Chapter 7

3198 Words
Hime baru saja masuk ke kamarnya. Ia langsung merebahkan diri di tempat tidur. Pikirannya masih teringat akan ucapan Akira sebelum Iza menggunakan kekuatannya untuk menghapus ingatan orang-orang di rumah sakit.  Ia sungguh tidak bisa percaya, ternyata manusia yang memiliki kekuatan super tidak hanya ada di dalam sebuah cerita saja. Ternyata di dunia nyatapun ada dan orang itu adalah keluarga Tomoe dan Akira. "Masih jam segini. Suzukawa dan Akira memintaku untuk tetap istirahat. Kalau aku keluar juga tidak baik karena aku sedang izin tidak masuk sekolah. Hm ... mungkin lebih baik aku baca n****+ yang belum aku baca saja," ucap Hime lalu berjalan menuju rak buku yang ada di kamarnya. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang menggema di kamar Hime. "Masuk." "Nona, apa Anda ingin makan siang sekarang?" tanya seorang pelayan wanita yang masuk ke kamar Hime lalu membungkukkan badan sebentar sebelum berbicara. "Tolong buatkan pancake saja ya, aku sudah lama tidak makan itu, dan juga tolong bawakan tas sekolahku yang kemarin di titipkan Suzukawa, Nina," jawab Hime. "Baik, nona." Setelah itu, pelayan yang bernama Nina itu langsung keluar dari kamar Hime. Hime berjalan menuju balkon kamarnya dan membaca buku di sana dengan menikmati embusan angin musim semi. *** "Aku pulang," ucap Tomoe sambil berjalan memasuki rumahnya dengan diikuti Akira. "Selamat datang, tuan muda," sapa pria paru baya berambut hitam dengan sopan. "Di mana ibu, Alen?" tanya Tomoe. "Nyonya sedang berbelanja, beliau bilang akan pulang bersama dengan tuan," jawab Alen. Tomoe hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Lama tidak bertemu, Alen," sapa Akira. "Benar, lama tidak bertemu, tuan Akira," ucap Alen. "Kita langsung saja keatas," ucap Tomoe. Akira menganggukkan kepala lalu berjalan mendahului Tomoe. "Tuan muda, bagaimana dengan makan siang?" tanya Alen. "Panggil aku jika sudah siap," jawab Tomoe. "Baik, tuan muda." Setelah itu, Tomoe berjalan mengikuti Akira menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Begitu tiba di kamar Tomoe, Akira langsung membaringkan diri di tempat tidur berukuran queen size. Kamar Tomoe sangat luas dan di desain dengan minimalis. Terdapat tempat tidur berukuran queen size di bagian tengah ruangan dengan sofa di depan tempat tidur untuk menonton televisi. Sisi kiri terdapat dinding dari kaca yang tertutup tirai berwarna hitam, di balik tirai itu juga terdapat pintu kaca menuju balkon yang memperlihatkan halaman belakang rumah Tomoe. Sebelah pintu masuk terdapat meja belajar dan rak buku yang sudah penuh dengan berbagai macam buku. Di sebelah televisi terdapat dua pintu, satu pintu menuju ruang ganti sekaligus kamar mandi, dan satu lagi ruangan yang disiapkan oleh orang tua Tomoe dengan berbagai macam game untuk menghibur Tomoe. Meskipun pemuda berambut cokelat tua ini tidak pernah menggunakan ruangan itu, yang menggunakan ruangan itu hanya Akira jika mengunjunginya. "Apa kau akan langsung tidur?" tanya Tomoe. "Ya, tadi malam aku sangat lelah karena berusaha mati-matian hingga berhasil naik level tiga ratus," jawab Akira sambil menutup matanya. "Kalau begitu aku akan mandi dulu. Kalau Alen memanggil untuk makan siang. Kau turunlah dulu," ucap Tomoe. "Baiklah." Setelah itu, Tomoe berjalan meninggalkan Akira yang sudah terlelap. Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh dari arah kamar mandi. Membuat Akira terkejut dan langsung berlari menuju kamar mandi. "Tomoe, ada apa?" tanya Akira panik sambil mengetuk pintu kamar mandi dengan keras. "Tomoe? Tomoe!" teriak Akira. Karena tidak juga mendapatkan jawaban dari dalam. Akira memutuskan untuk mendobrak pintu kamar mandi. Begitu ia berhasil, terlihat Tomoe yang tidak sadarkan diri di lantai dengan bertelanjang d**a. "Oy, Tomoe! Kau kenapa?" tanya Akira panik. Tomoe yang menutup matanya tidak merespon panggilan Akira dengan napas yang tidak teratur. Akira membantu Tomoe berdiri lalu membawanya ke tempat tidur. Ia baringkan Tomoe di tempat tidur lalu segera keluar memanggil Alen. Beberapa menit kemudian, Akira kembali bersama Alen dan Iza. "Tomoe!" Iza yang terkejut melihat kondisi adiknya langsung berlari menghampiri Tomoe. Ia memeriksa keadaan Tomoe. "Ada apa dengannya kak?" tanya Akira bingung. "Ini gawat, sekarang kekuatan Tomoe sedang perpusat di dalam jantungnya, jika kita tidak segera bertindak, kekuatan itu akan meledakkan jantung Tomoe," jelas Iza. "Apa yang harus kita lakukan?" tanya Akira. "Aku akan melakukan sesuatu untuk menormalkan kembali aliran kekuatannya. Tolong kau hubungi ayah dan ibu," jawab Iza. "Baik." Akira langsung menghubungi Toki untuk memberitahukan kondisi Tomoe, sedangkan Yuu langsung menghubungi Zika. "Tuan Alen, tolong bawakan air hangat," ucap Iza. "Baik." Alen langsung berlari meninggalkan kamar Tomoe untuk membawakan air hangat. "Seharusnya ini di lakukan oleh pengendali air. Tapi, aku harus mencoba apapun sebisaku," ucap Iza. Pertama ia mengatur oksigen di sekitarnya agar bisa membuat napas Tomoe lebih teratur. Setelah itu, ia mencoba untuk menghangatkan suhu tubuh Tomoe dengan air hangat yang di bawakan oleh Alen. Terutama di bagian d**a bagian kanan, untuk menghangatkan jantungnya dan memperlambat kekacauan kekuatan Tomoe. "Aku hanya bisa sampai di sini, bagaimana dengan ibu?" tanya Iza kepada Yuu. "Nyonya akan segera kembali," jawab Yuu. "Kita hanya bisa menunggu ibu kembali. Semoga saja tidak lama," ucap Iza. Setelah lima belas menit menunggu. Zika akhirnya sampai di rumah dan langsung berlari menuju kamar Tomoe. Ia sangat terkejut saat melihat kondisi putranya yang terbaring di tempat tidur. "Ibu, kekuatan Tomoe sedang mengalami kekacauan, jika kita tidak meluruhkannya, kekuatan itu akan meledakkan jantungnya. Untuk sementara aku sudah membuat napasnya teratur dan memperlambat kekacauan kekuatannya. Kekuatan ibu adalah Air, jadi ibu pasti bisa meluruskan sumber kekuatan Tomoe," ucap Iza. "Baiklah, ibu mengerti," ucap Zika lalu berjalan mendekati putranya. Ia letakkan tangannya di d**a kanan Tomoe lalu menutup matanya untuk berusaha berkonsentrasi. Selama lima belas menit Zika berusaha meluruskan sumber kekuatan Tomoe, ia belum menunjukkan tanda-tanda akan selesai. Hingga Toki tiba di kamar Tomoe dan terkejut melihat pemandangan di kamar itu. "Ada apa dengan Tomoe?" tanya Toki kepada Iza. "Sumber kekuatan Tomoe mengalami kekacauan sehingga membuat jantungnya akan meledak. Ibu sedang berusaha untuk meluruskannya," jawab Iza.  "Tapi ayah, apa ini pernah terjadi sebelumnya saat aku di Amerika?" tanya Iza. "Tidak, ini tidak pernah terjadi sebelumnya, sepertiny--" Toki langsung menangkap tubuh Zika yang terlihat kelelahan. "Aku sudah berhasil, sekarang Tomo akan baik-baik saja," ucap Zika. "Kalau begitu aku akan membawa ibumu ke kamar dulu. Kau urus sisanya. Yang lain bisa melanjutkan pekerjaan kalian. Iza, jika kau sudah memeriksa keadaan Tomoe, temui ayah di ruang kerja," ucap Toki. "Baik, ayah," ucap Iza. Setelah itu, Toki membawa Zika keluar dari kamar Tomoe diikuti Alen dan Yuu. Iza kembali memeriksa keadaan Tomoe. "Bagaimana keadaannya kak?" tanya Akira yang sedari tadi hanya terdiam. "Dia sudah baik-baik saja. Terima kasih, Akira. Jika saja kau tidak ada, kami tidak akan tahu apa yang terjadi kepada Tomoe dan bisa saja kami terlambat," ucap Iza.  "Ah, tidak kak Iza. Seharusnya aku lebih memperhatikan keadaan Tomoe. Karena, sebenarnya keadaannya sudah pucat semenjak pulang dari rumah sakit. Tapi, tidak ada yang menyadarinya, aku pikir aku hanya salah lihat karena terlalu mengantuk," ucap Akira. "Kau tidak perlu merasa bersalah. Kalau begitu, aku akan pergi dulu. Tolong jaga Tomoe sebentar," ucap Iza. Akira hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. Setelah itu, Iza langsung berjalan meninggalkan kamar Tomoe. *** Iza mengetuk ruang kerja Toki, lalu masuk saat sudah mendapatkan izin oleh orang yang ada di balik pintu. "Ada apa ayah?" tanya Iza. "Ayah ingin membicarakan masalah penting yang terjadi kepada Tomoe," jawab Toki. Iza hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Kau tahu kan bagaimana keadaan tubuh Tomoe? Sebagai pewaris keluarga Suzukawa, dia bisa mengendalikan semua elemen kekuatan, dia adalah satu-satunya pewaris keluarga yang bisa melakukan itu di bandingkan kepala keluarga sebelumnya. Kakekmu pernah bilang, karena besarnya kekuatan yang di miliki Tomoe, tapi memiliki tubuh yang lemah. Maka akan ada saatnya kekuatan itu dapat menghancurkan diri Tomoe. Itu karena tubuhnya tidak mampu menahan besar kekuatan yang dia miliki, sehingga terjadinya penolakan. Itulah kenapa Tomoe harus segera menikah dengan Shirayuki Hime," ucap Toki. "Tapi kenapa harus dengan Shirayuki Hime?" tanya Iza. Sudah dari dulu, keluarga Shirayuki terkenal dengan keturunan yang kekuatan yang di sebut Holy Maiden. Tapi, sudah lima puluh tahun ini mereka tidak melahirkan seorang Holy Maiden, dan di generasi sekarang tiba-tiba terlahir penerus dengan kekuatan Holy Maiden. Holy Maiden dapat membantu Tomoe untuk menekan kekuatannya jika sampai hilang kendali," jawab Toki. "Jadi, maksud ayah. Shirayuki Hime adalah penerus yang terlahir dnegan kekuatan Holy Maiden?" tanya Iza. Toki hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Itulah kenapa kita membutuhkan Hime untuk menikah dengan Tomoe," ucap Toki sambil membalikkan badan dan menatap pemandangan yang terlihat dari jendela di belakang meja kerjanya. "Tapi kenapa harus secepat ini? Maksudku, mereka bukankah masih berumur tujuh belas tahun?" tanya Iza. "Apa kau lupa Iza? Pertahanan tubuh keluarga Suzukawa akan mulai berkembali di umur tujuh belas tahun, tidak hanya perkembangan tubuhnya, tapi juga kekuatannya. Jika kekuatan Tomoe yang sudah besar itu semakin berkembang, maka tubuh Tomoe tidak akan bisa bertahan, dengan kata lain Tomoe hanya memiliki waktu sampai ulang tahunnya," ucap Toki sambil melirik Iza tajam. Iza yang mendengar itu menjadi sangat terkejut. Bagaimana bisa ia lupa dengan besarnya kekuatan Suzukawa yang dianggap sebagai keluarga monster oleh orang-orang yang mempunyai kekuatan super. *** Hari semakin sore. Hime masih tenggelam dalam cerita yang ada di novelnya, sehingga tidak mendengar panggilan dari kedua orang tuanya yang ada di belakangnya. "Hime!" panggil Mia sambil menepuk pundak Hime. Membuat gadis berambut cokelat muda panjang itu terkejut. "Ah, ibu, ayah. Kalian sudah pulang?" tanya Hime. "Iya, kami sudah memanggilmu tiga kali dari tadi, tapi kamu tidak merespon," ucap Mia. "Ah, maaf," ucap Hime. "Memang apa yang kamu baca sampai seserius itu?" tanya Saiso. "Ah, tidak. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu," jawab Hime. Saiso dan Mia hanya saling berpandangan dengan bingung. "Ada apa?" tanya Saiso. "Ya?" "Kata ibumu, ada yang ingin kau bicarakan dengan kami, jadi ada apa?" tanya Saiso. "Oh, itu. Soal perjodohan ini," jawab Hime. "Ada apa? Apa kau tidak setuju?" tanya Mia. "Ah tidak ... mala sebaliknya, aku menerima perjodohan ini ... da-dan aku mau menikah dengan Suzukawa," jawab Hime dengan wajah yang tiba-tiba memerah bagaikan tomat. "Wah ... benarkah?" tanya Mia senang. Hime hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban lalu mendapatkan pelukan dari Mia. "Kalau begitu ayah akan menghubungi orang tua Tomoe," ucap Saiso sambil mengeluarkan phonselnya. "Tapi, ibu dapat nomor Suzukawa dari mana?" tanya Hime bingung. "Oh itu, tentu saja dari Zika. Dia memberikan nomor Tomoe langsung saat ibu minta," jawab Mia. "Kenapa ibu meminta nomor Suzukawa?" tanya Hime. "Tentu saja, ibu ingin tahu bagaimana pendapat Tomoe mengenai anak ibu dong," ucap Mia sambil tersenyum senang. "Ke-kenapa ibu melakukan itu sih?!" teriak Hime kesal dengan wajah yang sangat merah. "Astaga, manisnya putri ibu," ucap Mia sambil tertawa kecil.  "Baiklah, ayah sudah mengatakannya kepada Toki. Besok kita akan mengadakan makan malam bersama untuk membahas rencana selanjutnya," ucap Saiso. "Baik," jawab Hime. *** Tomoe baru saja membuka matanya, terlihat pemandangan kamarnya yang gelap dan hanya di terangi cahaya dari luar jendela. Ia langsung bangkit lalu menyentuh dadanya, ingatan akan dadanya yang terasa sakit sepert tertusuk kembali terlintas dalam benaknya. "Hm ... sepertinya Akira sudah pulang," ucap Tomoe saat tidak menemukan keberadaan Akira.  Tomoe tidak tahu saat ini jam berapa, tapi ia sangat yakin jika sekarang sudah sangat malam, dan pasti tidak ada orang yang sedang beraktivitas. Tomoe menyibak selimutnya lalu keluar dari tempat tidur. Ia mengambil kemeja putih yang ada di meja belajarnya. Sepertinya kemeja itu sudah di siapkan untuk pakaian gantinya, karena Tomoe hanya bertelanjang d**a. "Aku haus," ucap Tomoe lalu berjalan keluar dari kamarnya. Keadaan rumah yang gelap menunjukkan jika hari menunjukkan tengah malam. Sepertinya semua orang sudah tidur, batin Tomoe. Tomoe berjalan menuju dapur untuk mengambil minum. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari belakangnya saat Tomoe menuangkan minuman di gelas. "Ternyata kau sudah bangun, Tomoe," ucap suara yang sangat familiar baginya. "Ternyata kau, kak. Pasti Akira yang memanggilmu saat aku tidak sadarkan diri," ucap Tomoe sambil meminum minumannya dan menghilangkan rasa dahaganya. "Hahaha ... sudah aku duga jika kau tahu," ucap Iza. "Apa kau akan kembali ke rumah?" tanya Tomoe. "Ya, sepertinya aku tidak bisa tinggal lebih lama di luar karena keadaan adikku yang menghawatirkan," jawab Akira. "Hah..." Tomoe menghembuskan napas berat lalu duduk di kursi makan. "Ada apa, apa dadamu sakit lagi?" tanya Iza khawatir. "Kau tidak perlu terlalu khawatir seperti itu. Aku sudah baik-baik saja, hanya tubuhku terasa sedikit lemas karena terlalu lama berbaring di tempat tidur," jawab Tomoe. "Hah ... aku memang tidak bisa tidak khawatir kepadamu. Kau pasti belum makan. Apa kau mau makan lalu kembali istirahat?" tanya Iza. "Aku baik-baik saja. Aku tidak ingin makan di malam hari," jawab Tomoe. "Apa perlu aku buatkan surat agar kau tidak masuk sekolah?" tanya Iza. "Tidak perlu," jawab Tomoe singkat. "Oh ya, aku mendapatkan kabar dari ayah jika akhirnya Shirayuki menerima perjodohan ini. Besok kita akan makan malam bersama keluarga Shirayuki untuk membahas rencana selanjutnya," ucap Iza. "Hm ... baiklah. Kalau begitu, aku akan kembali ke kamar," ucap Tomoe. Iza hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban, lalu Tomoe berjalan menuju kamarnya. Begitu tiba di kamarnya, Tomoe langsung berjalan menuju balkon yang memperlihatkan pemandangan kota Tokyo yang terlihat masih banyak orang yang melakukan aktivitas mereka. "Dia menerimanya ... Hah ... apa ini akan baik-baik aja?" tanya Tomoe. *** Pagi telah tiba, Hime baru saja turun dari mobil yang mengantarnya di depan gerbang sekolah. Seperti biasa ia sudah menjadi pusat perhatian seluruh murid yang ada di gerbang. "Oh, itu Yamamoto Akira!" Tiba-tiba seorang murid berteriak dengan histeris. Membuat Hime yang mendengar itu langsung membalikkan badan. "Selamat pagi, Hime," sapa Akira ceria. "Selamat pagi," ucap Hime sambil tersenyum lembut. Seperti biasa, setelah Akira keluar dari mobil yang mengantarnya, Tomoe keluar dari mobil yang sama. Kini Hime sudah tahu bagaimana Tomoe dan Akira selalu bersama dari berangkat sampai pulang. Itu karena, jalur mereka ke sekolah sama. Saat berangkat Tomoe akan menjemput Akira dan saat pulang Tomoe akan pulang bersama Akira. Terkadang juga sebaliknya. "Lihat, tuan Suzukawa dan tuan Yamamoto." "Selama beberapa hari tidak melihat mereka. Aku merasa seperti sudah satu tahun tidak melihat mereka." "Tuan Suzukawa terlihat semakin tampan." "Nona Shirayuki." Seperti biasa Hime hanya bisa mengabaikan semua bisikan yang terdengar di telinganya. "Kalau begitu, ayo kita ke kelas," ucap Akira. Tomoe dan Hime hanya menganggukkan kepala mereka sebagai jawaban lalu berjalan bersama dengan Akira yang memimpin. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Tomoe tanpa menatap Hime. "Ah, aku baik-baik saja," jawab Hime dengan wajah yang memerah. "Aku sudah dengar dari kak Iza," ucap Tomoe. "Apa maksudmu, Suzukawa?" tanya Hime bingung. "Kau sudah menerima perjodohan ini. Jadi, aku harus siap ya," ucap Tomoe sambil tersenyum kecil.  "Apa maksudmu?!" teriak Hime dengan wajah yang memerah. Membuat semua mata tertuju kepadanya. "Ada apa Hime?" tanya Akira bingung. "Ah, tidak ada apa-apa," jawab Hime malu. Akira hanya mengangkat kedua bahunya dengan bingung lalu melanjutkan kembali jalannya. "Apa maksudmu tadi, Suzukawa?" tanya Hime dengan wajah yang memerah. "Pfft ... maksudku, kau harus siap dengan semua peraturan keluarga Suzukawa. Memang kau pikir aku mau membahas apa?" jawab Tomoe sambil menaha tawanya. "Aku pi..." Hime langsung mengurungkan niatnya dengan wajah yang sangat merah. Gadis yang menarik, batin Tomoe sambil melirik Hime dan tersenyum kecil. *** Selama kelas berlangsung, Hime hanya fokus kepelajarannya. Namun, beberapa kali ia melirik Tomoe, Tomoe sedang menatapnya, bukan menatap guru yang sedang menjelaskan pelajaran, tapi menatap Hime. Membuat Hime merasa tidak nyaman, karena terlalu gugup mendapatkan tatapan dari pemuda berambut cokelat tua yang ada di sampingnya. Ini pertama kalinya bagi Hime melihat sifat Tomoe yang seperti ini. Biasanya dia tidak akan peduli dengan sekitar dan hanya menatap keluar jendela meskipun tidak memperhatikan guru yang sedang menjelaskan. Bel tanda istirahat telah berbunyi. Guru sejarah yang mengajar kelas mereka langsung menghentikan penjelasannya dan memberikan tugas sebelum keluar dari kelas. Seluruh murid langsung melakukan aktivitas mereka masing-masing. "Tomoe, ayo ke kantin," ucap Akira. "Hm ... baiklah," ucap Tomoe. "Bagaimana denganmu, Hime?" tanya Akira. "Ah, aku membawa bekal. Jadi, aku akan makan di kelas," jawab Hime. "Baiklah kalau begitu." Akira dan Tomoe langsung berjalan meninggalkan Hime sendirian di kelas. "Hah ... ada apa dengan Suzukawa, kenapa selama pelajaran dia memperhatikanku terus?" tanya Hime bingung sambil mengeluarkan bekalnya. Ia menatap ke sekelilingnya, terlihat banyak murid yang membawa bekal dan makan bersama. Tiba-tiba Hime tersenyum sedih, Hime juga ingin makan bersama dengan teman-temannya, seperti yang dilakukan murid di kelasnya. Tapi, ia paham jika tidak ada yang berani dekat dengannya setelah kejadian pembullyan itu. Hime mendengar dari Akira, jika ketiga kakak kelas yang membully Hime dikeluarkan dari sekolah dan orang tua mereka yang berkerja sebagai dokter di rumah sakit Tomoe telah di pecat dengan alasa yang tidak Hime ketahui. Mungkin orang-orang merasa takut kepadaku sekarang, batin Hime. "Anu ... Nona Shirayuki. Apa kami boleh makan bersamamu?" tanya seorang gadis berambut pirang pendek yang membawa bekal makanan bersama dengan temannya yang berambut hitam panjang. "Ah, ya silakan ... Em..." "Aku Shiratori Yui dan ini temanku, Kobayasi Ena," ucap gadis berambut pirang pendek itu dengan ceria. "Ah ya, salam kenal. Silakan panggil aku Hime," ucap Hime. "Kalau begitu, silakan panggil aku Yui dan Ena," ucap Yui dan diikuti anggukan dari Ena. Setelah itu, Ena dan Yui mengambil kursi di dekat meja Hime dan duduk di sisi kanan dan kiri Hime. Tanpa mereka sadari, Tomoe tengah mengawasi mereka dari luar kelas dengan menatap tajam kedua gadis yang berbincang dengan ceria kepada Hime. *** Hari sudah sore, saatnya waktu pulang sekolah. Yui dan Ena langsung berjalan mendekati Hime saat guru sudah meninggalkan kelas. Mereka berbincang dengan ceria seperti sudah berteman cukup lama. "Siapa mereka?" bisik Akira kepada Tomoe. "Tidak tahu," jawab Tomoe datar lalu berjalan meninggalkan kelas. "Ada apa dengannya?" tanya Akira bingung. "Kalau begitu, kami pulang dulu ya Hime," ucap Yui. "Baiklah, hati-hati," jawab Hime. Setelah itu, kedua gadis itu berjalan meninggalkan kelas. "Ada apa dengan Suzukawa?" tanya Hime bingung. "Aku tidak tahu. Sudahlah, biarkan saja. Ayo kita pulang," ucap Akira. Hime menganggukkan kepala sebagai jawaban lalu mereka berjalan meninggalkan kelas. ~~~ Makan malam yang menemukan dua keluarga berjalan dengan lancar. Orang tua Hime dan Tomoe terlihat membicarakan masalah pernikahan mereka dengan serius. Sedangkan Tomoe dan Hime yang duduk bersebelahan hanya terdiam sambil menikmati makanan mereka. Di sebelah kanan Tomoe terlihat Iza yang tertarik dengan sifat orang tua Hime dan Tomoe yang bersikap seperti anak kecil. "Ada apa, Tomoe. Aku terlihat kesal?" tanya Iza bingung dengan suara yang pelan sehingga tidak terdengar oleh orang tua mereka. Hime yang mendengar itu langsung melirik Tomoe. Tomoe yang hanya memperlihatkan ekspresi dingin, membuat Hime bingung. Bagaimana tuan Shiroima bisa mengetahui kalau Suzukawa sedang kesal? Menurutku ekspresinya sama saja seperti biasanya, batin Hime bingung. "Bukan hal besar," jawab Tomoe. "Kau kan bisa menceritakan masalahmu kepada kakakmu ini," ucap Iza. "Aku hanya ingin membunuh seseorang," ucap Tomoe. Membuat Hime langsung tertegun mendengar itu. Hime sudah mengetahui akan kekuatan Tomoe karena penjelasan dari Akira. Tapi, ia berpikir itu tidak mungkin. Mungkin saja Tomoe hanya asal berbicara. "He ... kau ingin membunuh seseorang? Jarang-jarang ada seseorang yang membuatmu sekesal ini. Jadi siapa? Biar aku bantu," tanya Iza. Membuat Hime sangat terkejut. "Hah ... lupakan saja, aku akan mengawasi mereka dulu," ucap Tomoe. Iza hanya bisa menganggukkan kepala untuk merespon ucapan Tomoe. Sedangkan Hime langsung terkejut dengan apa yang dia dengar. Apa yang membuat Suzukawa kesal sampai ingin membunuhnya?  Tunggu-tunggu, bukan itu masalahnya. Bagaimana bisa dia bicara seperti itu dengan mudah? Dan kenapa tuan Shiroima mala mendukungnya? batin Hime bingung. Tomoe yang tidak mengetahui akan kebingungan Hime itu hanya menikmati makanannya dengan tenang. Sedangkan Iza yang menatap wajah pucat Hime hanya tersenyum kecil. Sepertinya dia tahu, batin Iza sambil memperhatikan Hime yang terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri tanpa memperhatikan orang-orang yang ada di sekitarnya. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD