PROLOG
Aku berlari sekuat yang aku bisa. Dengan nafas menderu kuusahakan supaya aku bisa sampai ke tempat itu tidak terlambat. Air hujan yang mengguyur tubuh ini tak kuhiraukan lagi. Aku takut dia kenapa-kenapa. Aku takut dia terluka. Aku takut dia hilang. Karna aku mencintainya. Jantung ku semakin berdetak tak beraturan ketika melihat kerumunan massa membentuk lingkaran ditengah lapangan yang becek ini. Dengan berani ku belah kerumunan itu dan menerobos masuk kedalam.
Tidak! Oh tidak! Ini tidak boleh terjadi! Tidak boleh! Aku yakin dia masih hidup!
"STOPPPP!!!!" Aku berteriak sekuat tenaga. Memekik telinga mereka yang mendengar. Melawan deru nafas yang sudah membengkak dalam d**a.
Dia sudah hilang. Pria itu menikam benda tajam kedalam perutnya. Dan 'dia' seketika terjatuh bergelimpangan darah. Air hujan yang jatuh ikut mengalirkan darahnya yang merah ke atas permukaan bumi Pertiwi. Aku berlari dengan terpincang-pincang. Berlutut di sampingnya dan menarik kepala dia ke atas pahaku. Dia merintih kesakitan. Aku tau dia menangis. Ku peluk dia sambil menangis tersedu-sedu. Aku tak mau kehilangan dia. Aku sangat mencintainya dan tidak bisa hidup tanpanya. Aku hanya mau dia.
"TIDAK!!!!!" Suara gadis itu menggelegar di dalam ruangan kamarnya. Dengan nafas menderu dia terduduk. Akhirnya dia sadar bahwa itu hanya mimpi. Mimpi yang setiap malam membuat dia takut untuk tidur lagi. Namun, hingga kini dia tidak tau siapa lelaki itu.
"Syukurlah! Ternyata hanya mimpi." Gadis itu mengusap keningnya yang berkeringat hebat. Jantungnya juga berdetak kencang. Mimpi itu serasa sangat nyata. Cukup nyata membuat dia menggigil ketakutan. Dilihatnya jam,ternyata masih jam dua belas lewat tiga puluh lima. Setelah beberapa saat dia merenung,kembali dia merebahkan diri dan menarik selimut. Berharap mimpi itu sudah pergi dan melanjutkan tidur kembali.
***
"Ana,tolong dengerin cerita gue! Lo udah bahas buku itu sampai habis kemaren! Ngapain dibahas lagi?" Memiliki seorang teman yang kutu buku memang menghasilkan suka dan duka tersendiri. Begitulah yang dialami oleh Nita, gadis aktif yang sudah lebih satu jam hanya menjadi saksi bisu bagi sahabatnya yang sangat fokus membaca buku. Berulang kali dia mengeluh supaya direspon,namun sahabatnya itu malah tidak memperdulikannya.
"Ana,gue pulang aja deh kalau gitu!" Tak juga merasa di pedulikan,Nita beranjak untuk pergi.
"Jangan pergi! Iya,iya... Gue tutup nih buku! Kemaren ada materi yang gue gak ngerti. Kebetulan dapat buku lain,yah gue bahas deh!" Ana menahan Nita supaya tidak jadi pergi. Gadis itu mendengus. Ana memang paling jago membujuk dia kalau udah marah.
"Elo sih,gue dari tadi ngomong panjang kali tinggi sama dengan lebar tapi Lo cuma ngerespon dengan Hem,apa,oh,iya?oke.
Gue bosan, adek juga punya hati bang,"Nita bertingkah seperti jomblo kesepian. Ekspresinya yang dibuat seperti wanita kurang dibelai membuat Ana spontan tertawa.
"Iya gue minta maaf. Sebagai gantinya,gue mau ngelakuin apa yang Lo minta saat ini." Gadis itu mengangkat jari kelingkingnya,hendak membuat janji dengan Nita. Namun,gadis di depannya itu malah menepis tangan Ana.
"Udah deh, gak usah. Gue tau Na,Lo itu jomblo. Masalah hati udah cukup Lo deritain,gausah sok kuat dengan niat mau menghibur gue!" Katanya mendramatisir keadaan.
Ana yang gak terima dengan pernyataan Nita barusan,langsung berdiri mendekatinya. "Preeetttt,Lo aja yang jomblo! Gue mah single!" Balasnya sedikit kesal sambil menarik ujung rambut Nita.
Mereka berdua berantem bohongan sambil tertawa ria diatas kasur. Saling melempar guling lalu kembali diam sambil merebahkan diri. Ana bangun lalu berjalan ke arah meja belajarnya. Membuka gorden jendela kamar sedikit lebih lebar.
"Gue rasa Lo cocok deh jadi penerus Bu Reni," Gak ada topik ,Ana tiba-tiba menyinggung nama seorang guru yang paling Nita gak suka.
"Apa Lo bilang?" Dengan tangan anti lelet Nita melempar gadis berkacamata itu dengan bantal guling yang dari tadi dipeluknya. Namun Ana dengan cepat menghindar lalu menjulurkan lidah.
Nita yang merasa kesal duduk bersandar pada dinding sambil memegang wajahnya."Elo ya,emang muka gue seabstrak itu?" Tanyanya yang tampaknya agak kurang terima karna dibilang mirip sama Bu Reni.
Alasannya,karena Bu Reni itu guru yang paling super disekolah.Setiap ia masuk, semua cewek harus ikat rambut satu.Kalau ngajar suaranya datar,kayak mendongeng gitu dan gak boleh ada suara sedikitpun. Akibatnya kelas jadi sunyi seperti sedang hening cipta bahkan ada yang sampai tertidur pulas.
Trus kalau ngasih tugas sedikitnya bukan main,tiga lembar kertas polio dalam satu hari itu suatu muzizat bagi setiap kelas yang dimasukinya.Dan yang lebih parah lagi,jangan sampai Bu Reni mendapatkan secuil sampah disekitarnya.Baik itu sampah permen,atau sisa penghapus saja di meja. Karna kalau hal itu terjadi,satu kelas bakalan disuruh ngesot sama tuh guru. Sekilas info mengenai beliau.
"Becanda kok,ah kamu gitu aja langsung baper,"Ana mencolek Nita dengan genit, membuatnya sontak terkejut dengan ekspresi jijik.
"aisshhh.. jijik banget gue!"
Mereka kembali tertawa bersama. Begitulah mereka, terkadang saling menghina bahkan sampai berkelahi untuk beberapa menit. Beradu pendapat sudah biasa bagi mereka berdua,namun mereka tetap saling melengkapi dan selalu bersama dalam keadaan apapun.
Nita pun pindah posisi dengan berjalan menuju meja belajar Ana dan duduk didekat jendela sambil meneroka keluar. Dia melihat keadaan teras rumah Ana yang penuh bunga dan rapi. Hingga matanya tiba-tiba terbelalak sewaktu dia memandang ke arah rumah yang berhadapan dengan rumah Ana.
"Eh,eh,eh Nana,kayaknya ada orang baru deh didepan rumah Lo!" Serunya heboh yang membuat Ana sebelumnya berbaring enak langsung duduk dengan cepat.
"Mana?" Seperti Minato di kartun Naruto,Ana berlari secepat kilat kearah jendela lalu melotot sampai matanya terlihat mau keluar. Melihat depan rumahnya untuk memastikan bahwa yang dikatakan Nita barusan benar adanya. Nita meliriknya sambil nyengir.
"Idihhh...Tumben banget Lo cepat peka.Biasanya dari zaman mesolitikum ke zaman megalitikum telinga Lo budeg. Kemasukan setan apa Lo?"
"Ahhhh bising lo, gue kan juga mahkluk sosial,perlu tau siapa aja yang bakalan ada di sekitar gue. Eh kayaknya orang barunya kerumah yang seram itu deh,yang udah lama gak ada yang nempatin," Belum ada sedetik Ana ingin menoleh,Nita menarik tangannya keluar kamar dan berjalan kedepan rumah.
"Mau ngapain Lo?"Hampir saja ia ingin meluapkan kemarahannya kepada Nita, tiba-tiba...
"Eh..Lihat tuh orang baru punya anak cowok. Semoga aja sebaya,trus sekolah di SMA kita,masuk IPS,trus sebangku sama gue dan jadi pacar gue,uuhhh senangnya" Peik Nita heboh.
Buuushhhhhh..
Ana menghembuskan angin yang hampir mengendap di mulutnya kearah Nita.
"Hahahaha..dream Lo kegedean,pikirin tuh Revan yang udah Lo incar dari SD." Perkataan Ana membuat Nita menyerngitkan dahinya.
"Iihhh apaan sih Lo,udah nafas Lo bau ikan teri, ngejek orang lagi. Biarin,daripada gak punya rasa cinta kayak Lo,alias mati rasa!"Nita mengejeknya kembali sambil menjulurkan lidah.
"Ihhhh,gemes banget deh gue lihat fans gue yang satu ini,"Ana menoyor kepala Nita dengan gemas.
Nita tertawa seraya berjalan kearah rak sepatu,"Udah deh,gue pulang dulu yah,see you tomorrow!" Ia memakai sendal pink-nya lalu berjalan kearah gerbang,membukanya lalu pergi sambil melambaikan tangannya pada Ana.
"Hati-hati," Ana melambaikan tangannya juga lalu berjalan masuk ke rumah.
Tetapi, langkahnya terhenti saat melihat seorang cowok menatapnya dari rumah yang di seberang. Ana melihatnya samar-samar hingga sebuah bus pengantar barang pindahan datang dan menghalanginya melihat ke arah rumah itu.
Dia melihat beberapa orang mengangkat tv,kulkas,kursi dan barang barang lain ke rumah yang akan ditempati oleh orang baru tersebut. Tampak sepasang suami istri sedang mengkordinir beberapa orang untuk membawa bunga besar dan menatanya. Setelah itu beberapa bus lain datang dan menurunkan barang barang juga.
Ana tertegun dan tiba-tiba tersadar .
"Loh,kemana cowok tadi?Aahhhh...Mungkin mata gue mulai lelah."
Lalu masuk kerumahnya. Menutup pintu dan mengingat-ingat tatapan cowok itu..
Yah, tatapan itu!
***