14. KEKACAUAN

1436 Words
Hari mulai menjelang subuh, di salah satu perumahan elite di daerah Jakarta Selatan, Jenderal Dipa bersama anggotanya tengah bergerak untuk menyelamatkan orang-orang dari para terinfeksi yang bermutasi menjadi monster pemakan daging. Mereka dengan terpaksa menembaki para terinfeksi demi bisa menyelamatkan orang-orang tersebut. "Jangan sampai ada orang yang tertinggal," pinta Jenderal Dipa. "Siap, Pak!" balas anak buahnya. Jenderal Dipa pun kembali bergerak menjelajahi setiap rumah-rumah yang ada di kompleks perumahan tersebut. Dengan senjatanya, ia siap melawan para terinfeksi dan menyelamatkan orang-orang sebanyak yang ia bisa. Walaupun kondisi gelap dikarenakan listrik yang mati, ia sama sekali tidak takut maupun gentar. Kini ia dan beberapa orangnya sedang memasuki salah satu rumah yang sangat gelap. Suara jeritan seorang wanita pun dapat terdengar oleh mereka. "Berpencar!" ucap Jenderal Dipa. Orang-orangnya pun berpencar. Ia beserta satu orang bawahannya mendapat bagian untuk memeriksa bagian ruang bawah tanah. Ketika ia sampai di ruang bawah tanah, sosok monster tengah asik memakan seorang wanita paruh baya dengan sangat nikmat. Sepertinya, wanita itulah yang menjerit tadi. "Aku terlambat!" batin Jenderal Dipa. Ketika ia merasa sangat menyesal karena keterlambatannya, ia melihat seorang remaja yang sedang bersembunyi tidak jauh dari tempat monster itu berada. Remaja itu terlihat sangat ketakutan. Jenderal Dipa lantas langsung memberikan perintah untuk segera menembak monster tersebut. "Tembak!" ucap Jenderal Dipa. Suara tembakan pun terdengar memenuhi ruangan tersebut, dan monster yang sedang asik menyantap daging manusia itu seketika terkapar dengan kondisi tubuh yang penuh luka. Setelah monster itu tidak bergerak lagi, Jenderal Dipa lantas langsung menyelamatkan remaja yang sedang ketakutan itu. "Tenanglah, kamu sudah aman," kata Jenderal Dipa yang kini memeluk tubuh remaja itu untuk menenangkannya. Ia bisa merasakan tubuh remaja itu bergetar saking takutnya. "Ayo kita pergi dari sini," ajak Jenderal Dipa pada remaja tersebut. Remaja itu pun mengangguk dan kemudian keduanya keluar dari dalam rumah. Jenderal Dipa dengan setia merangkul remaja yang diselamatkannya sembari terus menenangkannya. Dan hebatnya, remaja itu kini tidak gemetaran lagi. Sesampainya mereka di luar, Jenderal Dipa langsung memberikan remaja itu pada rekannya untuk dibawa ke mobil yang akan membawanya ke tempat pengungsian. "Kamu akan aman di tempat pengungsian, jadi kamu tidak perlu merasa takut lagi," ucap Jenderal Dipa dengan suara lembutnya. Remaja itu mengangguk sembari tersenyum. Ia lalu pergi bersama rekan Jenderal Dipa yang ternyata juga membawa beberapa orang yang berhasil diselamatkan. Setelah itu Jenderal Dipa kembali ke tugasnya. Ia kembali mengangkat senjatanya dan bergegas menuju rumah lain yang belum ia datangi. Ia sungguh berharap banyak nyawa yang sempat ia selamatkan. Sementara itu, Dokter Nick dibantu dengan beberapa anggota TNI berniat menggunakan helikopter untuk melihat kondisi Kota Jakarta dari udara. Kini ia sudah duduk di kursinya dan helikopter pun telah siap untuk terbang. "Dokter Nick, apakah tidak apa Anda keluar seperti ini?" tanya seorang anggota TNI yang ikut dalam pekerjaan pengamatan udara ini. Dokter Nick pun mengangguk dengan sangat yakin. "Saya ingin melihat sendiri tingkah dan perilaku para mutasi yang berubah menjadi monster," kata Dokter Nick. Setelah mendengar penjelasan Dokter Nick, helikopter pun lepas landas meninggalkan kawasan pusat BKN. Saat ini Dokter Nick ditemani oleh tiga orang anggota TNI yang siap dengan senjata di tangan mereka. Semuanya terlihat sangat siaga kalau-kalau ada serangan udara yang datang ke arah mereka. "Apa Dokter bisa menggunakan senjata?" tanya pria yang sebelumnya bertanya pada Dokter Nick. Keduanya kini duduk bersebelahan. Sambil menyunggingkan senyumnya, Dokter Nick mengeluarkan senjata Sig P226 dari tas kecil yang ia bawa. Si anggota TNI yang bertanya tadi kini ikut tersenyum. Ia yakin, Dokter Nick bukanlah sembarang dokter, apalagi cara pemuda itu memegang senjata sudah terlihat kalau ia lumayan sering menggunakan benda tersebut. "Abang tidak perlu terlalu mengkhawatirkan saya," ucap Dokter Nick. "Saya tidak akan menyusahkan kalian," tambahnya. Kini helikopter terbang menuju ke lokasi yang disinyalir sebagai tempat paling banyak terjadinya mutasi masal, yaitu di daerah Jakarta Selatan, tepatnya di sekitaran Pondok Indah. "Kalau boleh tahu, siapa nama kalian?" tanya Dokter Nick. "Kalian kan sudah tahu nama saya, jadi akan lebih baik kalau saya juga mengetahui nama kalian." Pria yang sudah beberapa kali berbicara pada Dokter Nick, kini mengenalkan dirinya terlebih dahulu. "Nama saya Aru," katanya. Kemudian ia mengenalkan kedua rekannya yang lain. "Yang itu namanya Boni dan yang itu namanya Maman." Aru mengenalkan kedua rekannya sembari menunjuk mereka agar Dokter Nick tidak tertukar saat memanggil nama mereka. Dokter Nick tersenyum pada keduanya dengan sangat ramah dan senyumnya pun dibalas oleh kedua orang itu tak kalah ramah. "Pilot yang membawa helikopter ini namanya Apri dan co-pilotnya adalah June," kata Aru yang kembali mengenalkan dua rekannya yang ada di depan sana. Dokter Nick mengangguk mengerti, ia kemudian meminta pada Aru dan juga rekan-rekannya untuk tidak terlalu formal dengannya. "Jangan terlalu formal padaku, anggap saja aku sebagai teman kalian sekarang," kata Dokter Nick. "Baiklah," balas Aru. Kini helikopter yang ditumpangi oleh mereka telah sampai di wilayah yang dimaksud. Apri dan June yang menerbangkan helikopter langsung melebarkan kedua mata mereka saking tidak percayanya dengan pemandangan kota yang mereka lihat saat ini. Apri lantas langsung memberitahukannya pada seluruh penumpang yang sedang ia bawa kalau mereka sudah sampai. "Kita sudah sampai," katanya. Setelah helikopter terbang diam dan stabil, Aru, Dokter Nick, Boni dan Maman cepat-cepat melepas sabuk keselamatan mereka dan kemudian Aru segera membuka pintu helikopter untuk melihat apa yang terjadi pada Kota Jakarta bagian selatan itu. Dan betapa terkejutnya mereka dengan apa yang kini mereka lihat. "G-gila," kata Boni. Mulut tentara aktif itu menganga dengan mata yang membulat sempurna. Ia benar-benar terkejut. Sangat terkejut. "Apakah benar ini wilayah Pondok Indah?" tanya Maman. Aru mengangguk pelan. "Ya, benar, ini adalah daerah Pondok Indah," jawabnya. Kini di bawah sana terlihat pemandangan daerah Pondok Indah dan sekitarnya yang sangat kacau balau. Wilayah sekitaran mal besar, kawasan perumahan elite dan bahkan perkampungan warga terlihat sangat porak-poranda. Api juga tampak berkobar di beberapa wilayah dan itu menyebabkan kepulan asap hitam terbang sampai ke langit. Suara alarm mobil, ledakan dan jeritan bisa terdengar oleh mereka yang berada di dalam helikopter. "Dokter ...." Aru menatap ke arah Dokter Nick yang saat ini diam mematung sembari memandang ke arah kekacauan yang terjadi di bawah sana. Bahkan Dokter Nick sendiri saja sampai seterkejut itu melihat kekacauan yang sedang terjadi akibat dari para terinfeksi yang bermutasi menjadi monster. "I-ini benar-benar gawat. Semua ini sungguh di luar dugaanku," batin Dokter Nick. Dari atas sana ia bisa melihat beberapa orang-orang terinfeksi dengan wujud monsternya yang sedang memanjat gedung apartemen dan masuk ke dalamnya dengan begitu liar. Ia tidak menyangka kalau buntut dari sebuah wabah virus yang mematikan akan berakhir seperti ini. "Mereka berperilaku seperti makhluk yang tak berakal, mereka seperti hewan buas." Dokter Nick terus mengamati para terinfeksi sebanyak yang bisa ia lihat dari atas sana. Dengan melihat langsung seperti ini ia bisa lebih mudah untuk memahami perubahan apa saja yang terjadi pada mereka. "Aku harus kembali ke Pusat BKN dan membicarakan hal ini pada semuanya." Dokter Nick bermonolog dengan pikirannya yang penuh dengan berbagai macam solusi yang harus segera ia dan rekan-rekannya temukan. "Aru, antarkan aku kembali ke Pusat BKN," pinta Dokter Nick. "Baik," jawab Aru. Namun, ketika mereka baru saja ingin menutup pintu helikopter, beberapa terinfeksi yang memiliki sayap, kini terbang ke arah mereka. "Sial!" umpat Aru. "Semuanya bersiap! Musuh datang dari arah jam dua!" ucap Aru dengan lantang. Kini, orang-orang yang berada di dalam helikopter itu bersiap untuk melawan para terinfeksi dengan senjata yang mereka miliki, begitu juga dengan Dokter Nick. Ia saat ini sudah memegang senjata Sig P226 yang ia bawa dan siap untuk menembak. *** Di salah satu rumah mewah yang terdapat seorang terinfeksi yang sudah bermutasi, keadaannya terlihat sangat kacau dan berantakan. Noda darah hampir mengotori seisi rumah, bahkan beberapa potongan tubuh yang sudah tercabik-cabik pun berceceran di mana-mana. Semua jejak darah yang ada di rumah itu mengarah ke lantai dua tepatnya ke sebuah kamar yang terdapat banyak sekali sampah bekas makanan serta minuman instan yang berceceran di mana-mana. Pemilik kamar itulah sang terinfeksi yang telah menghabisi semua penghuni rumah beserta para tetangganya yang berada di sekitaran rumah itu. Si terinfeksi itu adalah Alan. Alan yang sangat kelaparan saat ini sedang menyantap seorang gadis yang tinggal di seberang rumahnya. Ia memakannya dengan sangat rakus seperti monster yang belum makan selama berbulan-bulan. Walaupun sudah tahap bermutasi, tapi wujud Alan masih terlihat seperti manusia. Hanya saja, cakar serta giginya menajam bagaikan hewan buas, kedua matanya menggelap dan penciumannya kini bertambah semakin sensitif. Dengan wajah dan tubuh yang berlumuran darah, Alan telah menyelesaikan makannya, namun ia masih tetap merasakan lapar dan butuh asupan daging segar lagi. "La ... par ... ma ... kan ...." Alan kemudian menggeram seperti seekor anjing dan dengan gerakan yang cukup cepat, ia berlari keluar dari kamar. Ia akan kembali berburu untuk memuaskan rasa laparnya yang tidak akan pernah terpuaskan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD