mengganti nama keluarga Anda?" tanya Hime. "Karena itu nama keluarga ibu kandungku," jawab Iza. Seketika Hime merasa menyesal menanyakan hal itu kepada Iza. *** "Hah ... dokumen ini tidak ada selesainya," ucap Toki sambil merenggangkan tubuhnya lalu meminum kopinya yang sudah terasa dingin. Ia menatap pemandangan di luar jendela lalu menghembuskan napas berat. "Beberapa hari ini ayah sudah menghubungiku untuk segera membawa calon menantunya ke kediaman. Tapi, Hime belum memberikan keputusan, apalagi dia sekarang sedang sakit. Meskipun tadi aku sudah memanggil Akira untuk memberitahukan keadaan Tomoe dan Hime sekarang, ternyata mereka tidak ada perkembangan apapun," ucap Toki. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kantornya. "Masuk." Seorang pria berambut hitam dengan jas dokter putih masuk. "Ada ap--" rahang Toki langsung mengeras dan menatap tajam pria yang sedang tersenyum di hadapannya. "Apa yang sedang kau lakukan di sini, Iku?" tanya Toki tajam. "Ternyata tidak hanya Akira yang membenciku, sampai paman Toki juga membenciku," ucap Iku santai. Seperti tidak terganggu dengan tatapan menusuk dari Toki. "Setelah kau melakukan hal 'itu' kepada Tomoe, keluarga Suzukawa dan Yamamoto adalah musuhmu," ucap Toki tajam. "Oh ayolah paman, aku hanya bercanda soal itu. Kenapa kalian begitu marah?" tanya Iku. "Bercanda?" tanya Toki dengan aura membunuh yang kuat dan menatap Iku tajam. Tiba-tiba ruangan Toki bergetar, merasakan kemarahan yang di tahan Toki. "Setelah apa yang kau lakukan sampai hampir membuat Tomoe mati, kau bilang itu hanya bercanda?!" teriak Toki. Tiba-tiba muncul angin yang sangat kecang dan kaca di rumah sakit Suzu kawa langsung pecah. Membuat terdengar suara teriakan dari orang-orang yang ada di ruamh sakit. "Haha ... paman Toki terlalu bersemangat, lihatlah, kau membuat orang-orang di rumah sakit menjadi terkejut paman," ucap Iku. Namun, Toki hanya diam dan menatap tajam Iku. "Hah ... sepertinya pertemuan kita akan di lakukan lain kali. Sampai jumpa lain kali, paman," ucap Iku lalu menghilang dari hadapan Toki. "Anak itu sungguh kurang aja. Dia masih saja berani datang ke sini," ucap Toki lalu berjalan keluar dari kantornya. *** "Apa kau baik-baik saja?" tanya Tomoe yang melindungi Hime saat jendela di ruangannya tiba-tiba pecah."A-aku baik-baik saja. Tapi, bagaimana bisa jendelanya pecah?" tanya Hime bingung. Tomoe menatap Iza lalu menatap Akira yang menganggukkan kepalanya. "Aku juga tidak tahu," jawab Tomoe. "Tapi, Tomoe, apa kau baik-baik saja?" tanya Iza. Ia khawatir terdapat serpihan kaca yang melukai Tomoe. "Aku baik-baik saja," jawab Tomoe. "Suasananya menjadi dingin karena angin masuk setelah jendelanya pecah. Sebaiknya kau berlindung di selimut dulu, aku dan kak Iza akan mencari tahu apa yang terjadi," ucap Tomoe sambil membaringkan Hime. "Baiklah," ucap Hime. "Akira, jaga Shirayuki," ucap Tomoe. "Baik-baik." Setelah itu, Tomoe dan Iza meninggalkan Hime dan Akira. "Kalian lindungi Shirayuki, jangan sampai terjadi apa-apa kepadanya. Jika sampai terjadi sesuatu, kalian akan membayar dengan nyawa kalian," ucap Tomoe tajam kepada kedua pengawal yang ada di depan kamar Hime. "Baik, tuan muda." Setelah itu, Tomoe dan Iza berjalan menuju lift dan menekan tombol delapan yang menuju kantor Toki. "Kak, pasti ada seseorang yang bisa membuat ayah semarah ini," ucap Tomoe. "Kau benar, kejadian ini pasti akan berbahaya jika sampai tersebar," ucap Iza. "Kalau begitu apa kita ke atap untuk memperbaikinya?" tanya Tomoe. "Sepertinya harus begitu," jawab Tomoe. "Hah ... sepertinya aku tahu siapa yang bisa membuat ayah semarah ini," ucap Tomoe lalu berjalan keluar dari lift dengan diikuti Iza lalu berjalan menuju tangga darurat menuju atap rumah sakit. "Siapa?" tanya Iza. "Siapa lagi kalau bukan Iku," jawab Tomoe. "Hah? Bagaimana bisa dia masuk ke kantor ayah?" tanya Iza terkejut. "Aku belum mengatakan hal ini kepada kakak. Tapi, sebenarnya Iku sudah pernah ke sini dan menemui Shirayuki," ucap Tomoe. Membuat Iza menjadi sangat terkejut. Tomoe menatap pemandangan kota Tokyo di hadapannya dengan embusan angin yang kuat saat mereka sudah berada di atap gedung rumah sakit. "Aku tidak tahu apa yang dia inginkan dengan mendekati Shirayuki. Tapi, Akira berhasil menghentikannya, sehingga berhasil melindungi Shirayuki," ucap Tomoe. "Sepertinya dia sudah mulai bergerak lagi ya?" tanya Iza. "Ya, dia juga sudah menggerakkan anak buahnya untuk menangkapku beberapa hari lalu tepat setelah acara pertemuanku dengan Hime untuk membahas pernikahan ini," ucap Tomoe. "Ternyata dia cepat juga pulih dari luka lama yang aku berikan," ucap Iza kesal. "Setidaknya anak buahnya itu manusia bias, jadi mudah untuk di atasi sehingga tidak membahayakan Shirayuki," ucap Tomoe. "Kau benar, jika sampai anggota khusus BIIJ yang bergerak, kakak lebih khawatir dengan nona Shirayuki dibandingkan denganmu," ucap Iza. Tomoe hanya menatap kakaknya datar. Ia tidak bisa membantah ucapan kakaknya. Karena, Hime bisa dalam keadaan bahaya jika terjadi pertarungan antara pengguna kekuatan super. "Jadi, apa yang akan kita lakukan?" tanya Iza. "Aku akan memperbaiki semua kaca dulu, setelah itu kakak bisa menghapus ingatan mereka semua yang ada di sini," ucap Tomoe. "Baiklah." Tomoe memasukkan kedua tangannya di saku celana dengan tenang. Tiba-tiba muncul bola air yang sangat besar di atap rumah sakit. "Kita mulai," ucap Tomoe sambil menarik tangan kanannya dari saku celana lalu menjentikkan cari. Seketika itu juga bola air itu meledak dan membasahi seluruh bagian luar gedung rumah sakit. *** "Sudah di mulai kah?" tanya Akira sambil menatap air yang membentuk jendela di kamar Hime. Hime yang bingung itu langsung mengikuti arah pandangan Akira. Ia langsung terkejut saat melihat pemandangan yang aneh. Jendelah yang pecah itu tiba-tiba di gantikan oleh air dari air hujan. Seperti ada sebuah dinding tidak terlihat yang menghalangi air itu masuk ke ruangannya. "Akira, bagaimana itu bisa terjadi?" tanya Hime bingung. "Hm ... sepertinya tidak masalah jika aku menceritakannya kepadamu. Apalagi, kau juga akan melupakannya nanti," ucap Akira. "Melupakan?" tanya Hime bingung. "Sebenarnya Hime. Keluarga Yamamoto dan keluarga Suzukawa bisa kau bilang bukan manusia normal. Keluarga kami adalah orang-orang yang terlahir dengan kekuatan di luar akal sehat manusia biasa. Hm ... itu lebih mudah di mengerti, kami ini manusia dengan kekuatan psikis, atau manusia yang memiliki kekuatan super seperti dalam sebuah cerita fantasy," jelas Akira. "Kekuatan super? Apa maksudnya ini?" tanya Hime. "Seperti yang kau lihat pada jendela ini. Bagaimana bisa jendela ini pecah? Kemungkinan karena paman Toki sedang marah. Berbeda dengan keluarga Yamamoto. Keluarga Suzukawa melahirkan orang-orang yang mampu menggunakan lebih dari satu elemen di bumi. Sedangkan keluarga Yamamoto dan kebanyakan orang dengan kekuatan super lainnya hanya memiliki satu elemen yang bisa mereka kendalikan. Itulah kenapa keluarga Suzukawa sangat di takuti oleh penggunaka kekuatan super lainnya, terutama pewaris mereka yang sekarang," jawab Akira. "Pewaris mereka yang sekarang, bukankah itu berarti Suzukawa?" tanya Hime terkejut. "Benar. Diantara semua kepala keluarga sebelumnya yang bisa mengendalikan dua sampai tiga elemen, Tomoe adalah satu-satunya penerus keluarga Suzukawa yang bisa mengendalikan semua elemen, dia di anggap jenius diantara para jenius dari keluarga Suzukawa. Apalagi dengan kemampuannya yang cepat dalam memahami sesuatu dan mengingatnya, membuatnya dapat dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru dengan hanya sekali percobaan," jawab Akira. Hime langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan, karena terkejut dengan apa yang dia dengar. "Tapi, bukan berarti dia adalah sosok yang sempurna. Meskipun memiliki kekuatan yang hebat, Tomoe memiliki tubuh yang lemah, sehingga terkadang terjadi kebocoran dengan kekuatannya. Itulah kenapa keluarga Suzukawa ingin mempercepat pernikahanmu dengannya," jelas Akira. "Tapi, aku hanya manusia biasa. Bagaimana bisa menahan agar kekuatan Suzukawa tidak bocor?" tanya Hime bingung. "Keluarga Suzukawa secara khusus memilihmu, itu menandakan jika kau buka manusia biasa. Mungkin ada sesuatu kekuatan di dalam dirimu yang belum bangkit dan bisa membantu Tomoe, agar kekuatannya tidak bocor," jelas Akira. "Aku tidak tahu apakah aku akan sangat membantu akan hal itu," ucap Hime. "Aku yakin kau bisa. Tapi, keputusan ada di tanganmu," ucap Akira. Hime yang mendengar itu hanya terdiam lalu menundukkan kepalanya. "Oh, kacanya sudah benar," ucap Akira. Membuat Hime menatap jendela yang awalnya hancur kini sudah menjadi seperti baru. "Oh, lihat itu Kak Iza," ucap Akira. Membuat Hime menyipitkan matanya untuk menemukan keberadaan Iza. Meskipun ia pikir itu tidak mungkin jika Iza ada di luar kaca. Karena ini ada di lantai empat, jadi tidak mungkin jika ada manusia yang bisa terbang. Namun, semua yang Hime pikirkan itu ternyata salah. Karena ia dapat melihat Iza yang terbang di depan jendela kamarnya dengan jarak dua meter dari gedung. Membuat Hime membulatkan sempurna, karena terlalu terkejut. "Bagaimana bisa kak Iza terbang?" tanya Hime bingung. "Oh, itu karena kak Iza bisa mengendalikan elemen angin dan memanipulasi ingatan," jawab Akira. "Memanipulasi ingatan?" tanya Hime. "Dengan kata lain dia akan menghapus semua ingatan orang yang ada di rumah sakit ini, agar melupakan kejadian hari ini," jawab Akira. Tiba-tiba angin berhembus dengan sangat kencang.Membuat Hime harus menutupi matanya. Darimana angin ini? Bagaimana angin bisa masuk saat Jendela sudah di perbaiki? batin Hime. Angin yang awalnya berembus sangat kencang tiba-tiba menghilang. Hime langsung menurunkan tangannya kembali lalu menatap ke sekelilingnya dengan bingung. "Hm ... apa angin tadi juga di buat oleh tuan Shiroima?" tanya Hime. "Benar ... Eh?! Kok kamu masih ingat?" tanya Akira terkejut. "Memang angin tadi itu yang membuat orang-orang melupakan kejadian tadi?" tanya Hime bingung. Seketika wajah Akira menjadi sangat pucat menatap Hime. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Hime bingung. "Aku baik-baik saja, tapi sepertinya nyawaku tidak akan baik-baik saja sebentar lagi," jawab Akira. "Ada apa?" tanya Tomoe yang tiba-tiba masuk ke kamar Hime. Hime melirik Akira yang berkeringat dingin lalu menatap Tomoe. "Tidak ada apa-apa," jawab Hime. "Oh ya, Suzukawa. Apa kau tahu dimana tasku? Aku ingin menghubungi orang tuaku," tanya Hime. "Oh, Yuu mengirim tasmu pulang. Pakai saja Phonselku," ucap Tomoe lalu menyerahkan phonselnya kepada Hime. "Baiklah, terima kasih," ucap Hime sambil menerima phonsle Tomoe lalu menekan nomor orang tuanya. "Ibu, ini Hime." "Ah, aku lupa membawa phonsel ke sekolah. Jadi, aku meminjam phonsel Suzukawa." "Kapan kalian kembali ke Jepang?" "Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan kalian setelah kembali." "Baik bu." Hime langsung mengembalikan Phonsel Tomoe setelah selesai lalu mengucapkan 'terima kasih' kepadanya. Tomoe hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Tomoe, di mana kak Iza?" tanya Akira. "Dia sedang menemui ayah. Kita bisa kembali sekarang. Shirayuki sudah boleh pulang," ucap Tomoe. "Kalau begitu aku akan bersiap-siap sebelum pulang," ucap Hime. Tomoe menganggukkan kepala lalu memberikan tanda kepada Akira untuk meninggalkan ruangan Hime. "Kami akan ke sini setengah jam lagi," ucap Tomoe. "Baiklah," jawab Hime. Setelah itu berjalan meninggalkan Hime sendirian di kamarnya. *** Tomoe, Hime dan Akira akhirnya keluar dari rumah sakit. Yuu sudah menunggu mereka di depan pintu rumah sakit. Tomoe dan Hime langsung duduk di kursi penumpang yang ada di belakang dan Akira duduk di kursi penumpang yang ada di depan. Yuu langsung menjalankan mobilnya menjauh dari rumah sakit. Tanpa mereka sadari seorang pria berambut hitam tengah mengawasi mereka dari atap rumah sakit. Pria itu tersenyum kecil sebelum menghilang bagaikan daun yang diembuskan oleh angin. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD