22. TEMPAT YANG KOSONG

2530 Words
Jam menunjukkan pukul empat pagi. Mobil yang Kartini kemudikan sudah melewati jalan memutar yang cukup jauh sejak awal ia berangkat tadi. Gadis cantik itu tidak bisa protes karena jalan yang ia tempuh adalah jalan yang diarahkan oleh Adipati yang saat ini masih menggunakan kekuatan supernya. "Walaupun jalan kita jadi memutar, tapi rute yang Adipati tunjuk adalah rute teraman dan terbersih dari para monster pemakan daging itu," batin Kartini. "Aku masih tidak tahu kita akan ke mana, tapi aku yakin Adipati pasti menunjuk ke tempat teraman untuk kita tinggali nanti." Ia lalu melirik Adipati singkat dan kemudian kembali fokus melihat ke depan, menatap ke arah jalanan. Mobil pun terus melaju dengan Adipati yang masih menunjukkan arahnya. Sampai setelah satu jam perjalanan, Adipati kini tidak menunjuk ke arah jalanan lagi, melainkan ia kini menunjuk ke arah sebuah bangunan supermarket besar yang sudah rusak parah, namun masih kokoh berdiri. Kartini yang melihat adiknya itu menunjuk ke bangunan besar tersebut, langsung paham kalau tempat itulah yang akan mereka jadikan rumah untuk berlindung berikutnya. Dengan lajunya yang pelan, Kartini mulai memasuki area supermarket, yang mana di tempat parkirnya terdapat banyak sekali mobil-mobil rusak yang terparkir dengan berantakan. Ia cukup kesulitan mencari tempat parkir, tapi pada akhirnya ia bisa memarkirkan mobil van hasil temuannya itu. Baginya, mobil van itu sangat berharga karena mungkin, setelah ini ia akan menggunakannya kembali. Setelah mobil terparkir dengan sempurna, Kartini dan Adipati pun turun dan langsung memasuki bangunan supermarket. Adipati memimpin di depan, ia masih tahu ke mana ia harus pergi saat ini. Sementara itu di dalam supermarket, Nando yang belum bisa tertidur sejak pukul tiga pagi tadi karena terbangun berkat firasat anehnya, kini terduduk dan kemudian langsung berdiri sembari menatap ke arah pintu masuk supermarket. Betapa kagetnya ia saat melihat rival sekaligus musuh bebuyutannya yaitu Adipati, tengah berjalan mendekat ke arahnya. Adipati dengan mata birunya yang masih aktif, terus berjalan mendekati Nando. Sosok Kartini pun mengekorinya di belakang sana. Namun gadis cantik itu agak sedikit tertinggal karena langkah Adipati yang sangat lebar. Di saat yang bersamaan, Nando juga berjalan mendekati Adipati. Ada sesuatu yang seperti menariknya untuk mendekat ke arah rival sekaligus musuhnya itu. Kini, kedua teman sekelas yang tidak saling akrab itu saling berdiri berhadap-hadapan. Keduanya saling tatap dengan Nando yang keheranan karena mata Adipati yang kini berwarna biru. Namun tak lama kemudian, mata hitam kecokelatan Nando pun ikut berubah menjadi warna biru langit persis seperti yang Adipati miliki. Keduanya terus saling tatap dan saling tidak percaya kalau mereka bisa bertemu seperti mimpi yang mereka alami kemarin. "Nan," ucap Adipati. "Di," balas Nando. Kartini yang melihat kedua remaja dengan mata biru itu saling tatap, hanya bisa diam dan menonton. Ia yakin, remaja yang berdiri di depan adiknya saat ini pasti juga memiliki sebuah kekuatan super. Ketika momen saling tatap antara Adipati dan Nando masih berlangsung, Adipati secara tidak sengaja melihat isi pikiran Nando. Semua kejadian mengerikan dan menyedihkan yang menimpa pemuda tampan itu, kini terlihat jelas olehnya. Ia pun tanpa sadar meneteskan air matanya. Dan tak berselang lama setelah ia menyaksikan semua kejadian tragis itu, Adipati tiba-tiba saja pingsan dan Nando dengan sigap menangkap tubuhnya. Kartini yang berada dekat dengan keduanya, langsung mengkhawatirkan Adipati yang tiba-tiba saja ambruk di depan matanya. "Adi! Apa kamu tidak apa-apa?!" tanya Kartini khawatir. Sementara itu, Nando yang memeluk tubuh Adipati yang tengah pingsan, kini menatap wajah remaja itu dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Ia terlihat bingung dan bertanya-tanya, namun ia juga terlihat sedih dan senang di saat yang bersamaan. "Jadi ... firasat anehku ini benar-benar berasal darimu, Di" batin Nando. Kemudian Nando yang kedua matanya telah kembali normal, membawa tubuh Adipati yang sedang pingsan ke kasur lipat yang ia gunakan untuk tidur. Kartini pun membantu Nando karena saat itu kondisi tubuh Nando sedikit lemas. Setelah Adipati dibaringkan di atas kasur dan kemudian Kartini memeriksa keadaannya yang ternyata hanya kelelahan, pemuda itu pun sadar sesaat kemudian. Ia menatap sekelilingnya yang mana hanya terdapat Kartini yang kini sedang menatapnya. "Kak ...," panggil Adipati lirih. Dengan dibantu oleh Kartini, Adipati pun berusaha untuk mengubah posisinya menjadi duduk. "Tempat ini ...." Belum selesai Adipati berucap, Kartini sudah melanjutkan perkataannya duluan. "Ya, ini tempat berlindung kita yang baru. Kamu yang menunjukkan jalannya pada Kakak," ucap Kartini. Adipati pun mengangguk. Ia kemudian menanyakan keberadaan Nando yang ia ingat betul kalau sebelum ia pingsan, remaja yang selalu menatapnya dengan tatapan tidak suka itu ada di tempat ini. "Di mana temanku, Kak?" tanya Adipati. Ketika Kartini baru saja ingin menjawab, sosok Nando datang sembari membawa sebotol air mineral dan juga beberapa bungkus roti. Ia lalu melempar botol air mineral yang ia bawa ke arah Adipati dengan cukup kasar dan untungnya Adipati bisa menangkap botol itu dengan sigap, kalau tidak, mungkin saja wajahnya akan terhantam cukup keras dan pastinya itu akan terasa sakit. "Minum seirit mungkin! Karena aku tidak akan memberikan banyak stok minumanku padamu!" ucap Nando ketus. Karena ia yang pertama kali datang ke tempat itu, ia jadi merasa memiliki hak dan kekuasaan atas semua yang ada di tempat itu. Ia kemudian melemparkan bungkus-bungkus berisi roti ke arah Adipati dengan cara yang sama seperti ia melempar botol air mineral tadi. "Begitu juga dengan roti ini. Makanlah seirit mungkin!" katanya dengan suara yang sama ketusnya seperti tadi. Adipati pun tersenyum miris sembari menggelengkan kepalanya pelan, sedangkan Kartini yang melihat perilaku Nando yang sedikit kurang baik pada Adipati, langsung menyadari kalau remaja tampan bertubuh tinggi itu tidak menyukai adiknya. "Di saat seperti ini kamu masih saja bersikap tidak baik padaku, Nan." Adipati menatap lekat-lekat kedua mata Nando. "Tentu saja. Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah bersikap baik padamu karena kamu adalah musuhku!" Di saat semuanya serba susah seperti saat ini, keduanya malah tidak bisa akur. Kartini yang melihat hubungan keduanya kurang baik, lantas mencoba untuk menyatukan mereka berdua. "Adik-adik, yang bageur (baik), yang kasep (ganteng), tidak baik bertengkar seperti itu. Di saat seperti ini ada baiknya kalau kalian saling berteman dengan akur," kata Kartini. Nando dengan tatapan sombongnya, kini menatap ke arah Kartini. Ia sepertinya tidak suka diceramahi seperti itu oleh Kartini. "Tidak usah menceramahiku, Kak," kata Nando yang masih ketus. "Oiya ngomong-ngomong, Kakak boleh mengambil makanan dan minuman sesuka hati Kakak. Tapi, Kakak jangan ambilkan makanan ataupun minuman untuk dia!" tambahnya sembari menunjuk kasar ke arah Adipati. Kemudian Nando pergi menjauh dari tempat itu. Kartini yang masih terkejut dengan sikap Nando, begitu juga dengan Adipati yang merasa tidak nyaman dengan apa yang Nando lakukan padanya, kini hanya bisa diam sembari menatap kepergian Nando. Kartini yang penasaran pun, lantas menanyai Adipati perihal sikap Nando yang tidak baik padanya. "Apakah kalian ada masalah? Kenapa kelihatannya ia sangat membencimu?" tanya Kartini. Adipati menggeleng dan menjawab, "Aku tidak tahu, Kak. Sejak dulu sikapnya sudah seperti itu padaku. Setiap kali aku bertanya kenapa, dia selalu menjawabnya dengan berkata 'aku hanya membencimu'." Tanpa sadar Adipati menunjukkan ekspresi wajah sedihnya dan itu disadari oleh Kartini. Gadis cantik itu lantas segera mengusap lembut pundak Adipati untuk menenangkannya. Ia tahu, adiknya itu pasti sangat kepikiran tentang temannya yang satu itu. "Tenang saja, suatu hari nanti kalian pasti akan menjadi sepasang teman yang akrab," kata Kartini sembari menyunggingkan senyumnya yang manis. "Semoga saja, Kak," balas Adipati. *** Tim Jenderal Dipa tengah bergerak menuju ke salah satu tempat penyimpanan senjata di daerah Tangerang, tepatnya di SMPN 08 Tangerang Selatan. Tempat yang digunakan juga sebagai tempat pengungsian itu adalah salah satu tempat teraman dengan penjagaan ketatnya yang amat sangat bagus. Jenderal Dipa dan timnya sudah dua kali datang ke sana dan keadaan di sana terlihat sangat damai, tenteram dan juga sejahtera. Itulah mengapa ia pun ingin membuat tempat pengungsian miliknya yang ada di Gelora Bung Karno jadi senyaman, setenteram dan sesejahtera tempat itu. Mereka bergerak menggunakan dua mobil baja Barakuda dan sebuah truk muatan besar yang akan menampung stok persenjataan mereka nanti. Truk berada di tengah sedangkan dua mobil baja Barakuda mengapitnya di depan dan di belakang. Perjalanan mereka sudah hampir mencapai tujuan dan untungnya selama perjalanan, jumlah Zyn yang mengganggu tidaklah banyak, jadi mereka bisa mengatasinya dengan cukup mudah. Di dalam mobil baja Barakuda yang ada di depan, Jenderal Dipa sedang memegangi kalung dengan liontin berbentuk cincin yang sama seperti milik Dokter Nick. Ia menatapi kalung itu dengan sangat serius, bahkan sampai tidak berkedip sama sekali. Kilas balik... Semua persiapan telah selesai dilakukan. Kini Jenderal Dipa berserta timnya telah siap untuk pergi mengambil stok persenjataan yang berlokasi jauh dari tempat mereka berada saat ini. "Ayo kita berangkat," ucap Jenderal Dipa pada timnya. Namun, baru saja Jenderal Dipa ingin melangkah masuk ke dalam mobil baja Barakuda, Dokter Nick berteriak memanggil namanya. "Dipa!" Jenderal Dipa lantas menghentikan langkahnya dan kemudian berbalik untuk menghampiri Dokter Nick. "Ada apa?" tanya Jenderal Dipa. Dengan wajah yang terlihat sangat khawatir, Dokter Nick pun berkata, "Berhati-hatilah dan pulanglah dengan selamat." Melihat betapa khawatirnya rekan sekaligus sahabatnya itu pada dirinya, Jenderal Dipa lantas langsung melebarkan senyumnya. Pria tampan yang sering sekali menampilkan ekspresi wajah seriusnya itu, kini terlihat semakin tampan dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya. "Aku janji, aku akan baik-baik saja dan nanti akan pulang dengan selamat," kata Jenderal Dipa. Dokter Nick pun mengangguk dan kemudian tersenyum. Ia melepas kepergian Jenderal Dipa yang saat itu akan kembali melaksanakan tugas berbahayanya. Walaupun Jenderal Dipa berkata kalau ia akan baik-baik saja dan akan pulang dengan selamat, Dokter Nick tetap sangat mengkhawatirkannya. Ia benar-benar tidak ingin kehilangan sahabatnya itu. Kilas balik selesai... Jenderal Dipa masih memandangi kalung yang sangat berharga baginya itu. Sosok Dokter Nick pun terus terbayang-bayang olehnya selama ia memandangi kalung tersebut. "Aku janji, aku akan pulang dengan selamat," ucap Jenderal Dipa di dalam hatinya. Tak lama kemudian, ia dan timnya pun sampai di tempat tujuan. Namun, hal yang aneh pun langsung di rasakan olehnya dan juga anggota timnya. "Tunggu, kenapa sepi sekali? Ke mana orang-orang?" batin Jenderal Dipa. Ia merasa sangat keheranan melihat pos gerbang sepi dan tidak ada seorang pun yang sedang berjaga di sana. Padahal, selama ia mengunjungi tempat itu, pos gerbang cukup ramai dengan para penjaga yang sedang berjaga. Tapi saat ini mereka semua tidak ada dan itu langsung memunculkan kecurigaan pada diri Jenderal Dipa. "Jangan-jangan ...." Jenderal Dipa menajamkan kedua matanya. Salah satu anggota tim turun dan membukakan gerbang agar mobil mereka bisa masuk. Semuanya terlihat bersih dan tidak ada satu pun bercak darah tertinggal di sana. Setelah gerbang terbuka, barulah mobil-mobil itu masuk ke dalam area pengungsian SMPN 08 Tangerang Selatan. Sepanjang jalan menuju lokasi utama tempat pengungsian, mereka tidak menemui satu pun orang. Mereka pun lantas semakin curiga dan meningkatkan kewaspadaan mereka, khususnya Jenderal Dipa. Dan rasa kecurigaan mereka pun terjawab ketika mereka tiba di lokasi utama tempat pengungsian. Mata mereka semua membelalak kaget melihat pemandangan yang ada di tempat itu. "Tidak mungkin," ucap Jenderal Dipa. Ia yang biasanya bersikap tenang, kini sama terkejutnya seperti anggota timnya yang lain. Bagaimana tidak, kini di depan mereka terlihat tumpukan tulang belulang manusia dan hewan yang telah menggunung cukup tinggi. Tulang belulang itu benar-benar bersih dari daging yang menempel di permukaannya. Kini mobil diparkirkan tepat di dekat gudang persenjataan. Jenderal Dipa yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, lantas segera berlari menuju tumpukan tulang belulang yang dilihatnya tadi. "Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa mereka semua kalah dan dibantai habis sampai seperti ini?" Jenderal Dipa mengambil salah satu tengkorak yang ada di sana. Terdapat sebuah lubang menganga di permukaan tengkorak itu yang mana sudah dapat dipastikan kalau kepala pemilik tengkorak itu dihantam dengan sangat keras sampai terciptalah lubang yang menganga. Di tempat itu tidak ditemukan sama sekali bercak ataupun jejak darah. Mungkin, karena guyuran hujan yang deras, jejak darah yang berceceran di mana-mana terbawa oleh air hujan sehingga tidak ada satu pun bekas darah tertinggal di sana. Tanpa sadar, amarah Jenderal Dipa pun naik. Ia semakin muak dengan makhluk-makhluk pemakan daging ini. Rekan-rekan timnya yang berdiri di dekatnya pun dapat dengan jelas melihat betapa marahnya Jenderal Dipa sekarang. "Jika memang kalian harus dimusnahkan, maka akan aku musnahkan kalian semua," ucap Jenderal Dipa dalam hati. Pria itu bertekad kuat akan menghabisi seluruh Zyn jika para dokter, profesor dan ilmuwan tidak dapat mengubah mereka kembali menjadi manusia. Memang terdengar ekstrem, tapi Jenderal Dipa akan benar-benar melakukannya suatu hari nanti. Karena tidak ada seorang pun yang bisa ia dan rekan-rekannya temui di sana, Jenderal Dipa lantas meminta pada timnya untuk segera mengangkut semua stok persenjataan yang ada di tempat itu, masuk ke dalam mobil truk. Ia juga berniat akan mendatangkan beberapa truk lagi untuk membawa semua stok makanan yang ada agar tidak terbuang sia-sia di tempat itu. Namun, baru saja mereka mau bergerak untuk menjalankan tugas mereka, sebuah tulang rusuk manusia tiba-tiba saja melesat dengan sangat cepat dan menancap di punggung salah satu anggota TNI yang saat itu tengah berjalan menuju gudang persenjataan. Untung saja ia tidak tewas dan hanya mengalami luka yang cukup parah di punggungnya. Jenderal Dipa yang melihat ada serangan datang, lantas segera mengangkat senjatanya dan lalu melihat ke arah datangnya serangan. Seketika kedua matanya memancarkan sorot penuh kebencian ketika monster merah bertanduk muncul dan menampakkan dirinya. "Jadi kau ya, yang telah menghabisi nyawa mereka semua," ucap Jenderal Dipa. Zyn merah dengan sepasang tanduk kerbau yang tidak lain dan tidak bukan adalah Alan, kini menyeringai ke arah Jenderal Dipa. Ialah yang sudah menghabisi dan memangsa seluruh orang-orang yang ada di sana persis seperti apa yang terjadi dalam mimpi Adipati. Karena sudah kepalang emosi, Jenderal Dipa lantas segera memerintahkan kepada seluruh anggota timnya untuk menembaki Alan. "Tembak! Habisi makhluk biadab itu!" titah Jenderal Dipa. Rentetan peluru pun melesat dan kini menghujani tubuh Alan. Permukaan kulit hingga dagingnya seketika hancur dan rusak saat peluru-peluru itu mengenainya. Tapi hebatnya, ia masih bisa berdiri walau tubuhnya sudah terluka separah itu. Namun, dari semua bagian tubuh yang rusak, hanya bagian d**a yang terlihat utuh dan bahkan, bagian itu terlihat jauh lebih keras daripada bagian tubuhnya yang lain. Karena sosok Alan tidak kunjung tumbang, Jenderal Dipa lantas memerintahkan seluruh timnya untuk menghentikan tembakan. Ia sangat tidak percaya dengan ketangguhan yang dimiliki oleh Alan. Beberapa saat setelah tembakan terhenti, tubuh Alan yang sudah rusak parah langsung beregenerasi menyembuhkan dirinya sendiri. Regenerasinya terbilang sangat cepat, karena kini Alan telah kembali pulih tanpa ada sedikit pun bekas luka di tubuhnya. Jenderal Dipa pun dibuat semakin tidak percaya dengan Zyn yang kini ada di depannya. "D-dia kembali pulih dengan cepat," kata salah satu anggota TNI. "Bagaimana ini, Pak? Sepertinya makhluk itu tidak akan bisa kita kalahkan," timpal anggota TNI yang lain. Jenderal Dipa pun berusaha memutar otaknya. Ia harus mencari cara agar bisa melenyapkan makhluk biadab ini agar tidak membahayakan orang lain lagi. Namun, ketika ia masih memikirkan cara apa yang harus ia lakukan, Alan yang tidak tertarik sama sekali dengan Jenderal Dipa beserta rekan-rekannya, lantas beranjak pergi dari tempat itu. Jenderal Dipa pun berniat untuk mengejarnya. Tapi karena ia masih bisa berpikir jernih dan tidak terlalu terbawa emosi, ia lantas memilih untuk membiarkan Alan pergi dan lalu mencari cara untuk menghabisinya di lain waktu. "Akan aku ingat kau, Iblis Merah! Dan akan aku habisi kau suatu hari nanti!" batin Jenderal Dipa. Kini ia dan timnya kembali ke tujuan awal mereka, yaitu mengambil stok persenjataan untuk dibawa ke tempat pengungsian mereka. Jenderal Dipa sangat yakin, ia pasti akan kembali bertemu dengan Alan suatu hari nanti dan saat itu terjadi, ia akan pastikan Alan mati di tangannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD