21. PERGI KE TEMPAT BARU

2292 Words
Awan hitam mulai menyelimuti langit Kota Jakarta dan bersamaan dengan itu, embusan angin yang cukup kencang pun berembus dan mulai menerbangkan sampah-sampah ringan ke udara. Sore itu jadi terlihat seperti malam karena mendung yang cukup gelap. Di rumah tempat Kartini dan Adipati berada, Kartini tengah memeriksa sisa stok makanan yang ia dan adiknya miliki. Hanya tinggal sepotong roti yang sudah sedikit berjamur, yang bisa keduanya makan malam ini. Adipati yang kondisinya sudah membaik, kini berjalan menghampiri Kartini yang sedang berdiri di depan kulkas. Ia ikut melihat isi kulkas yang kini sudah didominasi oleh makanan busuk dan basi. Maklum, kulkas itu sudah tidak berfungsi, jadi tidak bisa membuat makanan yang disimpan di dalamnya awet dan tahan lama. Melihat tidak ada lagi stok makanan untuknya dan juga Kartini, Adipati pun lantas mulai bertanya pada Kartini perihal apa yang harus mereka lakukan ke depannya. "Apa yang harus kita lakukan , Kak?" tanya Adipati. Kartini yang mendengar suara Adipati, lantas membalikkan tubuhnya menghadap pemuda itu. "Kamu sudah bangun, Di?" Adipati hanya mengangguk dan kemudian Kartini menghampirinya. Ia lalu memegangi kening dan juga pipi Adipati. Ia tidak lagi merasakan panas di sana. "Syukurlah, kamu sudah tidak demam lagi." Kartini tersenyum lega. Kemudian, Adipati kembali mempertanyakan soal apa yang harus mereka lakukan ke depannya pada Kartini, melihat kini mereka tidak lagi memiliki stok makanan yang bisa mereka makan. "Apa yang harus kita lakukan, Kak?" Sambil tersenyum, Kartini pun menjawab, "Besok pagi-pagi sekali kita pergi dari sini. Kita cari tempat baru yang aman dan tentunya memiliki stok makanan di sana." Mendengar jawaban Kartini, Adipati pun mengembuskan napasnya dengan berat. "Kenapa?" tanya Kartini yang sadar dengan reaksi Adipati tadi. "Tidak, aku hanya lelah karena harus terus berpindah seperti ini," jawab Adipati. Pemuda itu sudah tidak kuat lagi jika harus berpindah tempat untuk ke sekian kalinya. Sangat sulit untuk menemukan tempat tinggal yang aman dengan stok makanan tersedia di sana. Belum lagi mereka harus bertemu dengan para Zyn yang mungkin saja akan membahayakan nyawa mereka. Kartini yang melihat adiknya itu mulai menyerah dengan keadaan, lantas mulai menyemangatinya. Ia tidak mau adiknya itu sampai menyerah di saat harapan masih ada untuk mereka berdua. "Kamu harus bertahan, Di. Sebab nasib baik pasti akan mendatangi kita. Kita hanya perlu bersabar sampai nanti menemukan tempat berlindung terbaik. Yang aman, yang bisa menampung kita, tanpa harus berpindah-pindah lagi. Sampai waktu itu datang, kamu tidak boleh merasa lelah ataupun menyerah. Dan jika kamu merasa harapan tidak lagi bersamamu, ingatlah kalau Kakak ada di sampingmu dan Kakak akan terus bersamamu," ucap Kartini sembari menatap manik-manik mata Adipati dengan penuh keyakinan. Adipati yang sebelumnya telah merasa lelah dan pesimis dengan perjuangan bertahan hidupnya, kini menyesali sikapnya tadi. Tidak seharusnya ia merasa lelah dan menyerah di saat harapan masih ada untuknya. "Maaf," kata Adipati. Kartini dengan penuh kasih sayang mengusap lembut pucuk kepala Adipati. Gadis cantik itu terlihat sangat menyayangi adik lelaki satu-satunya yang ia miliki itu. "Berjanjilah padaku, kita akan berjuang dan bertahan bersama sampai tidak ada lagi harapan yang tersisa untuk kita," ucap Kartini sembari mengajak Adipati untuk membuat janji kelingking dengannya. Dengan senyum yang mengembang di kedua sudut bibirnya, Adipati pun membuat janji kelingking dengan Kartini. "Janji," kata Adipati di tengah-tengah janji kelingking yang sedang ia lakukan. Beberapa jam setelah keduanya mengikrarkan janji untuk selalu bersama, kegiatan makan malam pun dilaksanakan. Malam itu hujan turun, namun tidak terlalu deras. Hanya dengan sepotong roti yang sedikit sudah tidak layak untuk dimakan dan dengan penerangan dari sebatang lilin yang tingginya tinggal setengah batang, keduanya pun menjalankan aktivitas makan malam mereka dengan begitu hikmat. Kartini yang sempat berniat untuk membicarakan perihal mata biru Adipati dan efek yang ditimbulkannya, kini tidak tahu harus memulai percakapannya dari mana. "Ada apa, Kak?" tanya Adipati yang seketika membuyarkan lamunan Kartini. "A-ah? Tidak ... tidak ada apa-apa," jawab Kartini dengan tergagap. Adipati yang sangat yakin kalau kakaknya itu tengah memikirkan sesuatu, lantas meminta Kartini untuk berbicara jujur padanya. "Aku tahu ada yang sedang Kakak pikirkan," kata Adipati. "Katakan saja padaku, aku akan mendengarkannya," tambahnya. Mendengar Adipati berbicara seperti itu, Kartini pun mengembuskan napasnya berat. Ia harus membicarakan soal mata biru yang adiknya itu miliki sekarang. "Kakak rasa, kamu memiliki sebuah kelebihan sekarang," kata Kartini. "Hah? Kelebihan? Maksud Kakak??" tanya Adipati bingung. "Iya, kelebihan. Kamu sepertinya memiliki sebuah kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh manusia normal lain pada umumnya," jawab Kartini. "Maksud Kakak kekuatan super?" "Iya." Kartini yang sudah melihat keanehan saat mata biru Adipati muncul dan juga dengan firasat serta insting aneh yang adiknya itu miliki, meyakini kalau Adipati pasti memiliki kemampuan khusus sekarang. "Sepertinya, Virus-69 telah membuatmu mendapatkan kekuatan ini." Adipati yang mendengar pernyataan serta perkataan Kartini, baru tersadar akan kemampuan supernya. "Benar juga. Semenjak aku terkena virus mematikan ini, aku mengalami hal-hal dan juga mimpi yang terbilang aneh. Aku bahkan secara samar-samar bisa mendengar suara-suara aneh di dalam pikiranku yang entah suara itu berasal dari siapa dan dari mana." Adipati bermonolog. Ia kini menatap Kartini dengan tatapan yang terlihat bingung. Ia masih tidak yakin kalau saat ini ia telah memiliki sebuah kekuatan super. Kartini yang tidak ingin membuat Adipati terlalu kepikiran dengan kemampuan khususnya itu, lantas berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan. "Ya sudah, jangan terlalu dipikirkan. Kita akan pastikan nanti perihal kemampuan khususmu itu," kata Kartini. "Sekarang yang harus kita pikirkan adalah, ke arah mana kita akan pergi untuk mencari tempat berlindung yang baru. Apakah kita akan pergi ke arah utara, selatan, barat ataukah ke arah timur?" Adipati yang telah menyuap potongan terakhir roti yang menjadi menu makan malamnya itu, seketika teringat dengan mimpinya yang melihat supermarket tempat Nando berada. Di mimpinya itu, ia secara samar-samar melihat beberapa makanan yang masih layak untuk dimakan, namun tertimpa beberapa reruntuhan bangunan supermarket. "Aku tahu kita harus ke mana. Tapi aku tidak tahu di mana lokasinya," kata Adipati. Kartini pun mengernyitkan dahinya. "Maksudnya bagaimana? Kamu tahu harus ke mana tapi tidak tahu di mana lokasinya?" tanya Kartini dan lalu hanya diangguki oleh Adipati. "Kakak ingat tentang teman yang muncul di dalam mimpiku kemarin malam?" Kartini mengangguk mendengar pertanyaan Adipati. "Dia berada di sebuah tempat yang terdapat cukup banyak stok makanan, minuman dan juga obat-obatan di sana. Tapi sayangnya, aku tidak tahu di mana tempat itu." Kartini paham sekarang. Itulah sebabnya Adipati tahu harus ke mana sekarang, tapi tidak tahu di mana tempatnya. "Apakah kamu tidak bisa memimpikannya lagi? Kalau bisa, kamu kan jadi bisa bertanya langsung pada temanmu itu mengenai lokasi tempat ia berada sekarang." Adipati menggeleng tanda ia tidak bisa melakukannya. Remaja itu mendapatkan mimpi itu secara tidak sengaja, jadi mana mungkin ia bisa memimpikannya lagi sesuai kehendaknya. "Sayang sekali ya," ucap Kartini. "Tapi semoga saja, saat kita mau beranjak pergi besok, kamu mendapatkan sebuah petunjuk lagi seperti sebelum-sebelumnya, sehingga kita bisa mendapatkan sebuah tempat berlindung yang aman dan nyaman seperti ini lagi." Adipati pun sama berharapnya seperti Kartini. Ia sangat berharap firasat dan petunjuk-petunjuk aneh yang selalu muncul di otaknya, akan datang padanya besok. "Semoga saja," batin Adipati. Setelah kegiatan makan malam selesai, Kartini bergegas untuk tidur. Kali ini Adipati yang akan berjaga dan nanti akan bergantian tidur setelah beberapa jam. Adipati yang bertugas untuk berjaga, duduk di dekat tempat Kartini tidur dengan keadaan ruangan yang gelap karena semua pencahayaan dimatikan. Kondisi tubuhnya sudah baik-baik saja sekarang dan kulitnya yang terlihat pucat seperti saat pertama kali ia datang ke rumah itu, kini mulai terlihat normal. Saat sedang menjalankan kegiatan berjaganya, Adipati memandangi Kartini yang tengah tertidur. Ia melihat betapa nyenyaknya gadis itu tidur. Adipati yakin, pasti kakaknya itu amat sangat kelelahan karena kemarin tidak tidur dan harus mencarikannya obat penurun panas. "Maaf, Kak karena sudah merepotkanmu," ucap Adipati pelan. Dan kemudian, Adipati kembali teringat mengenai ucapan Kartini mengenai kelebihan yang kini ia miliki. Ia memikirkan banyak hal yang mungkin saja bisa ia lakukan dengan kelebihannya itu. "Jika benar aku memiliki kekuatan super, maka aku harus tahu cara menggunakannya dan lalu melatihnya, agar aku bisa melindungi Kak Kartini yang sudah berkorban banyak hal untukku," batin Adipati. Mulai detik itu dan saat itu juga, Adipati bertekad bulat untuk bisa menguasai kelebihannya. Karena ia yakin, selain bisa melindungi Kartini, ia pasti bisa melindungi yang lainnya juga. Setelah empat jam berlalu, kini waktunya Kartini bergantian berjaga. Gadis itu dengan tepat waktu bangun pukul dua pagi dan bergegas untuk melakukan tugasnya. Namun, Adipati yang saat itu mengerti betapa lelahnya Kartini, lantas meminta gadis cantik itu untuk kembali tidur. Tapi dengan lantang, Kartini menolaknya. Ia mengatakan pada Adipati kalau kondisinya saat ini sudah pulih. Rasa lelahnya sudah hilang berkat tidurnya tadi. Karena Kartini terus bersikeras untuk berjaga, akhirnya dengan berat hati Adipati mengalah dan lalu beranjak untuk tidur. Kini, Kartini meneruskan penjagaan Adipati sebelumnya. Pukul tiga pagi, Adipati yang tengah tertidur pulas setelah gantian berjaga dengan Kartini, tiba-tiba saja terlonjak bangun karena sebuah firasat aneh yang ia rasakan. Kedua matanya pun telah berubah warna menjadi biru. Kartini yang sedang berjaga, karena sudah terbiasa dengan kebiasaan adiknya itu, tidak merasa terkejut sama sekali. Ia malah dengan santai menghampiri Adipati yang kini sedang terduduk dengan kedua matanya yang terbuka lebar. "Ada apa, Di?" tanya Kartini. Gadis itu menatap ke kedua manik-manik mata biru Adipati yang saat ini sedikit bersinar di tengah gelapnya malam. Dengan tatapannya yang melihat lurus ke arah depan, Adipati menjawab, "Kita pergi sekarang, Kak." Kartini yang paham kalau kekuatan Adipati sedang aktif, lantas mengiyakan ajakan Adipati untuk pergi. Ia pun dengan segera bersiap dan mengambil pemukul baseball-nya juga senter, stok baterai, serta barang-barang berguna lainnya yang ia temukan di rumah itu, yang mana semua barang-barang itu ia masukkan ke dalam tas yang juga ia dapatkan di tempat itu. "Ayo, kita pergi," ucap Kartini. Dengan bantuan senter yang menerangi jalan di tengah gelapnya malam, Kartini dan Adipati berjalan keluar dari rumah yang sudah dua hari itu mereka tinggali. Adipati yang berada di depan berusaha memimpin jalan sesuai dengan firasat aneh yang kini sedang ia rasakan. Sedangkan Kartini yang mengekor di belakangnya, hanya terus mengikuti ke mana langkah Adipati menuju tanpa sedikit pun merasa khawatir. Itu semua karena sebelum-sebelum ini, setiap kali mereka berpindah tempat sesuai dengan arahan firasat aneh yang Adipati rasakan, mereka hampir tidak pernah bertemu dengan Zyn. Bisa dibilang mereka selalu melewati jalur yang aman dan bebas dari para Zyn. Namun tampaknya hal itu tidak terjadi sekarang. Kini Adipati tengah berjalan keluar dari kompleks perumahan yang mana di depan sana sudah ada dua Zyn setinggi tiga meter dengan badan sebesar dan sebulat bola tengah berdiri di sana. Kartini yang melihat adiknya terus berjalan mendekati kedua Zyn besar itu, lantas mencoba untuk menghentikannya. Namun, Adipati dengan santai menyuruh Kartini untuk tetap tenang. "Tenang saja, Kak. Aku bisa mengatasinya," kata Adipati. Sembari menelan ludahnya susah, Kartini menganggukkan kepalanya. Ia mempercayai perkataan Adipati yang kini sedang berada di bawah kendali kekuatannya. Keduanya pun terus berjalan mendekati kedua Zyn bertubuh bulat dan besar itu. Dan ketika keduanya benar-benar sudah berjarak sangat dekat, Adipati lantas menatap kedua Zyn itu menggunakan sepasang mata birunya, dan kemudian keduanya pun dapat melewati dua monster pemakan daging itu tanpa menarik perhatian mereka sama sekali. Kartini yang melihat apa yang terjadi, langsung teringat dengan Zyn bertubuh agak transparan yang kemarin tidak dapat melihat keberadaannya dan juga Adipati. Padahal saat itu keduanya berada tepat di depan Zyn tersebut. Kini, Kartini menatap Adipati dengan tatapan kagumnya. Ia merasa kalau kekuatan super yang adiknya itu miliki sangatlah hebat. Setelah berjalan beberapa meter dari tempat dua Zyn bertubuh bulat dan besar tadi, tibalah mereka di sebuah jalan raya besar, yang mana Adipati berfirasat untuk pergi mencari tempat baru melewati jalan tersebut. "Kita harus lewat jalan ini, Kak," kata Adipati sembari menunjuk ke arah depan sana. "Apakah jauh?" tanya Kartini. Adipati tidak tahu, tapi firasatnya mengatakan kalau tempat itu sepertinya lumayan jauh. "Sepertinya jauh, Kak," jawab Adipati. Setelah mendengar jawaban Adipati, Kartini pun segera mencari kendaraan yang setidaknya bisa mereka gunakan untuk menuju ke tempat yang Adipati tunjuk. Awalnya Kartini tidak menemukan apa pun di sekitaran tempat awal ia dan Adipati berada. Namun, ketika ia berjalan beberapa meter ke arah barat, barulah ia menemukan sebuah mobil van yang kondisinya masih bagus. Tapi sayang, mobil itu dalam keadaan terkunci. "Aku membutuhkan batu untuk memecahkan kacanya," ucap Kartini dan lalu berkeliling mencari batu dengan ukuran yang pas. Namun, belum sempat ia menemukan batu yang ia cari, Adipati yang mengikutinya langsung menggunakan kekuatan supernya untuk membuka kunci mobil tanpa sedikit pun merusak pintunya. Kartini yang sempat melihat apa yang adiknya itu lakukan, hanya bisa melongo saking kagumnya. "Ayo, Kak kita pergi," ucap Adipati. Kartini pun hanya mengangguk dan lalu keduanya masuk ke dalam mobil. Awalnya Adipati yang akan mengambil alih kemudi, namun Kartini melarangnya sehingga kini dialah yang mengemudikan mobil. Masih dengan mengandalkan firasat aneh yang Adipati rasakan, kedua kakak beradik itu melesat cepat menuju ke tempat berlindung mereka yang baru, yang mana baik Kartini maupun Adipati, tidak tahu pasti di mana tempat itu berada. Sementara itu di tempat Nando berada, ia yang tengah tertidur di bawah salah satu meja kasir tiba-tiba saja terbangun dengan perasaan aneh yang menghinggapinya. "Kenapa ... aku merasa kalau Adipati sedang mendekat ke arahku ya?" batin Nando bertanya-tanya. Ia yang menjadikan Adipati sebagai rival dan juga musuh bebuyutannya, memiliki sebuah perasaan dan sensasi khusus ketika ia sedang berdekatan dengan Adipati. Dan perasaan serta sensasi itu kini tengah ia rasakan dan itu membuatnya sangat bertanya-tanya. Nando pun bangun dari posisi duduknya. Ia kini berdiri sembari menatap lurus ke arah pintu masuk supermarket yang mana dalam keadaan terbuka lebar. "Apakah kamu sedang menuju kemari, Di?" Nando bermonolog. "Jika iya, aku harap kamu sampai ke sini dengan selamat." Kemudian tanpa diduga-duga, Nando mengembuskan uap dingin dari dalam mulut dan juga hidungnya. Uap putih itu dapat dengan jelas Nando lihat dan ia rasakan sensasi dinginnya. Dengan perasaan takut jika ia akan berubah menjadi Zyn, Nando pun kembali tidur dalam keadaan tubuhnya yang semakin memucat. Ia memaksa kedua matanya terpejam agar ia bisa segera tertidur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD