13. SEBUAH KEKUATAN DAN PENGORBANAN

1755 Words
Kegiatan tidur Rakha terganggu karena suara berisik teriakan yang terdengar dari luar kamarnya. Ia pun terpaksa harus membuka kedua matanya karena suara tersebut benar-benar sangat mengganggunya. "Kenapa berisik sekali sih?" keluh Rakha dengan suaranya yang parau. Remaja yang kepalanya terasa sangat berat itu kini menatap ke arah jam dinding yang masih menunjukkan pukul satu dini hari, padahal jam sebelas tadi ia baru saja bisa memejamkan kedua matanya. "Karena peristiwa tewasnya pedagang bakso, aku jadi tidak bisa tidur dan sekalinya aku bisa tidur, orang-orang di luar sana sangat berisik," ucap Rakha. Remaja itu sangat kesulitan untuk tidur dan beristirahat malam ini. Selain karena kepalanya yang terasa sakit, bayangan tentang peristiwa tewasnya tukang bakso yang disebabkan oleh tetangganya itu, sungguh membuatnya kepikiran. Walaupun tetangganya yang menjadi tersangka pembunuhan sudah diamankan, tetapi ia tetap merasa ngeri dan takut. Kini Rakha berjalan ke arah pintu kosan, ia berniat untuk melihat apa yang terjadi di luar sana. Namun, ia menghentikan niatnya itu dan memutuskan untuk melihat terlebih dahulu dari jendela yang masih tertutup gorden. Ia menyibak gorden dan seketika matanya mendelik kaget melihat apa yang terjadi di depan kamarnya saat ini. "M-monster ...." Kini, ia melihat pemandangan yang mengerikan di mana dua sosok manusia, namun terlihat seperti monster, sedang berebut daging ibu pemilik kosan yang masih hidup. Si ibu pemilik kos menjerit kesakitan di saat kedua monster itu menarik tangannya, dan jeritannya pun terhenti saat tubuhnya terbelah menjadi dua bagian. Rakha yang melihatnya kini mengucek-ngucek kedua matanya dan kembali memastikan apakah yang ia lihat ini nyata atau hanya halusinasi. Namun, apa yang ia lihat saat ini adalah nyata. Ia kini hanya bisa terdiam mematung di tempatnya. Dua monster lainnya mulai datang dan menghampiri mayat ibu kos yang sedang disantap oleh dua monster sebelumnya. Mereka memakan daging merah segar itu dengan sangat lahap hingga habis tidak tersisa. Bahkan, darah yang berceceran di tanah pun mereka jilati sampai kering. "Apa-apaan ini?" batin Rakha bertanya-tanya. Ketika ia masih menatap ke arah para monster yang berlumuran darah itu, tiba-tiba saja salah satu dari mereka menoleh ke arah kamar Rakha. Mata mereka pun saling bertemu. "Gawat!" batin Rakha. Seketika itu juga Rakha langsung menutup gorden kamarnya dan bergegas untuk bersembunyi. Ia ketakutan sekarang. "Celaka! Celaka! Celaka!" ucap Rakha. Suara pintu yang digebrak dengan kencang pun terdengar, Rakha yang sedikit sempoyongan itu kini berjalan masuk ke dalam kamar mandi dan memutuskan untuk bersembunyi di sana. Ia mengunci pintu kamar mandi dan lalu bersender untuk menahan agar pintu itu tidak didorong oleh para monster. Tak lama kemudian pintu kamar Rakha berhasil didobrak dan keempat monster itu kini mulai masuk ke dalam untuk mencari keberadaan Rakha. Mereka yang sudah sedikit kehilangan akal manusia mereka, mencari dengan cara mengendus keberadaan Rakha seperti seekor binatang. Namun, mereka tidak berhasil menemukan Rakha di kamarnya. Perhatian mereka pun kini tertuju pada pintu kamar mandi. Keempatnya lantas mendekat dengan penuh antusias. Sementara itu Rakha yang berada di dalam kamar mandi tiba-tiba saja merasakan sakit yang amat sangat di kepalanya. Rasa sakitnya amat sangat luar biasa melebihi rasa sakit yang ia rasakan sebelum-sebelum ini. "Argh!! Kenapa harus di saat seperti ini?!" batin Rakha sembari mengerang kesakitan. Dengan keadaannya yang sekarang, ia tidak mungkin bisa menahan pintu kamar mandi jika para monster itu mendorongnya dari luar. Kini di luar kamar mandi, para monster itu mulai mengendus ke arah pintu kamar mandi dan salah satu dari mereka yang sudah bermutasi sepenuhnya dengan jelas dapat mencium aroma tubuh Rakha dari dalam sana. Ia pun lantas segera mendorong pintu kamar mandi agar ia dan teman-teman sesama monsternya bisa segera masuk ke dalam. Rakha yang merasa monster-monster itu sudah tahu kalau ia bersembunyi di dalam, kini hanya bisa pasrah. Ia tidak bisa melakukan apa-apa dengan kondisinya yang sekarang, apalagi para monster itu berempat, sedangkan ia sendiri. Ia pun menangis sembari terus merasakan sakit yang amat sangat di kepalanya. Di dalam pikirannya terbayang wajah Adipati, Kartini, Ayah dan juga Bunda, merekalah orang-orang yang paling Rakha sayangi. Dan tiba-tiba saja, mata hitamnya kini berubah warna menjadi biru terang dan secara ajaib, Rakha menghilang dari kamar mandi. Tepat setelah remaja itu menghilang, para monster kelaparan berhasil mendobrak pintu kamar mandi. Namun, mereka tidak menemukan keberadaan Rakha di sana. Sementara itu, di suatu tempat yang jauh yang terdapat banyak sekali tanaman liar serta semak-semak lebat yang tumbuh, Rakha yang menghilang dari kamar mandi tiba-tiba saja muncul di sana, ia langsung pingsan tak sadarkan diri tanpa ada seorang pun yang mengetahui kalau ia berada di sana. *** Di rumah Keluarga Pradipta keadaan mencekam pun sedang terjadi di sana. Anjing peliharaan mereka yang telah bertransformasi menjadi monster, mengamuk, menyerang dan memakan semua makhluk hidup yang bergerak di depannya, termasuk para pelayan dan pekerja di rumah itu yang sama-sama telah bermutasi menjadi monster. Papa dan Mama Nando dengan sekuat tenaga mencoba menyelamatkan diri bersama dengan anak semata wayang mereka, Nando. Mereka lebih mengedepankan keselamatan Nando dibanding keselamatan diri mereka sendiri. Nando yang merasa sangat ketakutan dengan kondisi tubuh yang tidak bertenaga, kini berjalan gontai sembari menangis. "Tenang, Sayang, kita akan selamat, kita akan keluar dari tempat ini hidup-hidup," ucap Papa Nando yang saat ini sedang merangkul Nando. "Kami akan selalu bersamamu, Sayang," tambah Mama Nando. Mereka kini hanya perlu berjalan ke arah garasi agar mereka bisa segera keluar dari rumah besar tersebut. Namun, baru saja mereka mendekati pintu yang menghubungkan tempat mereka berada saat ini dengan ruang garasi, tiba-tiba saja pintu itu rusak dan dari dalamnya keluarlah manusia terinfeksi yang sudah hampir sepenuhnya bermutasi menjadi monster dengan tubuh tinggi dan berotot. "Putar arah! Kita tidak bisa lewat jalan ini!" ucap Papa Nando. Ketiganya lantas memutar balik arah dan memilih untuk mencari jalan keluar lain. Namun, belum jauh mereka melangkah, seorang pelayan yang juga sudah bermutasi, kini muncul tak jauh di depan mereka. Ia pun segera berlari dan berniat untuk menerkam ketiganya. Tapi, saat pelayan itu sudah hampir dekat dengan mereka, Neo, si anjing peliharaan, menjebol dinding rumah dan langsung memangsa si pelayan. Melihat hal itu, Papa Nando lantas mengarahkan istri serta anaknya itu untuk kembali melanjutkan langkah mereka. "Ayo cepat kita pergi dari sini!" ucap Papa Nando. Mereka lalu melangkah pergi ke arah gudang yang ada di ruang bawah tanah. Sepertinya Papa Nando memiliki sebuah rencana. Setelah ketiganya tiba di ruang bawah tanah, Papa Nando langsung menggiring istri serta anaknya menuju ke sudut ruangan. Ia menyingkirkan beberapa kardus dan tak lama kemudian tampaklah sebuah pintu yang sepertinya adalah sebuah ruangan rahasia milik Papa Nando. "Masuklah ke dalam dan tetap diam sampai keadaan aman," pinta Papa Nando pada Nando. "Lalu, Papa dan Mama?" tanya Nando yang merasa ada sesuatu yang tidak beres. Papa dan Mama Nando lantas terdiam dan lalu saling tatap satu sama lain. Ada sesuatu yang tampaknya mereka sembunyikan dari Nando. "Pa--Ma," panggil Nando yang perasaannya semakin tidak enak. Papa Nando mengembuskan napasnya berat dan lalu mengusap pucuk kepala anaknya itu dengan lembut. "Nak, kamu tahu kan betapa sayang dan cintanya kami terhadapmu?" tanya Papa Nando dan lalu diangguki oleh Nando. "Apa pun selalu kami berikan hanya untukmu, walaupun itu sangat sulit bagi kami untuk memberikannya." Nando menatap lekat-lekat kedua mata papanya. Air mata tanpa sadar menetes di sudut matanya. "Dan sekarang pun, kami akan berusaha untuk membuatmu tetap hidup, walaupun nyawa kami sebagai taruhannya." Nando menggeleng, ia kini benar-benar sudah menangis. Ia sadar apa yang akan kedua orang tuanya itu lakukan. "Tidak ... tidak ... jangan tinggalkan aku," ucap Nando di sela tangisnya. Papa dan Mama Nando yang kini ikut menangis, lantas mencoba untuk menenangkan Nando. "Sayang," panggil Mama Nando. "Tidak!" ucap Nando dengan suara yang sedikit meninggi. "Sayang, dengarkan Mama," panggil Mama Nando lagi. "Tidak! Aku tidak mau dengar!" Nando kini menutup kedua telinganya. "Sayang," panggil Mama Nando sembari berusaha menenangkan anaknya. "Tidak!" Nando masih keras kepala dan menutup kedua telinganya. Sampai akhirnya Mama Nando memeluk Nando yang saat ini dalam kondisi yang sangat ketakutan. Wanita paruh baya itu menangis sembari memeluk Nando dengan sangat erat, berharap anaknya itu bisa tenang. Nando yang menangis di dalam pelukan mamanya secara perlahan mulai tenang. Emosinya mulai kembali stabil dan tangisannya pun tidak separah tadi. Melihat kondisi anaknya yang sudah jauh lebih tenang, Mama Nando lantas mulai kembali berbicara. "Nando, kami menyayangimu, kamu adalah anak satu-satunya yang paling kami sayangi, anugerah terbaik yang diberikan Tuhan pada kami, malaikat kecil kami yang selalu membawa kebahagiaan dalam hidup kami," ucap Mama Nando. Wanita paruh baya itu berusaha menahan tangisnya untuk menyelesaikan setiap kata-katanya. "Biarkan kami melakukan yang terbaik untukmu, Nak. Kami hanya ingin kamu tetap hidup agar kamu bisa menggapai semua hal yang belum kamu gapai." Nando yang sudah agak tenang, kini mulai menangis lagi, tapi tidak se-emosional sebelumnya. "Tetaplah di sini dan biarkan kami pergi," ucap Mama Nando dan lalu kembali mengeratkan pelukannya pada tubuh Nando. Papa Nando yang sedari tadi melihat istrinya berbicara pada anak satu-satunya yang mereka miliki itu, kini ikut memeluk keduanya. Ia memeluk istri serta anak kesayangannya itu dengan sangat erat. Bahkan, Nando bisa merasakan betapa hangatnya pelukan yang saat ini diberikan oleh kedua orang tuanya. Di momen yang masih mengharu biru itu, tiba-tiba saja terdengar suara pintu gudang yang telah berhasil didobrak. Papa dan Mama Nando lantas segera melepas pelukan erat mereka pada tubuh Nando. "Sudah saatnya," ucap Papa Nando. "Tetap diam dan jangan bersuara. Kami akan memancing mereka untuk keluar dari rumah ini." Papa Nando kembali mengusap lembut pucuk kepala Nando, entah yang ke berapa kali. "Kami menyayangimu. Selamanya," ucap Papa Nando. Ia lalu mengecup kening anak kesayangannya itu yang juga diikuti oleh Mama Nando setelahnya. Kemudian, mereka mulai menutup pintu tempat Nando bersembunyi. Namun, ketika pintu baru bergerak sedikit, Nando tiba-tiba saja memanggil papa dan mamanya untuk yang terakhir kalinya. "Pa--Ma." "Iya, Nak?" sahut Mama Nando. "Nando ... Nando sangat menyayangi Papa dan juga Mama," ucapnya dan kemudian mulai sesenggukan. Papa dan Mama Nando mengangguk dan tersenyum. Keduanya mencoba menahan tangis mereka agar tidak pecah. "Hiduplah dengan bahagia, Nando anakku," ucap Papa Nando dan lalu menutup pintu tempat Nando bersembunyi. Setelah pintu benar-benar tertutup rapat, tangis Nando pun pecah, namun ia segera menutup mulutnya agar suara tangisannya yang pecah itu tidak terdengar sampai ke luar. Tak lama setelahnya, suara anjing peliharaan mereka yaitu Neo, mulai terdengar, diikuti dengan suara Papa dan Mama Nando yang seakan-seakan menggiring Neo untuk mengikuti mereka. "Kemari, Neo!" "Kejar kami!" "Ayo! Sini!" Suara ribut pun terdengar di luar sana selama beberapa saat, hingga akhirnya suara Papa dan Mama Nando serta suara Neo secara perlahan mulai menjauh dan lalu menghilang. Tangis Nando yang sedang bersembunyi, kini semakin menjadi-jadi. Hatinya begitu sakit ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya. Bukan untuk sebentar, tetapi untuk selama-lamanya. "P-pa-pa ... M-m-a-ma ...."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD