Part 5

1478 Words
"Hahahaha..Serius?" Tanya Nita penasaran setelah mendengar cerita Ana tentang Bram. Ana menceritakannya asik sambil menyeruput kuah bakso dihadapannya. "Ha,terus-terus?" Semakin lama posisi Nita semakin dekat dengan Ana. "Yah gitu,udahlah.. Lo itu masih dibawah umur,belum bisa cinta-cintaan." Ana menoyor kepala Nita supaya kembali ke tempatnya semula. "Enak banget Lo,habis gelap timbullah terang." Balas Nita sambil mengunyah bakso dimulutnya. "Maksud Lo? Gue bingung deh,belakangan ini Lo sering ngomong ngawur. Apa jangan-jangan,setan yang dirumahnya Bram pindah dan masuk ke elo? Serem Ahh!" Ana menggoncangkan bahunya seperti bergidik ngeri. "Ayu gak sekolah lagi,trus Bram masuk dan sebangku sama lo.Berarti itu adalah takdir." Kini Nita yang biasanya super duper lelet berbicara berubah menjadi seperti tukang peribahasa. Saat ingin menjawabnya, tiba-tiba Ana melihat wajah Nita berubah. Seperti sedang melihat sesuatu. Ia mengikuti arah mata Nita dan melihat sekelompok cowok datang dan duduk disamping meja mereka. Nita tak berkedip sedikitpun. Tap..Mata Ana tertangkap tepat saat sedang melihat seseorang yang ingin duduk ditengah-tengah mereka, Bram. "Eh,cewek cantik kok disini? Memang benar kata pepatah,jodoh gak jauh atau gak lari kemana. Ini,ini dia yang gue suka. Bahkan di kantin aja gue bisa ketemu jodoh gue." kata Bram ngaco. Ana langsung mengalihkan pandangannya pada bakso itu dan berusaha menahan malu. Wajahnya semerah tomat. Mereka semakin menggoda dan mengganggu Ana. Ia langsung berdiri sambil mengeluarkan uang untuk membayar baksonya. "Cabut yuk,panas banget disini. Pantesan aja,soalnya dipenuhi sama makhluk astral tak kasat mata!" Ana menarik tangan Nita yang masih terdiam. "Emmm,bakso gue masih banyak,Nana." Nita menyempatkan memasukkan dua bakso kemulutnya. "Udah,nanti gue beliin Lo dua mangkuk," Paksa Ana tak sabar. Mereka pun keluar diiringi teriakan dari teman-teman Bram. " Loh,kok pergi?Padahal gue udah mesan Lo semangkuk cinta ditambah jus hati buat kita berdua Na,sabar dikit dong." Gombal Bram yang mendapatkan tatapan tajam dari Ana. "Awass ya Lo,bakalan gue hajar dibangku nanti!" Ancam Ana sambil mengepal tangannya. "Iya,yang sabar dikit ya sayang. Gue bakalan datang kok,tahan dulu ya." Teriak Bram saat melihat Ana pergi. Mereka tertawa bersama melihat Ana berlalu dengan wajah lucu. Bel berbunyi. Les terakhir berlangsung. Guru yang mengajar adalah ibu Tika.semua siswa berlari kekelas masing-masing. Termasuk geng Bram. Mereka berhamburan saat ibu Tika mulai berjalan sambil membawa sebuah penggaris panjang beserta busur. "Masuk!Masuk!" Teriak Bu Tika saat melihat beberapa siswa duduk di bangku depan kelasnya. "Selamat siang anak-anak" Sapa ibu Tika saat sampai didepan kelas. "Siap,siang" Balas semua siswa sebelas IPA dua. "Keluarkan buku matematikanya sekarang! Kita ada tugas bukan?" Tanyanya dengan tatapan begitu kejam. Semua siswa sibuk membuka buku mereka. Ibu tersebut mulai berkeliling. "Mana tugasnya?" Tanyanya kepada Lauren. " Belum Bu,saya lupa!" Jawab Lauren ketakutan. Ibu Tika memegang lengan Lauren lalu menekan nya sehingga Lauren merasa geli. Begitu seterusnya kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas. "Saya tidak pernah melihat kamu! Apakah kamu murid baru?" Bu Tika menurunkan kacamatanya ketika melihat Bram. "Iya Bu,saya baru datang kemarin" Jawab Bram sopan. "Jadi kamu sebangkunya Ana?" "Iya Bu, begitulah" "Baguslah kalau begitu,kamu bisa belajar dengannya setiap saat. Jangan malah bermain-main!" "Beres Bu," Balas Bram sambil mengacungkan jempolnya. "Baik,kita mulai pelajarannya." Ibu Tika mengambil spidol dan mulai menulis di papan white board. " Persamaan garis lurus. Ada yang sudah tahu bagaimana rumus mencari garis dan gradien?" Tidak ada yang menyahut seorang pun. Ibu Tika langsung melihat kearah depan meja guru, "Ana?" Dengan sigap Ana menjawabnya benar. Bram melongo dan memperhatikannya lama. Suatu hal yang membuat Ana merasa risih. "Apaan lagi sih Lo?Ngelihat gue mulu. Jijik banget gue jadinya." Ana menatap tajam Bram. "Soalnya elo itu cakep. Cakep banget malah." Bram menyenderkan kepalanya ke meja,sambil melihat dari samping wajah Ana. Memperhatikan setiap detail mulai dari alis,mata,hidung dan bibirnya. "Oke,gambarkan grafiknya sekarang!" Ujar Bu Tika. "Iya bu," semuanya mulai menggambar. Bram mulai menggambar grafik yang dipapan tulis. Ia lupa membawa penggaris. Dengan mata cemerlang ia melihat didepannya sebuah penggaris berwarna pink. Dengan polos Bram mengambilnya. Tetapi sesuatu terjadi. Tap.... Hal itu terulang kembali! Ternyata Ana juga ingin memakai penggarisnya. Kini tangan mereka saling bersentuhan satu sama lain. "AWAS TANGAN LO!" Seru Ana vokal. Bram terkekeh sambil mengangkat tangannya. "Memang jodoh pasti bertemu," bisiknya ketelinga Ana sambil mengelus-elus tangannya itu. Beratus sumpah!Nih cowok reseknya minta ampun deh,aduh kenapa sih tadi gue mau ngambil penggaris itu juga?Sekarang dia mengelus-elus tangannya. Mungkin dugaan gue benar,dia sinting! "Kok Lo diam aja?" Bram mendekatkan wajahnya kepada Ana. "Tau Ahh,gelap!" Balas Ana geram setengah mati. Saatnya pulang! Semua siswa heboh,girangnya berlebihan. Ada yang ngeroker keatas meja sambil memutar-mutar jaketnya,ada yang teriak kehebohan,dan langsung raib keluar. "Ana,Lo mau kemana? Kita pulang bareng ya?" Bram menggenggam tangan Ana saat ia hendak keluar kelas. "Gue mau Teater. Trus rapat Pramuka. Mungkin pulangnya lama. Lo deluan aja,gue biasanya naik angkot kok," Jawab Ana datar. "Yaudah,kalau gitu gue ikut juga Teater sama Pramuka. Biar bisa selalu bersama Lo," Ana mulai emosi. "Gak usah,mending Lo gombalin ibu Inem aja deh,di tata usaha. Biar ibu itu ada gairah untuk hidup. Kalau Lo gombalin gue,yang ada malah gue makin eneg lihat Lo." "Gue sukanya sama elo,bukan Bu Inem. Trus itu gimana dong?" "Gak boleh,Lo itu yah. Kita baru kenal tapi lo udah ngaco aja kerjanya,pengen gue smackdown yah?" Ana mulai kehabisan kesabaran. Ingin rasanya ia memutar tangannya lalu menendang Bram,biar dia gak emosian lagi. Untung saja Ozi datang dan menghilangkan niat Ana. "Woyy,Ana!Lo dipanggil kak Wahyu. Katanya rapat Pramuka. Trus tadi gue juga jumpa sama kak Enjel,katanya latihan Teater." "Untung aja,gue bisa nahan" Ana bergumam sambil memegang dadanya. Ia hendak pergi keluar kelas, tetapi Bram menahan tangannya. "Ana,lo mau kemana?" "Kepo!" *** Setelah selesai latihan, Ana berjalan dikoridor sekolah. Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dari belakang. "Ehh,elo ternyata Van,gue hampir aja teriak." Ana melihat kebelakang,ternyata dia adalah revan. Si ketua OSIS paling keren seantero sekolah. "Kok lama banget pulangnya?" Tanya Revan seraya menyamakan posisinya disamping Ana. "Iya,tadi Teater latihan. Trus Pramuka juga rapat. Makanya penat banget otak gue." Ana tersenyum kecil. Revan mengangguk-angguk sambil membuka sebuah map. " Te..A..Ter...Kayaknya program kerja jangka panjang organisasi Lo belum dikasih ya ke OSIS?" Tanya Revan sambil menutup map berwarna biru itu. Ana menepuk jidatnya lalu melihat mata Revan dengan mata memelas. "Sorry,gue lupa banget.Nanti malam gue kirim lewat email,bisakan?" Dia seolah memohon penuh harap. "Beneran,gue janji!" Ia mengangkat jari kanannya membentuk tanda v seperti tanda perdamaian. "Yaudah,gak papa kok. Bener ya,jangan janji-janji lagi. Lo ingatkan,kalau Teater itu dibawah naungan Osis,jadi harus mengikuti peraturan yang di buat..." Tiba-tiba mata Revan ter belalak dan langkahnya terhenti. Ana yang keheranan pun mengikuti arah pandangan Revan. Ia melihat seorang cowok berjaket hitam duduk di atas ninja berwarna hijau. "Loh,elo ngapain disini Bram?Kan udah gue bilang deluan aja" Ujar Ana terkejut. "Gue kan udah janji kita bakalan pulang bareng,makanya gue nungguin elo disini." Balasnya santai. Tunggu! Revan mana? "Ngapain lagi Lo disini?Gak puas udah ngancurin reputasi gue di SMP?Lo itu manusia apa enggak sih?Taunya nyari masalah mulu." Ternyata Revan udah berada dihadapan Bram dan kini tangan kirinya meremas kuat kerah baju Bram. "Wow,wow..Santai bro,gue gak mau berantem sama Lo. Lo gak denger kabar ayam kalau gue murid baru disini? Aahhhh, sayang banget,lo ketinggalan lagi!" Dengan ekspresi santai Bram menepis tangan Revan lalu merapikan kerah bajunya. Tampaknya mereka udah saling kenal deh,tapi dari raut wajah mereka seolah ada sebuah dendam dan kebencian besar yang terjadi. Tanpa basa-basi revan langsung mendaratkan tangan kanannya yang sudah lama terkepal ke wajah mulus Bram. Buuggggggg "Sialan Lo," Pekiknya. "Eh,eh,apaan sih kalian?kayak Kevin seagel lagi berantem sama Van Damme aja," Ana memisahkan mereka dan menjadi penengah. Ia mencoba menenangkan suasana.Untung saja Bu Farida sudah pulang,kalau tidak! "Hah..Cuma segitu doang tenaga Lo? Yang cuma berani berantem didepan cewek?Lemah banget sih?" Bram berekspresi meremehkan. Ana kebingungan,apa sih masalah mereka? Kok tiba-tiba berantem? Dengan wajah polos Bram menarik tangan Ana dan berjalan meninggalkan Revan yang masih belum puas menuntaskan emosinya. "Pulang yuk!" Ajaknya sambil memegang erat tangan dingin Ana. Mereka sampai di parkiran.Bram menyalakan ninjanya cepat lalu memakai helm. "Naik!" Ucapnya pada Ana. "Hah?Iya," Ana naik dan memegang pundak Bram. Mereka melewati Revan,Bram mengelekson sambil tersenyum miring. "Gue deluan yah," Teriak Ana. Revan hanya tersenyum kecil kemudian berjalan sendiri kearah mobilnya. Sepanjang perjalanan Ana hanya diam sambil memikir-mikirkan kata untuk membuka percakapan. Bram selalu meliriknya dari spion. "Mau ngomong apa sih neng?Kebelet pipis? Laper? Atau mau ngambil sesuatu?Bilang aja,gak papa kok." Bram membuka kaca helmnya sambil memelankan ninjanya. Aduh mampus gue! "MMM,gue boleh nanya gak?" "Apa sih yang enggak buat Lo,ya bolehlah" "Lo punya masalah apa sama Revan?Gue boleh tau gak?" "Kepo lo" Balas Bram jahil. "Nanti,waktu lo jadi bini gue. Gue bakalan ngasih tau semuanya sama lo." Lanjutnya lagi. Ana memukul bahu Bram. "Saraf lo,," "Memang iya,makanya gue pindah sekolah." Balas Bram genit sambil melirik jahil Ana dari spion. Ana terdiam. Lama-kelamaan terukir sebuah senyuman di wajahnya. "Ohhh,cantiknya ciptaan Tuhan.." Bram berteriak kencang. Ana yang awalnya tersenyum kemudian mendekatkan telinganya kepada Bram. "Apaan?" Tanyanya dengan ekspresi penasaran. "Enggak,gue keinget sama Bu Inem aja." Bram tersenyum jahil lagi. Mereka menjadi artis jalanan siang itu. Dan yang mungkin satu kata yang sedang mereka rasakan.. Nyaman.. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD