Adriana International School...
Dengan penuh kewaspadaan tim yang dipimpin oleh Jenderal Dipa berjalan masuk ke dalam bangunan sekolah yang besar. Jenderal Dipa mengamati sekitarnya sebelum ia dan timnya bergerak lebih jauh ke dalam bangunan sekolah yang sangat berantakan dengan banyaknya akar-akar pohon yang menjalar hampir di seisi ruangan yang mereka lewati.
"Bencana Zyn baru saja terjadi beberapa bulan terakhir, tapi bangunan sekolah ini terlihat seperti sudah ditinggalkan selama ratusan tahun," batin Jenderal Dipa.
Akar-akar pohon yang tumbuh di sana terlihat sangat tidak normal. Mereka seakan-akan tumbuh dengan sangat cepat dan itu membuat Jenderal Dipa jadi merasa curiga. Ia pun meningkatkan kewaspadaannya, terkhusus pada akar-akar pohon yang ada di sana.
Walaupun sekolah itu terlihat sangat berantakan, terbengkalai dan rusak, bangunan sekolah itu masih memiliki sumber daya listrik untuk menghidupkan seluruh peralatan elektronik yang ada di sana. Dan Jenderal Dipa berniat untuk mengambil sumber daya listrik itu sebagai cadangan di kamp pengungsiannya.
Adipati yang berada di tengah-tengah formasi barisan, terus melepaskan sinyal telepatinya untuk mendeteksi setiap ruangan yang ada di sekitarnya. Dan sepanjang langkahnya memasuki bangunan Adriana International School, belum ada satu pun tanda-tanda kehidupan yang ia dapatkan.
"Bagaimana, apa sudah ada yang kamu tangkap dengan kekuatan telepatimu?" tanya Jenderal Dipa.
Adipati menggeleng sembari mengembuskan napasnya berat. Kemudian Jenderal Dipa kembali menyuruh Adipati untuk terus mencari menggunakan kekuatan supernya, sementara ia akan membagi timnya untuk berpencar demi bisa mempercepat penelusuran mereka.
"Aku dan Adipati akan melalui jalan ini," kata Jenderal Dipa sembari menunjuk ke arah tangga yang menuju ke lantai dua.
"Sedangkan tiga orang akan melewati jalan yang itu dan sisanya akan melewati lorong yang itu," tambahnya sembari menunjuk ke arah pintu yang ada di sebelah barat dan juga lorong yang sedikit tertimbun oleh bagian atap yang runtuh.
Semuanya langsung bergerak setelah perintah dikeluarkan. Mereka bergerak sesuai rute yang Jenderal Dipa arahkan. Mereka harus bergerak cepat untuk menjelajahi seluruh bangunan sekolah karena waktu terus berjalan dan hari semakin sore. Masih ada satu sekolah lagi yang harus mereka datangi hari ini, dan mereka tidak boleh tiba di sana terlalu malam karena itu akan menyulitkan pekerjaan mereka.
Saat ini di lantai dua tempat Jenderal Dipa dan Adipati berada, keduanya berjalan berdampingan sembari terus mengedarkan pandangan mereka. Mereka berjalan dengan sangat hati-hati demi menghindari lantai yang sedikit rapuh.
Setelah berjalan cukup jauh dan mengecek setiap ruangan hanya dari jendela kacanya saja, kini Jenderal Dipa dan Adipati mulai memasuki salah satu ruangan. Adipati bilang kalau di dalam ruangan itu tidak ada orang karena sinyal telepatinya tidak menangkap adanya pergerakan makhluk hidup di dalamnya. Namun, Jenderal Dipa bersikeras untuk tetap masuk karena ada hal lain yang ingin ia lakukan di sana.
Di dalam ruangan yang terdeteksi aman, Jenderal Dipa langsung menurunkan senjatanya dan lalu mulai berjalan menuju ke sebuah lemari kayu kaca yang ada di dekat meja jendela kaca yang menghadap ke luar. Dengan tangannya yang berotot, ia mencari sesuatu yang sepertinya sangat penting baginya.
"Jenderal, apa yang sebenarnya Jenderal cari?" tanya Adipati.
"Sebuah kunci," jawab Jenderal Dipa singkat.
"Bagaimana Jenderal tahu kalau lemari itu menyimpan kunci yang Jenderal cari?" tanya Adipati lagi.
"Aku sudah terlatih, jadi aku tahu ruangan mana saja yang selalu dijadikan sebagai tempat menyimpan kunci."
Dan tak lama kemudian ia pun menemukan apa yang ia cari. Sebuah tas kunci yang terdapat banyak kunci yang menggantung di sana.
"Untuk apa kunci-kunci itu?" tanya Adipati untuk yang ketiga kalinya.
"Untuk membuka ruangan sumber daya listrik," jawab Jenderal Dipa. "Aku ingin mengambil UPS (Uninterruptible Power Supply) yang ada di tempat ini untuk cadangan listrik di kamp kita," tambahnya.
Adipati pun hanya mengangguk sebagai respons atas jawaban yang Jenderal Dipa berikan.
"Jika kita tidak menemukan siapa pun yang hidup di sini, setidaknya kita mendapatkan sesuatu untuk dibawa pulang," kata Jenderal Dipa.
Kemudian keduanya melanjutkan kegiatan berkeliling mereka sembari menuju ke tempat yang disinyalir sebagai ruangan sumber daya listrik.
Sementara itu di luar bangunan Adriana International School, Nando dan Dokter Nick masih setia menatap ke arah gedung sekolah yang megah. Mereka menunggu kedatangan rekan-rekan mereka yang masuk ke dalam sana tanpa sedikit pun memperhatikan pepohonan rimbun yang tumbuh di sekitaran tempat mereka berada.
Keduanya menunggu tanpa ada satu pun dari mereka yang berbicara. Sampai akhirnya Nando yang merasa bosan, kini memulai percakapan dengan Dokter Nick.
"Menurutmu, apakah sekolah ini yang Adipati maksud?" tanya Nando tiba-tiba.
Dokter Nick yang tiba-tiba saja mendengar Nando berbicara, lantas mengalihkan pandangannya ke arah Nando. Wajahnya terlihat bingung.
"Kamu berbicara padaku?" tanya Dokter Nick sembari menunjuk dirinya sendiri.
"Tidak, aku berbicara dengan hantu! Ya denganmu lah, Dokter!" kata Nando dengan ketus.
Mendapat omelan dari Nando, Dokter Nick malah menyunggingkan senyumnya. Ia kemudian menjawab pertanyaan Nando sebelumnya.
"Aku tidak tahu apakah benar sekolah ini yang Adipati lihat di dalam mimpinya. Tapi berharap saja, semoga sekolah yang dimaksudkan bisa segera ditemukan dan orang-orang yang berada di sana dalam keadaan yang selamat dan baik-baik saja."
Harapan Dokter Nick langsung diaminkan oleh Nando di dalam hatinya. Ia berharap sama dengan dokter yang masih muda itu karena sahabat-sahabatnya kini berada di sana.
"Semoga saja," ucap Nando.
Kemudian Dokter Nick beralih menanyai Nando perihal hubungannya dengan Adipati. Ia begitu penasaran karena keduanya sering sekali bertengkar dan pertengkaran itu dimulai oleh Nando.
"Apakah kamu dan Adipati memiliki sebuah masalah? Aku lihat, kamu sering sekali mengajaknya berdebat" tanya Dokter Nick.
Nando sempat terdiam sejenak mendengar pertanyaan Dokter Nick. Dan baru setelahnya, ia menjawab pertanyaan pria itu tanpa dibarengi dengan penjelasan yang jelas.
"Tidak. Aku tidak punya masalah apa pun dengannya."
"Tapi kelihatannya, kamu seperti tidak menyukai Adipati. Pasti ada sesuatu ya, sehingga kamu sampai berperilaku seperti itu padanya?"
Nando mengembuskan napasnya pelan. Ia merasa malas jika harus membahas perihal hubungannya dengan Adipati.
"Dok," panggil Nando.
"Ya?" jawab Dokter Nick.
"Tolong jangan bahas hubunganku dengan Adipati. Sungguh, aku merasa sangat tidak nyaman."
Merasa tidak enak dengan Nando, Dokter Nick pun langsung menutup mulutnya dan tidak lagi menanyakan perihal hubungan Nando dan Adipati.
"Maafkan aku, aku hanya ingin mengenal kalian lebih dekat, sungguh," kata Dokter Nick dan kini kembali menatap ke arah depan.
Mendengar Dokter Nick berkata seperti itu, kini malah Nando yang jadi merasa tidak enak. Ia tidak tahu kalau Dokter Nick ingin lebih mengenalnya dan juga Adipati. Namun, ia memutuskan untuk mengabaikan perasaan tidak enaknya itu dan lalu kembali fokus menatap ke arah Adriana International School. Tapi sesekali, ia kembali memikirkan pertanyaan Dokter Nick tadi.
"Apakah ketidaksukaanku ini terlalu berlebihan?" batin Nando.
"Padahal, Adipati tidak pernah berbuat buruk padaku dan malah aku yang selalu berbuat buruk padanya." Kini ia merasa bingung sendiri atas perilaku buruknya pada Adipati.
"Apakah aku harus mengubah sikapku?" Pertanyaan itulah yang kini terus menempel di pikirannya.
Di saat Nando masih anteng dengan pikirannya sendiri, Dokter Nick yang sedang memperhatikan bangunan sekolah, tiba-tiba saja merasakan embusan angin yang sangat sejuk menerpa tubuhnya. Ia pun lantas beralih memandangi pepohonan hijau yang ada di sekitarnya.
"Tunggu dulu, aku baru sadar," batin Dokter Nick.
"Kenapa pohon-pohon di sini begitu rimbun ya?"
Ia terus memperhatikan pepohonan yang ada dengan beberapa kecurigaan yang mulai muncul di dalam pikirannya.
Kembali ke dalam bangunan sekolah. Tiga orang rekan Jenderal Dipa yang kini memasuki area basemen, dikejutkan dengan penampakan sebuah jantung pisang raksasa berwarna merah, yang berdenyut-denyut layaknya jantung manusia, tepat di tengah-tengah ruang basemen.
"Benda apa ini?" tanya salah seorang dari mereka.
"Aku tidak tahu. Coba sentuh saja," timpal yang lainnya.
Karena rasa penasaran yang begitu tinggi, mereka pun akhirnya menyentuh jantung pisang raksasa itu. Dan hal yang tidak terduga pun terjadi setelahnya. Akar-akar tanaman yang sebelumnya terlihat normal, kini mulai bergerak. Warna merah yang berasal dari jantung pisang itu, kini menyebar ke seluruh akar-akar tanaman yang ada di tempat itu.
"Apa yang terjadi?" kata pria yang tadi menyentuh jantung pisang.
Ia dan rekannya kini terlihat bingung dan sedikit panik dengan apa yang terjadi.
"Lebih baik kita beritahukan hal ini pada Jenderal Dipa."
"Iya, ayo kita pergi sekarang!"
Mereka bertiga pun bergegas untuk pergi. Namun, ketika mereka baru saja akan berjalan ke arah tangga, tiga buah akar tanaman berujung runcing dengan cepat langsung menembus jantung mereka. Ketiganya pun tewas seketika dan kemudian tubuh mereka diseret secara kasar oleh beberapa akar tanaman yang ada.
Di lantai dua, yaitu di tempat Jenderal Dipa dan Adipati berada. Adipati yang sebelumnya tidak merasakan adanya kehidupan di tempat itu, kini merasakan sebuah sinyal telepati yang tiba-tiba saja muncul dan semakin lama semakin menguat. Tapi anehnya, ia merasakan sinyal telepati itu hampir memenuhi seluruh bangunan sekolah.
"Ini aneh," kata Adipati.
"Kenapa?" tanya Jenderal Dipa.
"A-aku tidak tahu harus mengatakan apa. Tapi ... sepertinya ada sesuatu yang terjadi," jawab Adipati.
Dan selang beberapa detik setelah Adipati berbicara seperti itu, akar-akar pohon yang mengelilingi mereka pun mulai berubah menjadi merah. Seperti ada aliran darah yang mengalir di dalamnya dan terus merambat ke akar-akar pohon yang lain.
"Tingkatkan kewaspadaanmu, Di," ucap Jenderal Dipa.
"Heum!" Angguk Adipati.
Di luar bangunan sekolah pun juga terjadi hal yang sama. Akar-akar serta pepohonan yang mengelilingi tempat itu mulai berubah menjadi merah, bahkan hingga ke daun-daunnya.
"Sudah kuduga, ada sesuatu yang aneh dengan pohon-pohon ini," batin Dokter Nick.
Nando yang juga sadar dengan keanehan yang sedang terjadi, dengan cepat memasuki mode siaganya. Bersama dengan rekan-rekan Jenderal Dipa yang lain, mereka pun bersiap menghadapi segala hal yang akan terjadi.
Dan tak lama kemudian, akar-akar tanaman berwarna merah yang terlihat sangat kuat dan kokoh mulai keluar dari dalam tanah, dan lalu bergerak ke arah mobil-mobil baja Barakuda yang sedang terparkir.
"Tembak!" teriak rekan Jenderal Dipa yang ditugaskan memimpin tim yang ada di tempat itu.
Hujan tembakan pun mengenai akar-akar tanaman yang terlihat sangat lapar itu. Nando yang adalah satu-satunya Genesis di tempat itu, ikut melakukan serangan dengan membekukan setiap akar-akar tanaman yang mengarah ke arahnya.
"Dokter Nick! Masuklah ke dalam mobil! Di sini sangat berbahaya!" pinta Nando.
Tapi Dokter Nick menolak dan malah mengambil senjata yang tersedia di dalam mobil.
"Aku akan membantumu!" katanya.
"Dokter!" teriak Nando.
"Tenang saja! Aku bisa bertarung melawan mereka!" Dokter Nick tetap bersikeras ingin membantu melawan.
Nando pun akhirnya hanya bisa pasrah dan lalu membiarkan Dokter Nick untuk ikut bertarung melawan akar-akar tanaman merah yang kini semakin banyak bermunculan dan terus mengarah ke tempat mereka berada.
Di dalam bangunan sekolah, Jenderal Dipa dan Adipati pun ikut disibukkan dengan akar-akar tanaman merah berujung runcing yang sejak tadi mencoba untuk menusuk tubuh mereka. Untung saja mereka dapat bekerja sama untuk menghancurkan akar-akar itu sembari saling melindungi satu sama lain.
Dor!
Dor!
Dor!
Jenderal Dipa menembak tiga akar tanaman yang ditahan oleh Adipati menggunakan kemampuan telekinesisnya. Ia menembaki akar-akar itu hingga hancur dan dari dalamnya keluarlah aliran darah segar dengan jumlah yang sangat banyak.
"Apakah akar-akar ini adalah Zyn?" batin Jenderal Dipa bertanya-tanya.
Ketika ia masih berpikir, salah satu akar tanaman hampir saja mengenainya. Untung saja Adipati berhasil menahan akar tanaman itu menggunakan kemampuan telekinesisnya dan lalu meremasnya hingga hancur. Jenderal Dipa pun amat sangat berterima kasih pada Adipati.
Keduanya pun terus bertarung sembari berjalan mundur ke arah yang tidak ada akar tanamannya. Namun, apa yang mereka lakukan itu cukup sulit karena akar-akar tanaman dengan jumlah yang sangat banyak terus mengejar mereka.
"Apakah kamu bisa menahan akar-akar itu dengan kekuatanmu?" tanya Jenderal Dipa. "Jika bisa, maka aku akan melemparkan beberapa granat ke arah mereka," tambahnya.
"Akan aku coba," jawab Adipati.
Dengan fokusnya yang tinggi, Adipati mengarahkan kedua telapak tangannya ke arah depan dan lalu dengan kekuatan telekinesisnya, ia menahan semua akar-akar tanaman yang mengarah ke arahnya.
"Jenderal! Cepat lempar granatnya! Aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi!" ucap Adipati.
Dengan cepat, Jenderal Dipa mengambil dua granat yang ia bawa dan lalu menarik tuasnya. Kemudian ia melemparkan kedua granat itu tepat ke celah-celah akar tanaman dan granat-granat itu pun langsung terselip di sana.
"Menjauh!" ucap Jenderal Dipa sembari menarik tubuh Adipati untuk menjauh.
Dan tak lama kemudian, ledakan besar pun terjadi, menghancurkan semua akar-akar tanaman hingga menjadi kepingan. Jenderal Dipa dan Adipati sedikit terhempas hingga terjatuh oleh gelombang kejut yang ledakan tersebut hasilkan. Tapi untungnya, keduanya dalam kondisi yang baik-baik saja.
Ketika Jenderal Dipa dan Adipati berusaha untuk bangun, tiba-tiba saja atap yang berada di atas mereka runtuh. Tapi dengan kekuatan telekinesisnya, Adipati dapat menahan reruntuhan itu hingga nyawa mereka berdua dapat terselamatkan.
"Refleks yang bagus," ucap Jenderal Dipa.
"Terima kasih," balas Adipati.
Keduanya kini menatap ke arah akar-akar tanaman yang telah hancur dan terbakar di depan sana. Ledakan granat tadi berhasil menghentikan pergerakan mereka yang sangat liar. Namun tak berselang lama, akar-akar itu beregenerasi dan kembali ke bentuk mereka semula.
"Sial!" umpat Jenderal Dipa.
Keduanya pun lantas kembali bersiap untuk menghadapi datangnya serangan akar tanaman. Tapi kali ini, akar-akar tanaman merah itu memancarkan percikan listrik di permukaan tubuh mereka. Mereka yang telah menyerap sumber daya listrik yang ada di tempat itu, kini semakin bertambah kuat berkat adanya aliran listrik di dalam tubuh mereka.
"Celaka! Akar-akar ini ternyata adalah Zyn berkemampuan khusus. Aku butuh lebih banyak bantuan di sini," batin Jenderal Dipa.
Ia kemudian mengalihkan perhatiannya pada Adipati yang berdiri di sebelahnya.
"Jangan sampai lengah, Di. Karena akan sangat gawat jika kamu sampai lengah sedikit saja," kata Jenderal Dipa pada Adipati.
Adipati yang baru pertama kali mengalami situasi seperti itu, lantas hanya bisa mengangguk mendengar ucapan Jenderal Dipa. Ia tidak takut, ia hanya khawatir kalau ia akan menjadi beban bagi Jenderal Dipa.