Hime kembali ke kamarnya dan terduduk di tempat tidurnya. Ia masih bingung dengan apa yang di dengarnya tadi. Apa yang sebenarnya terjadi tadi? Kekuatan? Kekuatan apa yang di maksud? batin Hime. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu singkat lalu seorang wanita berpakaian putih masuk dengan membawa nampan berisikan makanan.
"Ternyata Anda sudah sadar. Saya membawakan Anda makanan, silakan di makan. Jika selesai Anda bisa meletakkannya di meja setelah itu satu jam lagi, Anda akan melakukan pemeriksaan," ucap wanita itu.
"Terima kasih. Oh iya, suster tahu dimana tas saya?" tanya Hime. "Saya tidak melihat tas Anda saat tuan muda Suzukawa membawa Anda kemari," jawab perawat itu.
"Baiklah, kalau begitu. Terima kasih," ucap Hime. Setelah itu, perawat itu langsung meninggalkan Hime sendirian. Hime menatap ke makanan yang sudah tersedia meja yang di pasang tepat di atas tempat tidurnya. Sehingga mempermudahkannya makan tanpa keluar dari tempat tidur.
"Sebenarnya ada apa dengan Suzukawa?" tanya Hime bingung lalu memakan makanannya.
***
Bel tanda pulang sekolah telah berbunyi. Akira segera mengemasi barang-barangnya dan keluar dari kelas saat guru sudah meninggalkan kelas. "Aku harus segera ke rumah sakit," ucap Akira sambil mempercepat langkahnya. Tiba-tiba Akira merasa phonselnya bergetar. Ia segera meletakkan phonselnya di telinga begitu tahu siapa yang menelepon.
"Ada apa, Tomoe?"
"Sekolah baru saja selesai, aku akan langsung pergi ke Rumah sakit untuk menjenguk Hime."
"Memang kau mau kemana?"
"Hah ... apa terjadi sesuatu?"
"Kau tahu jika aku sudah lama mengenalmu kan?"
"Hah ... baiklah. Jika kau butuh bantuan, telpon saja aku."
"Sampai jumpa." Setelah memasukkan kembali phonselnya. Akira turun dari mobilnya yang berhenti tepat di depan pintu rumah sakit. Ia bertanya kepada perawat yang berjaga di aula rumah sakit untuk menanyakan kamar Hime. Setelah itu, berjalan menuju ke lantai yang di beritahu.
***
Hari semakin sore. Hime merasa bosan karena seharian berada di rumah sakit tanpa melakukan apapun setelah melakukan pemeriksaan. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu lalu Akira masuk dengan membawa sesuatu di tangannya.
"Oh, Akira!" ucap Hime senang. Ia sudah sangat bosan sendirian di kamar, dan Akira datang di waktu yang tepat. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Akira khawatir saat sudah duduk di samping Hime.
"Aku sudah baik-baik saja. Rumah sakit ini sungguh hebat untuk penyembuhannya," jawab Hime ceria. "Syukurlah jika kau baik-baik saja," ucap Akira lega. "Terima kasih sudah menyelamatkanku tadi, Akira," ucap Hime.
"Kau tidak perlu memikirkan masalah itu. Kita kan sudah menjadi teman. Tentu saja kami akan datang menyelamatkanmu jika kamu dalam keadaan susah," ucap Akira.
Membuat Hime tertawa kecil. "Apa kau tahu di mana Suzukawa? Dari tadi aku tidak melihatnya," Tanya Hime. "Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan kepadamu," ucap Akira. Hime hanya terlihat bingung dengan perubahan ekspresi yang di tunjukkan Akira.
"Apa kau bertengkar dengan Tomoe tadi?" tanya Akira. "Hm? Tidak," jawab Hime bingung. "Hm ... benar juga sih. Mana mungkin anak itu akan bertengkar denganmu," ucap Akira. "Memang ada apa?" tanya Hime. "Sebelum aku ke sini. Tadi, dia meneleponku untuk menjagamu. Karena kemungkinan dia tidak akan bisa ke sini karena ada urusan di rumahnya," jawab Akira.
"Tapi kenapa Suzukawa sampai bicara seperti itu? Aku tidak masalah kok kalau sendirian di sini," ucap Hime. "Hm ... tapi tadi kau terlihat seperti bosan sendirian di sini tuh?" ucap Akira dengan nada yang menggoda sambil tersenyum kecil.
"Huft ... baiklah. Aku memang sedikit bosan tadi," ucap Hime.
"Hahaha ... kau ternyata tidak bisa berbohong ya?" tanya Akira. Hime hanya tertawa kecil merespon ucapan Akira. "Oh ya, aku ada informasi terbaru dari sekolah," ucap Akira.
"Ada apa?" tanya Hime. "Kita tidak akan bertemu dengan ketiga kakak kelas itu. Karena kejadian ini, aku melaporkan hal itu kepada kepala sekolah. Akhirnya orang tua mereka di panggil dan kepala sekolah memutuskan untuk mengeluarkan mereka dari sekolah. Karena ini bukan pertama kali mereka melakukan pembullyan. Ini sudah ketiga kalinya mereka di panggil. Setelah mendapatkan peringatan terakhir dari sekolah. Ternyata mereka melakukannya lagi. Jadi, kepala sekolah memutuskan untuk mengeluarkan mereka," jawab Akira.
"Astaga. Aku sungguh tidak percaya ini. Bagaimana bisa mereka melakukan itu seenaknya sendiri," ucap Hime. "Itu mungkin karena mereka terlalu di manjakan oleh keluarga mereka yang menjadi keluarga terkaya di sekolah. Sepertinya mereka merasa iri denganmu. Karena kau adalah putri dari pemilik perusahaan Express yang menjadi perusahaan ternama dan bisa dekat dengan kami. Ya, sebenarnya aku sudah menduga jika mereka memang iri denganmu karena dekat dengan kami. Terutama dengan Tomoe. Tapi, aku tidak menduga jika mereka akan berbuat hal seperti itu," ucap Akira.
Membuat Hime menjadi merasa sedih. "Kenapa kau terlihat sedih begitu? Apa kau mengasihani mereka?" tanya Akira. "Bukan begitu. Aku hanya sedih, kenapa mereka bisa melakukan hal itu. Apa yang mereka lakukan terlalu kejam," jawab Hime.
"Begitulah manusia. Jika dia sudah terlalu di manja dengan barang yang mewah, pada akhirnya dia akan menjadi sombong dan merasa iri. Mereka pantas untuk mendapatkan itu. Dulu mereka pernah membully seorang murid perempuan yang pada akhirnya perempuan itu keluar dari sekolah saat kelas satu dulu," ucap Akira.
"Tapi, kenapa tidak ada yang menghentikan apa yang mereka lakukan?" tanya Hime. "Itu karena murid-murid lain juga takut dengan keluarga mereka," jawab Akira. Hime hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghembuskan napas berat.
"Ya, setidaknya kau sudah tidak perlu memikirkan masalah mereka. Karena sepertinya mereka tidak akan menjadi anak yang sombong lagi," ucap Akira sambil menyeringai. "Maksudmu?" tanya Hime bingung.
Tiba-tiba terdengar suara nada dering phonsel. Akira yang mengenali nada dering itu langsung mengambil phonsel di saku celananya dan melihat nama yang tertera di layar phonselnya. "Aku tinggal sebentar ya," ucap Akira lalu meninggalkan kamar Hime setelah mendapatkan anggukan kepala sebagai jawaban.
"Ada apa, Tomoe?"
"Ya, memang kenapa?"
"Hah! Apa kau gila? Mana mungkin aku tinggal berdua saja dengan Hime di sini!"
"Hah ... baiklah. Memang ada apa sebenarnya?"
"Baiklah."
"Sungguh, kakekmu itu tidak bisa berhenti untuk tidak memberikan tugas kepada ayahmu ya? Padahal sudah ada pamanmu yang mengurus perusahaan Suzukawa."
"Hah ... baiklah." Akira langsung menatap Phonselnya lalu menekan beberapa nomer untuk menghubungi seseorang.
***
"Akira kemana ya? Kok lama," tanya Hime bingung. Setelah itu, Hime memutuskan untuk mencari Akira. Begitu ia keluar dari kamar, hari yang sudah menunjukkan malam hari itu membuat Rumah Sakit di lantai sekitar kamarnya menjadi terlihat sepi karena jam kunjung telah berakhir. "Apa tempat ini jarang di kunjungi ya? Kok sepi sekali," tanya Hime bingung.
Hime berjalan menyusuri lorong yang sepi dengan bingung. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari arah belakangnya. Membuat Hime gemetar ketakutan. "Anda sebaiknya tidak jalan dan lebih baik beristirahat, nona Shirayuki." Terdengar suara pria yang tidak ia kenal. Membuat Hime langsung membalikkan badan.
Terlihat pria berambut hitam dengan mengenakan jas dokter putih. "Oh, sepertinya Anda bingung ya? Saya dokter yang berjaga malam ini. Nama saya, Shimamura Iku," ucap dokter muda yang ada di hadapan Hime saat melihat ekspresi bingung yang terukir di wajah Hime.
"Oh, baik," ucap Hime. "Mari saya antar ke kamar Anda," ucap Iku. "Hime," panggil suara yang sangat ia kenal dari arah belakang Hime. "Oh, Akira," ucap Hime. Akira langsung berjalan ke hadapan Hime dan menatap Iku tajam.
"Kita kembali," ucap Akira lalu menarik tangan Hime. "Aku akan berbicara denganmu," bisik Akira pelan tepat di telinga Iku dengan melirik tajam pria itu sebelum berjalan meninggalkannya.
***
"Akira, kau dari mana?" tanya Hime saat mereka sudah kembali ke kamar Hime. "Aku tadi menerima telepon dari ibuku. Saat aku bilang kalau temanku sedang terluka. Dia memintaku untuk tinggal di sini," jawab Akira. "Eh? Tinggal di sini? Tapi kan..."
"Tenang saja, aku sudah menghubungi supir pribadiku untuk membawa laptopku. Jadi, aku akan bermain game semalaman. Lagi pula, aku tidak akan bisa kembali pulang sampai melaksanakan tugas dari ibuku," ucap Akira.
"Hah ... baiklah kalau begitu," ucap Hime pasrah. "Kalau begitu, kau tunggu di sini sebentar. Aku ingin membeli minuman dulu," ucap Akira. Hime hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban setelah itu Akira berjalan meninggalkan Hime sendirian.
"Kita kan sudah lama tidak bertemu, apa yang ingin kau bicarakan denganku, Akira?" tanya Iku saat Akira menutup pintu kamar Hime.
"Apa yang kau lakukan di sini, Iku?" tanya Akira tajam. "Kau kan tidak perlu sedingin itu. Padahal dulu kau tidak sedingin itu kepadaku," jawab Iku sambil tersenyum kecil. "Apa yang ingin kau lakukan kepada Hime?" tanya Akira.
"Aku tidak ingin melakukan apapun kepada gadis itu kok," jawab Iku. Akira memasukkan kedua tangannya di saku celana dan menatap tajam Iku. Tiba-tiba suasana di sekitar mereka terasa begitu panas. Membuat Iku mengeluarkan keringat yang deras dari kepalanya.
"Hei hei ... apa kau lupa dengan kekuatanku?" tanya Iku sambil tersenyum kecil. Tiba-tiba angin berhembus dan suasana yang awalnya panas kini menjadi dingin. Akira langsung menatap tajam Iku dan membuat suasan menjadi hangat karena perbenturan kekuatan panas dan dingin.
"Katakan, apa yang ingin kau lakukan di sini? Sebentar lagi Tomoe akan datang, apa kau ingin membuatnya marah di sini?" tanya Akira. "Tentu saja tidak. Sekarang bukan saatnya aku untuk menemui Tomoe. Kalau begitu aku akan pergi dulu, Akira," ucap Iku lalu menghilang dari hadapan Akira. "Shimamura Iku, kau ternyata mulai bergerak," ucap Akira lalu menghembuskan napas berat, dan berjalan menuju lift.
***
Tomoe baru saja turun dari mobilnya dengan membawa laptop di tangan kanannya. Di belakang mobil Tomoe, terlihat mobil milik keluarga Yamamoto. "Oh, tuan muda Suzukawa," ucap seorang pelayan yang turun dari mobil keluarga Akira. "Apa yang kau lakukan di sini, Makoto?" tanya Tomoe. "Saya mengantarkan laptop tuan muda Akira dan pakaian untuk besok," jawab Makoto.
"Serahkan saja kepadaku. Aku yang akan memberikannya dan kau bisa kembali," ucap Tomoe. "Ah, baik," ucap Makoto lalu menyerahkan tas berukuran sedang kepada Tomoe lalu membungkukkan badan sebelum masuk kembali ke mobil. "Yuu, kau bisa menunggu di dalam jika sudah parkir," ucap Tomoe. "Baik, tuan muda."
"Bagaimana dengan pengawal yang aku minta?" tanya Tomoe. "Nanti mereka akan datang, tuan muda," jawab Yuu. Tomoe hanya menganggukkan kepala lalu berjalan masuk ke rumah sakit. Saat ia memasuki rumah sakit. Tomoe langsung menemukan sosok Akira yang sedang membeli minuman melalui mesin minuman.
"Akira," panggil Tomoe saat Akira berbalik sambil meminum minumannya. "Ternyata kau sudah sampai, apa itu?" tanya Akira bingung saat Tomoe menyerahkan tas berukuran sedang itu kepadanya. "Itu dari Makoto," jawab Tomoe. "Oh, baiklah," ucap Akira.
Setelah itu, Tomoe dan Akira berjalan menuju kamar Hime. "Apa kau akan mengerjakan tugas dari kakekmu itu di kamar Hime?" tanya Akira. "Tentu saja. Kau pikir aku tidak punya kerjaan sepertimu yang isinya hanya permainan saja," jawab Tomoe.
"Huh ... ya tentu saja aku tidak ada pekerjaan. Karena ayah tidak memberikan tugas seperti kakekmu," ucap Akira. "Hah ... bersyukurlah dalam hal itu. Aku tidak yakin kau bisa mengerjakan masalah ini dengan otakmu yang seperti itu, san-ban," ucap Tomoe sambil tersenyum kecil saat di depan pintu kamar Hime.
"Diam kau, sialan," ucap Akira kesal. Setelah itu, Tomoe mengetuk pintu sebentar sebelum masuk dengan diikuti Akira. "Oh, Suzukawa?!" ucap Hime terkejut melihat kemunculan Tomoe.
"Kau belum tidur? Kau seharusnya lebih banyak beristirahat," ucap Tomoe santai lalu duduk di sofa yang ada di ujung ruangan. "Ah ... aku tidak bisa tidur saja," ucap Hime. "Apa ada yang tidak nyaman?" tanya Tomoe sambil berjalan mendekati Hime setelah meletakkan laptopnya di meja.
"Ah, tidak kok. Aku baik-baik saja," ucap Hime. "Baguslah kalau begitu. Sekarang istirahatlah. Aku dan Akira akan tinggal di sini," ucap Tomoe. "Eh? Kenapa Suzukawa juga tinggal di sini?" tanya Hime bingung sekaligus terkejut. "Apa kau pikir orang tuaku akan membiarkan aku pulang setelah tahu kalau kau masuk rumah sakit?" tanya Tomoe datar.
"Haha ... tenang saja Hime. Aku tahu hubungan antara kau dan Tomoe," ucap Akira. "Hah! Akira tahu? Bagaimana?" tanya Hime terkejut. "Karena aku sudah mengetahui peraturan keluarga Suzukawa . Ya, sebenarnya aku dan Tomoe sudah saling mengenal sejak kecil. Jadi, keluarga kami sudah seperti saudara," jawab Akira.
"Ini sungguh mengejutkan," ucap Hime. "Karena pertanyaanmu sudah terjawab semua. Sekarang kau bisa tidur," ucap Tomoe. "Tapi..."
"Tidur sekarang!" ucap Tomoe tajam. "Ba-baik," jawab Hime dan langsung membalikkan badan. "Akira, coba kau kerjakan ini," ucap Tomoe. "Hah ... kenapa aku harus mengerjakan itu?" tanya Akira kesal. "Dari pada kau hanya bermain saja, dan hanya akan menjadi san-ban," ucap Tomoe sambil tersenyum kecil.
"Sialan, sini berikan," ucap Akira kesal lalu mengambil laptop Tomoe. Hime yang diam-diam melirik Tomoe dan Akira hanya bisa tertawa kecil.
***
Hari sudah tengah malam, Tomoe masih sibuk dengan laptopnya sedangkan Akira sedang sibuk bermain game, dan Hime sudah tertidur pulas di tempat tidurnya dengan keadaan lampu yang di matikan. Akira yang awalnya mengerjakan tugas yang di berikan oleh kakek Tomoe, hanya dalam waktu beberapa menit saja ia sudah menyerah tanpa mengerjakan apapun.
Tomoe hanya bisa menyindirnya dan Akira langsung membuka laptopnya untuk bermain. "Oh ya, Tomoe," panggil Akira tiba-tiba. "Ada apa?" tanya Tomoe tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya. "Tadi aku bertemu dengan Iku," ucap Akira sambil fokus dengan gamenya.
Membuat Tomoe langsung menghentikan gerakannya. "Apa yang dia lakukan di sini?" tanya Tomoe. "Sepertinya tadi dia mau berbicara dengan Hime. Tapi, karena aku menghentikannya duluan. Jadi, Hime aman," jawab Akira. "Hm ... sepertinya dia mulai mengawasiku," ucap Tomoe.
"Apanya yang mulai? Dia sudah mengawasimu dari lama tahu. Kalau kau ingin lihat buktinya, aku bisa mengirimkanmu video dan foto yang aku dapat dari orang-orangku dan dari cctv," ucap Akira.
"Hah ... tidak perlu. Selama dia belum bertindak yang membahayakan Hime dan keluarganya. Kita tidak perlu bertindak," ucap Tomoe. "Baiklah kalau begitu," ucap Akira.
***
Pagi telah tiba, Hime mulai membuka matanya dan mendapati pemandangan yang sama seperti sebelumnya. Ia masih berada di kamar rumah sakit keluarga Tomoe. Namun, terlihat Akira yang tertidur dengan headphone yang tergantung di lehernya. Ia tidur di sofa dengan keadaan laptop yang terbuka.
Namun, ia tidak melihat sosok Tomoe dimanapun, tapi laptop Tomoe ada di meja. Membuat Hime bertanya-tanya kemana Tomoe pergi di hari sepagi ini. "Oh, kau sudah bangun?" tanya Tomoe yang baru saja masuk ke kamar Hime. "Selamat pagi, Suzukawa," sapa Hime. "Pagi. Kau bisa tidur lagi, kau bisa keluar dari rumah sakit nanti siang. Kau tidak perlu khawatir mengenai sekolah. Aku sudah meminta izin kepada bu Sakura untuk tidak masuk hari ini," ucap Tomoe.
"Eh, bagaimana dengan Akira?" tanya Hime. "Oh, dia juga aku izinkan. Karena sekrang sudah jam tujuh. Jadi, kalau dia berangkat sekarang juga dia bisa terlambat. Karena jarak rumah sakit ini ke sekolah cukup jauh," jawab Tomoe.
"Ah, maaf karena merepotkan kalian lagi," ucap Hime. Ia merasa bersalah kepada Tomoe dan Akira, karena keadaannya ini, Tomoe dan Akira tidak masuk sekolah di hari ketiga. "Kan kami sudah bilang. Kau tidak perlu merasa seperti itu, kita kan sudah menjadi teman. Jadi, kau tidak pelru khawatir," ucap Tomoe.
Meskipun Tomoe mengatakan itu, Hime tetap merasa bersalah karena telah merepotkan Tomoe dan Akira. "Kalau begitu, aku akan pergi ke kantor ayah dulu untuk membahas sesuatu. Kau bisa menekan tombol di atas tempat tidur jika membutuhkan bantuan perawat, atau kau bisa memanggil Akira," ucap Tomoe.
"Baik," jawab Hime. Setelah itu, Tomoe berjalan mengambil laptopnya lalu berjalan meninggalkan ruangan Hime.
***
Terlihat seorang pria berambut cokelat tua dengan mengenakan jas dokter putih tengah duduk di mejanya sambil menandatangani dokumen yang baru saja ia terima tadi pagi saat sampai di rumah sakit. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu beberapa kali. "Masuk."
Pemuda berambut cokelat tua masuk dengan membawa laptopnya di tangan kanan. "Oh, Tomoe, kau datang di waktu yang tepat. Bagaimana keadaan Hime?" tanya Toki. "Hah ... dia sudah baik-baik saja. Tapi, dokter menyarankannya untuk istirahat dan bisa keluar rumah sakit siang nanti," jawab Tomoe lalu berdiri di hadapan meja ayahnya.
"Baguslah kalau begitu. Ayah dengar jika Akira juga ikut menemanimu di kamar Hime?" tanya Toki. "Ya, sebelumnya Akira sudah menemani Shirayuki sebelum aku sampai, jadi sekalian aku menyuruhnya untuk menemaniku, dan lagi. Ini semua demi perlindungan Shirayuki karena BIIJ mulai bergerak sampai berani menyerangku saat pulang bersama Shirayuki," jawab Tomoe.
"Jadi itu sebabnya kau mengirim pengawal untuk berjaga di depan kamarnya. Ayah masih tidak percaya, bagaimana bisa mereka berani menyerang pewaris keluarga Suzukawa. Jika sampai kakekmu tahu, dia akan marah besar," ucap Toki.
"Itulah kenapa, jangan sampai kakek tahu. Jika kakek tahu, ini akan menjadi sangat merepotkan," ucap Tomoe. "Kau benar," ucap Toki. "Tapi, ayah. Aku mendapatkan informasi dari Akira, kalau Iku muncul di hadapan Shirayuki. Beruntung saat itu Akira dapat menghentikanya sebelum melakukan sesuatu yang buruk kepada Shirayuki," ucap Tomoe.
"Dia berani masuk ke rumah sakit kita? Ternyata dia memang mencari masalah dengan keluarga kita," ucap Toki. "Ya, beruntung Akira dapat menghentikannya. Tapi, sepertinya ini bukan akhirnya. Akan ada kemungkinan dia akan muncul di hadapan Shirayuki lagi," ucap Tomoe. "Kau benar, kita harus segera pergi ke kediaman Suzukawa untuk menemui kakekmu dan membicarakan masalah pernikahan ini agar terjadi lebih cepat," ucap Toki.
"Meskipun ayah mengetakan itu. Kita belum mendengar pendapat Shirayuki. Kita harus menunggu beberpa hari lagi sampai Shirayuki memberikan keputusannya. Bagaimanapun aku menghargai keputusannya," ucap Tomoe.
"Tapi, kita tidak akan bisa menemukan gadis lain yang cocok untuk menahan kekuatanmu selain Hime," ucap Toki. "Jika ayah sampai memaksanya, aku tidak akan mau membantu ayah lagi," ucap Tomoe tajam. "Hah ... baiklah-baiklah. Kalau begitu, kau bisa menemui Iza untuk melakukan pemeriksaan," ucap Toki. "Baik, aku sudah mengerjakan tugas dari kakek," ucap Tomoe sambil menyerahkan flashdisk berwarna merah kepada Toki.
"Baiklah. Kau selalu bisa di andalkan," ucap Toki. "Aku tidak ingin mendengar itu dari ayah," ucap Tomoe datar lalu berjalan meninggalkan kantor Toki. "Hah ... dasar anak itu."
***
Tomoe berjalan di lorong rumah sakit yang ada di lantai delapan lalu masuk ke lift dan menekan tombol angka enam. Begitu pintu lift terbuka tepat di lantai enam, ia langsung berjalan menuju ruangan yang ada di bagian ujung lorong dengan bagian pintu bertuliskan 'Dr. Shiroima Iza'. Tomoe mengetuk pintu itu sebentar lalu masuk saat sudah mendapatkan izin oleh orang yang ada di balik pintu itu.
"Oh, kau sudah datang. Tomoe," ucap Iza sambil tersenyum senang. Tomoe hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Bagaimana keadaan tunanganmu?" tanya Iza. "Dia belum resmi menjadi tunanganku, kak," jawab Tomoe. "Memang kenapa?" tanya Iza bingung.
"Dia belum setuju mau menikah denganku atau tidak," jawab Tomoe. "Wow ... ini mengejutkan. Jika dia menolakmu, dia akan menjadi wanita pertama yang menolak adikku," ucap Iza terkejut. Tomoe hanya bisa tersenyum kecut untuk menanggapi ucapan Iza.
"Kau tidak perlu berwajah seperti itu. Tenang saja, kalau jodoh kalian pasti akan bersama," ucap Iza. "Apa sih yang kau bicarakan dari tadi kak?" tanya Tomoe kesal. "Haha ... baiklah, ayo kita mulai pemeriksaannya," ucap Iza mengalihkan pembicaraan saat Tomoe sudah terlihat kesal.
Bersambung...