BAB 7. Pernikahan di Percepat, Aku Senang

1332 Words
Aku tersenyum geli melihat isi chat Wendy tentang Ayah dan Bunda yang entah kenapa bisa datang ke Unitku. Aku memang tidak memberitahu mereka kalau pagi ini aku ada pekerjaan di Rumah Sakit. Mungkin Bunda ingin mengomel seperti biasa sehingga mengajak Ayah pagi-pagi datang ke Unitku. Orang tuaku memang sering datang ke Apartemen, entah untuk mengomel atau hanya sekedar untuk mengajak aku makan. Mungkin aku lebih mudah di temui di banding Chiko sekalipun kami sama-sama sibuk. Belakangan ini, Bunda mulai banyak drama karena dua putranya mulai jarang di rumah. Mungkin beliau mulai merasa kesepian karena tidak ada yang di omeli sebab Jelita hampir tidak pernah kena omel. Aku mengernyit heran melihat pengakuan Weny tentang pacar. Setahuku gadis nakal itu tidak memiliki kekasih karena Renald yang berhasil aku depak dari perusahaan itu mengaku hanya berteman dengan Wendy saja. Alasan kenapa dia bisa sampai makan malam di tepi pantai adalah karena mereka berdua dapat hadiah dari nenek Wendy untuk keberhasilan kinerja Season kemarin. Selain itu ada hal lain lagi yang membuat aku merasa lebih tenang, yaitu pengakuan bahwa dia tidak menyukai perempuan. Tapi bagaimanapun untuk mengantisipasi takut Wendy memiliki rasa pada Renald yang aku ku akui cukup tampan itu, aku memutuskan untuk mendepaknya dari perusahaan dengan menawarkan hal yang lebih menggiurkan. Dan yang lebih membuat aku khawatir lagi adalag, Wendy menerima tantanganku untuk mengenalkan pacarnya. Aku mendesah kesal, jika sampai Wendy benar-benar memiliki pacar aku akan memastikan dia menghilang ke ujung dunia. Tidak peduli, bagaimanapun caranya. Wendy hanya milikkku, dan sampai kapanpun akan selalu seperti itu. Lagipula kami juga akan menikah sebentar lagi. “Jangan bohong! Jika memang benar kamu punya pacar ajak dia bertemu denganku, dua hari lagi aku akan mengosongkan jadwal.” Balasku lagi dengan kesal. Moodku langsung berantakan. “Apa gunanya aku mempertemukannya denganmu?” Wendy membalas dengan ragu, padahal tadi dia sudah setuju untuk mengajak pacarnya bertemu dengaku. Kenapa dia tiba-tiba ragu? Apa dia takut aku akan berbuat sesuatu pada pacarnya? Memang benar, aku pasti melakukan sesuatu. Regarta orang baik? Tentu saja bukan. “Kenapa? Takut? Atau jangan-jangan kamu bohong soal pacar itu?” balasku sengaja memanasinya. “Aku bilang kan akan mengenalkannya padamu berarti aku akan mengenalkan. Jangan kamu pikir, kamu doang yang bisa punya pacar.” Aku nyaris membanting ponselku membaca balasan Wendy. Apakah dia benar-benar punya ke kasih? Di Indonesia? Rasanya emosiku langsung sampai di puncak dan ingin mengamuk. Tapi aku harus tetap tenang karena dengan tenang aku bisa berpikir jernih. Karena itu aku memutuskan untuk pulang ke rumah siang ini. Kembali ke Apartemen akan membuatku semakin merindukan Wendy sebab di kamarku pasti akan tertinggal banyak baunya. Karena saking emosinya, aku sampai lupa tadi pagi Wendy melaporkan bahwa orang tuaku tahu soal tanda merah yang sengaja aku buat di leher Wendy. Alhasil ketika sampai di rumah aku langsung di jewer oleh Bunda. “Ampun bund.” Kekehku geli. Ayah hanya melirik saja di depan telifisi dan terlihat tidak beranio mengusik kemarahan istrinya. Dasar Ayah pungut menyebalkan, padahal saat beliau dalam masalah karena berurusan dengan Bunda aku sering membantunya. “Ampun kamu bilang? Kamu bikin calon mantu Bunda nangis Regarta! Kenakalan kamu mulai nggak bisa Bunda pikirkan pakai akal sehat. Maksudnya apa bikin leher Wendy jadi kaya gitu? Kalau dia ketemu temennya malu Rega!” Bunda mengomel sambil memelintir telingaku. Aku yakin sekarang sudah merah. Tapi aku tidak bisa marah sekalipun di perlakukan seperti ini oleh Bunda karena memang aku salah. “Ya, emang nggak perlu Bunda pikirkan pakai akal sehat Bund.” Aku malah terkikik. Membayangkan wajah merah Wendy saat kepergok oleh Orang Tuaku ada di Unitku dengan segala keadaan yang mendukung kecurigaan mengarah pada hal-hal tabu entah kenapa membuat aku ingin tertawa. “Aw, Bund ampun Bund. Jangan di tabok juga! Kan Rega udah di jewer.” Kikikku geli. “Kamu emang pantas di tabok. Kalian belum menikah Regarta! Kalau mau begituan nikah dulu!” ucap Bunda gemas sekali. Terlihat dari tangannya yang terus menaboki aku. “Rega nggak ngapa-ngapain Bund, sumpah. Cuma iseng aja.” Ucapku lagi masih dengan kekehan. Setelah itu Bunda mengomel panjang sekali, Ayah ikut nimbrung karena Bunda berteriak agar Ayah jangan cuek. Akhirnya aku mendapatkan ceramah panjang menyebalkan dari mereka berdua. Ceramah panjang ini menghasilkan sebuah keputusan bahwa pernikahan kami akan di percepat. Oh tentu saja aku berpura-pura tidak mau tapi di dalam hatiku senang bukan kepalang. Jika tahu ini akan terjadi sudah sejak kemarin aku beri tanda di leher Wendy dan menunjukkannya pada Ayah dan Bunda agar pernikahan kami di segerakan. Lebih menyenangkan lagi karena Wendy pasti akan kesal mendengar kabar ini. Ayah dan Bunda bahkan langsung mengabari Mom dan Dad yang sedang ada di Denmark. Kemungkinan mereka akan pulang dalam waktu dekat. Moodku langsung membaik mendengar kabar ini. Karena itu siang ini aku memutuskan untuk pergi ke kantor hingga sore dan membiarkan Wendy benar-benar beristirahat. Bunda mengatakan kakinya terlihat semakin bengkak. Wajar saja dia terkena kursi lumayan kuat kemarin. *** “Pak Rega yang terhormat, kakiku bengkak sekali, bolehkah aku ijin tidak masuk kerja satu hari lagi.” Sebuah pesan yang di kirim Wendy semalam baru aku baca pagi harinya. Aku langsung membelasnya setuju. Wendy juga mnenyertakan foto kakinya yang memang terlihat lebih bengkak dari kemarin. Mungkin nanti pulang dari Rumah Sakit aku akan menjenguknya. “Udah sarapan belum? Mau aku pesenin makan?” aku mengirim pesan lagi pada Wendy sebelum berangkat kerja tapi hingga aku selesai operasi pagi ini tidak di baca sekali. Padahal dia bisa bikin status tentang tanaman di Apartemennya dua menit lalu. Menyebalkan sekali gadis nakal ini. Lihat saja, aku pasti akan memberinya pelajaran. “Gimana kondisi kaki kamu?” aku kembali mengirimi Wendy pesan tapi hingga menjelang siang tak kunjung mendapatkan balasan. Aku kesal sekali padahal aku merindukannya setengah mati. Atau jangan-jangan dia benar-benar sudah memiliki kekasih? Moodku langsung buruk. “Kirimkan foto Desain yang kemarin kamu kerjakan, harus ada foto kamu juga. Saya tunggu lima menit.” Aku merubah taktik dengan membawa soal pekerjaan tapi tidak kunjung mendapatkan balasan juga. Kesalku sudah sampai di ambang batas, karena itu aku membuka galeri dan mencari foto yang kemarin aku siapkan untuk momen semacam ini lalu menguploadnya di sosial media. Tidak sampai lima menit aku akhirnya mendapatkan chat darinya. Wendy memang harus di jahili dulu baru meresponku dengan menggemaskan. Dan sesuai rencana, aku akhirnya mendapatkan fotonya dengan wajah yang langsung membuat aku tertawa terbahak-bahak. Dia sengaja mengirimi aku foto dengan wajah di jelek-jelekan di sertai Desain revisi yang jujur saja menarik perhatianku. Aku tersenyum bangga melihatnya. Alasan kenapa aku terus memintanya merevisi Desain yang dia setorkan kemarin adalah karena aku tidak menemukan ciri khas dirinya di dalam Desain yang dia buat. Aku suka sekali caranya memadu padankan tema klasik dan modern di setiap gaun yang dia rancang di akun rahasianya dengan follower nyaris lima ratus juta itu. Akhirnya aku sekarang menemukannya di desain baju-baju musim panas yang akan di keluarkan Season berikutnya. “Oke, Desain ini ACC.” Balasanku langsung di balas Voice Note teriakan bahagia olehnya. Aku tertawa geli. Sebahagia itu hanya karena desainnya aku Acc? Menggemaskan sekali gadis ini. Aku jadi merindukannya. Aku melepas jas putihku kemudian menyambar kunci mobilku. Tugasku hari ini sudah selesai dan aku juga sudah menyelesaikan pekerjaan di kantor kemarin. Karena itu hari ini aku tidak pergi ke kantor, lebih baik aku berduaan dengan Wendy sekaligus memeriksa lukanya. Aku mampir ke Apotek terlebih dahulu untuk membeli obat-obatan yang di perlukan untuk merawat lukanya, setelah itu aku melaju menuju Apartemennya. Tapi sesampainya di sana aku berpikir. Wendy tidak mungkin mau membuka pintunya jika aku datang begitu saja. Aku harus mencari alasan yang tepat untuk datang ke Unitnya dan kalau bisa di masakkan sesuatu olehnya karena aku rindu masakannya juga. Senyumku terbit dengan sempurna melihat luka di tanganku yang masih memerah. Aku akan menjadikan luka ini alasan supaya aku bisa datang ke Unitnya sekaligus bisa mendapat masakannya. Sejak dia menginap di Apartemenku kemarin, aku jadi mudah sekali merindukannya. Mungkinkah setelah menikah nanti aku jadi malas kemana-mana lagi karena di rumah ada yang selalu aku rindukan? entahlah, intinya pernikahan di percepat aku senang sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD